Laura keluar dari mobil dengan wajah ceria, apalagi ketika dua sahabatnya Sandra dan Jenny langsung menyambutnya dengan antusias di depan salon.
"Gimana dengan luka kalian? Udah pada sembuh kan?" tanya Laura sambil mengamati wajah kedua sahabatnya.
"Kalau wajah sih enggak seberapa lah Lau, tapi tangan kiri aku harus rutin periksa ke dokter nih," jawab Jenny sambil mengangkat tangan kirinya dengan hati-hati, memperlihatkannya kepada Laura.
"Sama kalau gitu, bedanya kalau aku tangan kanan sampai sekarang masih terasa sakit kalau untuk mengangkat beban yang sedikit berat saja," sahut Sandra dengan wajah muram.
"Lagian kok bisa sih kalian mengalami kecelakaan sampai berbarengan gitu? Kok kayak ada yang aneh ya," ucap Laura serayak memandang ke arah Jenny dan Sandra secara bergantian.
"Enggak tahu deh, kalo aku malah mikirnya ini karma gara-gara kita sudah menganiaya wanita pelakor itu," ucap Sandra.
"Iya, aku juga jadi gitu mikirnya," sahut Jenny.
"Aduh kalian ini kok jadi parno banget sih, orang jelas-jelas dia yang salah kok malah kita yang takut, mana ada yang namanya karma kalau kita berbuat benar, apalagi kenyataannya memang begitu, wanita itu memang sudah merebut suamiku. Mungkin kalian lagi apes saja hari itu," ujar Laura, mencoba menepis pemikiran kedua sahabat dekatnya itu.
"Mungkin juga sih Lau, ya udah yuk kita masuk aja, aku udah nggak sabar nih mau perawatan," ucap Jenny.
Ketiga wanita cantik itu lalu masuk ke dalam sebuah salon ternama, salon langganan Laura untuk melakukan perawatan selama ini.
"Mobil kamu baru lagi ya Lau?" tanya Sandra serayak menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sebuah sofa yang ada di ruangan khusus pelanggan VVIP.
"Oh iya, aku udah bosen dengan mobil yang lama, jadi aku beli aja mobil keluaran terbaru lagi," jawab Laura dengan nada bangga.
"Wah hebat kamu Lau, meskipun suami kamu punya selingkuhan tapi ternyata kamu tetap nomor satu baginya," timpal Jenny.
"Iya dong, masak kalah sama pelakor," jawab Laura dengan bangganya.
"Kalian boleh melakukan perawatan apa aja kali ini, aku yang akan menanggung semua tagihannya. Ini sebagai salah satu bentuk terima kasih aku, karena kalian sudah membantuku waktu itu," lanjut Laura dengan tersenyum manis.
"Waah, ternyata Nyonya Arfa kita masih royal seperti dulu ya, kamu memang pantas jadi Nyonya nya Arfa," puji Sandra sambil tersenyum lebar.
Wajah Laura langsung sumringah mendengarnya.
"Iya dong, makanya gunain kesempatan ini baik-baik sahut Laura."
Ketiga wanita itu pun kemudian menjalani serangkaian perawatan kecantikan dengan biaya yang tidak sedikit di salon tersebut.
Mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam bahkan hampir seharian lamanya hanya untuk mempercantik diri, lalu dengan bangga akan memamerkan kecantikan mereka di akun sosial media yang mereka miliki dengan harapan banyak yang akan memberikan like dan pujian atas kecantikan mereka.
"Maaf Mbak, kartu kreditnya tidak bisa digunakan," ucap pegawai salon yang menangani bagian administrasi atau kasir, ketika Laura hendak membayar biaya tagihan setelah selesai melakukan perawatan.
"Hah! Kok bisa sih? Ada yang salah mungkin Mbak. Coba diulangi lagi," pinta Laura dengan perasaan yang mulai cemas.
"Baik Mbak," ucap kasir salon tersebut, lalu kembali mencobanya.
"Maaf Mbak, kartu kreditnya memang tidak bisa," jawab kasir tersebut sambil menyerahkan kartu kredit milik Laura.
"Tenang Mbak, coba pakai yang ini," ucap Laura sambil menyerahkan kartu kreditnya yang lain. Wajah wanita itu terlihat sedikit tegang, apalagi Sandra dan Jenny menatapnya dengan wajah datar.
"Maaf Mbak, ini juga tidak bisa," ucap kasir tersebut lalu mengembalikan kartu kredit itu kepada Laura.
Wajah Laura seketika pucat pasi. Tubuhnya terasa panas dingin. Dia masih memiliki satu kredit lagi, jika itu juga tidak bisa di pakai, tamatlah riwayatnya kali ini.
Dia sudah bisa menebak jika yang melakukan semua itu pasti Arfa. Dan siapa lagi yang bisa mengendalikan pria itu selain Aleena.
