Manusia seperti Tanaka ini sebaiknya dimusnahkan saja. Sehari dia bisa membuatku sangat bahagia tapi di hari lain dia bisa membuatku badmood seharian. Bodohnya aku masih saja menyukainya.
"Kau kenapa? Bibirmu itu sudah nyaris sampai ke pintu." Ranha berkomentar. Akhir minggu yang menyedihkan. K' Tana mengajak Nayna menonton. Entah apa alasan yang ia gunakan untuk mengajak Nayna tanpa mengajakku. Selesai rapat tadi aku dijemput Ranha. Sahabatku ini ingin menginap di condo ku karena besok pagi dia mau menemui K' Tana, sesuai janji mereka kemarin.
Sebenarnya Ranha sudah mengajakku keluar sejak tadi. Tapi aku masih menolak dengan alasan lelah. Padahal sebenarnya mood ku sedang buruk karena memikirkan K' Tana dan Nayna.
"Ran.."
"Kenapa?"
"Menurutmu apa ada kemungkinan sahabat bisa saling suka?"
"Sahabat? Bisa saja. Memang kenapa?"
Aku menggeleng.
"Kau sedang membahas siapa?"
"Tidak ada. Aku hanya bertanya."
Ranha mendaratkan pantatnya di sofa sebelahku. Ia menepuk bahuku. "Sebenarnya kau kenapa? Aku tau kau badmood. Tadi aku mengajak keluar tapi kau menolak. Biasanya kalau badmood kau suka sekali jalan-jalan keluar. Kenapa berbeda kali ini?"
Haruskah aku jujur saja pada Ranha tentang K' Tana dan Nayna?
"Dan kenapa kau tak keluar dengan K' Tana dan Nayna?"
Itu dia masalahnya, Ran.
"Mereka sedang menonton."
"Hah? K' Tana dan Nayna? Berdua?"
Aku mengangguk.
"Kenapa kau tidak ikut?"
AKU TIDAK DIAJAK! T.T
"Apa pertanyaan tadi untuk K' Tana dan Nayna?" Yap. Ranha ini sangat peka sekali. Mungkin juga karena dia bercita-cita ingin menjadi seorang reporter atau wartawan, pokoknya antara dua itu. Sebenarnya tentang perasaanku, aku tak cerita pada siapapun. Tak ada yang tahu kalau aku menyukai K' Tana. Benar-benar tidak ada yang tahu tentang hal itu. Hebat sekali bukan aku menyimpan perasaan ini? Atau sebenarnya semua orang tahu namun memilih pura-pura tak tahu?
"Kenapa kau berpikir pertanyaan itu untuk mereka?" Memikirkannya aku sudah sakit kepala. Bagaimana jika mereka memang saling suka lalu jadian? Bagaimana caraku menghadapi mereka setelah itu? Apa aku bahkan masih bisa berteman dengan mereka berdua?
Astaga. Kenapa aku harus bertemu dengan hal semacam ini? Kenapa aku harus suka pada K' Tana?
"Entahlah," Ranha merespon setelah beberapa saat terdiam. Ia melipat tangan di d**a, terlihat serius. "Sebenarnya aku juga tidak tahu, Tal. Aku tahu kalian bertiga dekat. Kadang akupun bingung dengan kedekatan kalian. Kau dan K' Tana, Nayna dan K' Tana. Aku punya banyak sahabat laki-laki, kau tahu itu, tapi tidak ada yang seperti K' Tana."
Apa maksudnya?
"Kau tahu, K' Tana itu bisa dibilang fantasi banyak perempuan. Sedikit sikap manis darinya bisa membuat orang salah paham. Ya meski sebenarnya siapapun tahu kalau pada dasarnya dia memang baik. Teman-teman pria ku juga baik-baik, tapi seperti yang aku bilang tadi, tidak ada yang seperti K' Tana. Dia itu baik, lemah lembut, dan hangat. Perlakuannya padamu dan Nayna itu beda dengan perlakuan sahabat-sahabatku padaku. Makanya kadang aku bingung melihat kalian. Beberapa temanku yang menyukainya mengira kau dan dia pacaran. Jika aku tak mengenal kalian, aku mungkin juga akan berpikir hal yang sama. Tapi aku melihat kedekatannya dan Nayna, itu membuatku jadi berpikir kalau dia mungkin memang begitu. Dia baik padamu bukan karena dia menyukaimu, tapi karena dia memang baik."
Kretak. Ini menyakitkan.
Aku selalu berdebat dengan diriku tentang hal ini. Tapi mendengar semua itu keluar dari mulut sahabatku sendiri membuat rasa sakitnya terasa lebih nyata.
K' Tana memang baik. K' Tana memang baik. Harusnya aku menanamkan mindset itu di dalam kepalaku dan segera sadar. Tapi bodohnya aku selalu menipu diriku sendiri dengan mengatakan dia mungkin menyukaiku.
"Eh tapi, Tal, apa kau pernah berbincang dengannya?"
Aku memandangi Ranha dengan kerutan di kening. Berbincang soal apa? Kami berbincang soal banyak hal.
"Seperti apa tipe idealnya?"
Nah, ini dia. Tipe ideal.
"Tipe ideal K' Tana?"
Ranha mengangguk.
Aku mengendikkan bahu. "Aku tidak tahu."
"Dia tidak pernah mengatakannya? Atau kalian tidak pernah membahasnya?"
Aku menggeleng. Sebenarnya obrolan kami tak sampai sejauh itu. Tidak, tunggu, obrolan kami sebenarnya sudah jauh. Aku bahkan tahu bagaimana keluarga K' Tana. Aku tahu bagaimana dia tumbuh dan kegagalan apa saja yang pernah ia alami. Dia menceritakan semuanya padaku yang kemudian membuat Nayna merajuk selama dua hari karena ternyata K' Tana tidak bercerita padanya.
Tapi kami tidak pernah membahas tentang tipe ideal K' Tana. Dia pernah bertanya tentang tipe idealku. Meski kala itu aku tidak memberikan jawaban seperti yang dia inginkan. Aku bingung ketika ada yang bertanya tentang tipe idealku. Aku jelas menyukai seseorang bukan dari segi tipe ideal, jadi menurutku itu tak begitu penting. Lagipula aku malu menjelaskan tipe idealku pada orang lain. Untuk apa?
"Tal, boleh aku bertanya satu hal padamu?"
"Apa?"
"Aku dengar kau dekat dengan Vano."
Aku terkejut. "Tau dari mana?"
"Hmm, K' Tana."
"Hah?"
"Beberapa waktu lalu aku mengobrol dengannya via chat, membahas tentang wawancara itu. Lalu obrolan seputar kau dan Vano mengalir begitu saja."
"Kalian bergosip ria di belakangku?"
"Astaga, jelek sekali bunyinya. Kami tidak bergosip, hanya membahas sedikit."
"Sama saja."
Ranha terkekeh. "Dengarkan dulu. Aku tidak bermaksud membicarakanmu di belakang. Tapi K' Tana bertanya apa aku bercerita padamu tentang Vano. Aku bahkan tidak tahu kalau kau sedang dekat dengan Vano."
Aku memutar bola mata. Vano lagi.
"Hanya dekat, bukan sesuatu yang spesial."
"Tapi sepertinya tidak begitu."
Aku naikkan sebelah alis. Apa maksudnya?
"K' Tana bilang kalian mungkin serius. Dari penjelasannya sepertinya kau dan Vano cocok."
"Dia mengatakan itu padamu?"
Ranha mengangguk.
Oke Tanaka. Kau sepertinya benar-benar ingin mendapat bogem mentah dariku. s****n. Dari sudut mana kau melihat aku dan Vano cocok? Dari mana kau tahu aku ingin serius dengan Vano?
"Kau kenapa?"
Aku hembuskan napas kasar. "Kau mau keluar kan? Ayo. Aku butuh minuman super dingin."
"Eh tunggu."
...
Apa K' Tana serius ingin menjodohkan aku dengan Vano? Apa maksudnya melakukan itu? Apa agar aku punya pacar dan dia bisa bebas dengan Nayna? Apa selama ini sebenarnya aku pengganggu kedekatannya dengan Nayna?
Astaga. Sungguh aku tak bisa berpikir positif saat ini. Mungkinkah sebenarnya K' Tana mendekatiku hanya karena ia ingin mendekati Nayna?
"Tal, kau mau yang rasa apa?" Panggilan Ranha menarikku dari lamunan. Pikiranku semrawut. Keluar sepertinya tak berhasil membuat pikiranku jernih. Aku gagal melupakan tentang K' Tana dan Nayna.
Gellato di balik etalase terlihat nikmat. Tapi mood ku masih buruk.
"Tal.." panggilan itu menarikku dari fokus memilih gellato. Aku memutar badan dan cukup terkejut melihat Nayna tengah tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya ceria. Di sampingnya tentu saja ada K' Tana.
Aku menelan ludah. Ini momen yang sangat tidak tepat. Aku sedang tak ingin bertemu mereka. Kenapa malah bertemu mereka di sini? Padahal aku sengaja memilih mall paling jauh agar tak bertemu mereka.
"Hai Ranha.."
"Hai Nay. Kalian di sini? Hai K' Tana."
K' Tana melempar senyum. Sepertinya dia sangat bahagia sekali. Aku harus bagaimana sekarang? Haruskah aku ikut bahagia? Haruskah aku tersenyum?
"Kalian sudah lama?" K' Tana bertanya entah pada siapa. Anggap saja pada Ranha karena aku tak akan menjawab pertanyaannya. Aku berbalik untuk memilih gellato. Bukan sengaja mengabaikan. TIDAK. AKU MEMANG MENGABAIKANNYA.
Kudengar Ranha memberikan jawaban. Tapi aku tidak terlalu peduli apa jawaban yang Ranha berikan. Terserahlah.
"Aku sebenarnya juga ingin gellato, tapi aku belum makan nasi dari pagi." Kudengar Nayna berkata. Aku menerima uluran gellato dari pegawai toko. Aku membayar. Aku memang mengatakan akan mentraktir Ranha tadi.
"Terima kasih."
"Aku juga ingin ditraktir," ujar K' Tana. Kini dia terang-terangan menatapku. Kenapa kau melihatku?
"Apa?" tanyaku dengan nada yang mungkin agak ketus.
"Kau harus adil. Jika mentraktir satu maka harus mentraktir semua."
Enak sekali mulutnya bicara. Kau saja menonton berdua dengan Nayna.
"Kau sudah makan? Aku dan Nayna ingin makan. Ayo makan bersama. Tenang saja, aku yang traktir."
Siapa yang ingin ditraktir olehmu. Aku ingin menolak dengan alasan apa saja. Tapi si bodoh Ranha tidak menangkap signal yang aku kirim. Alhasil dengan sangat terpaksa aku bergabung dengan K' Tana dan Nayna yang ingin makan. Awalnya mereka ingin makan sushi, tapi karena aku tidak makan sushi, mereka memutuskan merubah destinasi menjadi makan di restoran seafood. Masih makanan laut tapi dengan olahan berbeda.
Padahal aku kenyang sekali. Aku juga tidak akan makan. Si Ranha bodoh ini malah bisa-bisanya keroncongan.
"Bagaimana rapatnya?"
"Lancar."
"Sudah kelar?"
"Sudah."
"Tolong jangan membahas masalah kampus di sini, kepalaku sakit. Sebaiknya bahas hal lain saja," Nayna menengahi obrolanku dan K' Tana.
"Bagaimana filmnya?" Aku bertanya pada Nayna.
"Sangat bagus sekali. Awalnya aku tidak mau menonton film itu. Tapi K' Tana bilang trailernya bagus jadi ya sudah kami menontonnya. Kau juga sangat menyukainya, kan?"
Aku mengerutkan kening. Filmnya saja aku tidak tahu, bagaimana aku bisa menyukainya?
"K' Tana bilang kau sudah menontonnya."
"Hah?" Aku menoleh pada laki-laki yang duduk tepat di depanku itu.
"Kau menontonnya dengan Vano kemarin," Nayna menambahkan.
Huft.
Aku tidak tahu harus mengatakan apa.
"Tau dari mana aku dan Vano menonton film itu?"
K' Tana tak langsung menjawab pertanyaanku.
"Memangnya tidak?"
Malah balik bertanya. Rasanya aku ingin menendang kakinya.
"Aku malas bercerita." Aku kembali menikmati gellato ku tanpa memperdulikannya. Tak lama pesanan mereka datang. Aku sudah bilang kan kalau aku tidak lapar, jadi aku memang tidak memesan makanan apapun. Mereka sudah memaksa tapi aku bersikukuh kalau aku benar-benar kenyang. Gellato ku saja belum habis.
"Makanlah sedikit, Tal.." Nayna membujuk.
"Aku benar-benar kenyang, Nay. Kau tau aku bagaimana, kan? Kalau lapar aku pasti makan." Aku tersenyum tipis.
Dering ponselku akhirnya membuat Nayna menyerah membujuk. Aku segera menjawab telfon itu karena aku yakin ini telfon penting.
"Halo Jep, aku sedang tidak di condo. Harus malam ini? Bagaimana jika besok pagi saja? Iya, bawa saja besok pagi, tidak masalah. Aku sudah punya salinannya. Aku sudah membacanya juga. Tadi Vano sudah kirimkan juga foto denah lokasi. Iya. Kalau bisa sebelum jam 7 sudah ada, ya. Aku akan datang jam 6 lewat. Baiklah. Yap."
Aku berkutat serius dengan ponselku, melihat denah yang tadi Vano kirimkan. Aku melihatnya seksama, memastikan kalau itu adalah denah yanh benar. Aku harus sesuaikan dengan rancangan kami untuk bertemu kepala desa besok.
"Tal.."
"Hm?" Aku masih fokus pada layar ponselku.
"Talin.." Nayna memanggil lagi.
"Ada apa?" Aku mengangkat wajah.
"Kau ikut kan besok? Kami akan olahraga pagi."
Aku tersenyum. "Maaf tapi aku tidak bisa ikut. Aku ada kegiatan besok pagi."
"Kegiatan apa?"
"Memeriksa lokasi untuk kemah."
"Kau pergi?" K' Tana bertanya. Aku menjawab dengan gumaman.
"Jam berapa?"
"Jam setengah 8 mungkin."
"Siapa saja yang pergi?"
Aku tak menjawab pertanyaan K' Tana. Untuk apa dia bertanya?
"Apa ada SC yang pergi?"
Aih, sejak kapan pula ada SC yang pergi melihat lokasi? Jelas SC prinsip kerjanya hanya menerima beres.
"Sejak kapan SC ikut melihat lokasi?"
"Aku akan ikut."
Kau gila, hah?
"Maaf K' Tana, tapi sepertinya tidak bisa," Ranha nimbrung. "Kau sudah ada jadwal denganku." Ranha sunggingkan senyumnya membuat aku tersenyum. Kulihat raut wajah K' Tana berubah.
"Lagipula kenapa kau ingin ikut?" Aku tak habis pikir. "Apa kau tidak percaya pada timku?"
K' Tana lagi-lagi tak menjawab.
Sudahlah. Terserah kau saja Tana. Lebih baik aku main mahjong daripada memikirkanmu.
___