"Coba pakai yang ini Mbak." Laura menyerahkan kartu kredit terakhir yang ada di dompetnya. Wanita itu harap-harap cemas, berharap kartu kredit yang satu ini tidak ikut di blokir oleh Arfa.
"Maaf Mbak, yang ini juga tidak bisa," ucap kasir salon itu, lagi.
"Aduuh, gimana sih Lau? Koq semua-semua enggak bisa?" Kali ini Sandra berucap dengan nada tidak sabar.
"A-aku juga tidak tau," jawab Laura dengan perasaan tidak menentu.
"Terus ini maksudnya gimana Lau? Kan kamu yang ngajakin aku dan Sandra perawatan ke salon ini? Koq akhirnya kamu bilang tidak tau?" tanya Jenny dengan wajah masam.
"Maaf, aku tidak tau kalau semua kartu kreditku di blokir sama Mas Arfa," jawab Laura dengan wajah malu.
"Maaf Mbak, ini bagaimana pembayarannya?" Tiba-tiba kasir salon itu bertanya.
"Sebentar Mbak, saya hubungi mama saya dulu untuk mentransfer uang pembayarannya," jawab Laura, lalu buru-buru menghubungi ibu mertuanya.
Tapi sayang, nyonya Miranda ternyata tidak bisa di hubungi.
"Gimana Lau?" tanya Jenny dengan tidak sabar.
"Mama juga tidak bisa di hubungi," jawab Laura semakin ketar-ketir.
"Terus bagaimana ini? Aku dan Jenny juga baru keluar uang banyak untuk perawatan di rumah sakit," sahut Sandra dengan wajah kesal.
"Ee, Mbak, bisa tidak pembayarannya di tangguhkan dulu? Saya akan pulang ke rumah dulu mengambil uang tunai," ucap Laura dengan tatapan memohon.
"Maaf Mbak, tidak bisa," jawab kasir salon itu dengan tegas.
"Terus ini gimana dong Lau?" tanya Jenny yang terlihat mulai gusar.
"Udah deh Jen, kita bayar masing-masing aja, Laura udah jatuh miskin enggak mungkin dia sanggup bayar lagi," sahut Sandra dengan tatapan sinis ke arah Laura.
"Tunggu dulu San, aku pasti mampu bayar koq, aku coba telfon Mas Arfa dulu ya," ujar Laura mencoba menenangkan kedua temannya.
"Hallah! Kelamaan. Belum tentu juga suamimu mau mendengarkan permintaan kamu," sahut Sandra dengan nada sinis.
"Udah Mbak, kami melakukan perawatan yang sama, jadi totalnya bagi tiga saja, berapa tagihan masing-masingnya?" tanya Sandra kepada kasir.
Setelah memisahkan biaya tagihan, kasir tersebut segera menyerahkan struk total biaya perawatan kepada Sandra.
Saat Sandra dan Jenny melakukan p********n, tiba-tiba ada salah satu petugas parkir masuk ke dalam salon dengan wajah tegang.
"Mbak, maaf itu mobilnya ada yang mau bawa, dan mereka membawa kunci cadangan," ujar petugas parkir tersebut kepada Laura.
"Apa??" Laura yang terkejut bergegas hendak keluar, namun sayang beberapa pegawai salon langsung mencegahnya.
"Maaf Mbak, selesaikan dulu pembayarannya," ucap salah satu pegawai salon tersebut.
"Mbak, saya mau lihat mobil saya dulu, itu mobil keluaran terbaru, tidak mungkin saya biarkan di bawa orang lain begitu saja," sahut Laura, memohon.
"Ambil semua perhiasan, tas dan handphonnya sebagai barang jaminan," ucap seorang wanita dari balik meja kasir.
Dengan cepat beberapa pegawai salon itu segera melepaskan semua perhiasan yang melekat di tubuh Laura, dan hanya menyisakan sepatu yang di kenakannnya.
"Enggak nyangak ya Lau, dalam sekejap mata kamu jatuh miskin," ucap Jenny dengan tatapan sinis ke arah Laura.
"Maaf ya Lau, kami enggak mau berteman dengan orang miskin," sahut Sandra. Lalu kedua wanita itu melangkah pergi meninggalkan Laura yang sedang menahan beribu rasa malu di hatinya.
"Suruh wanita itu keluar, untuk apa dia masih berdiri di situ," ujar wanita di balik meja kasir.
Dengan cepat, beberapa pegawai salon segera membawa Laura keluar tanpa mengindahkan permohonan Laura untuk menelfon seseorang terlebih dulu.
Dan begitu tiba di luar, mobil yang baru tadi ia banggakan di depan Jenny dan Sandra sudah benar-benar tidak terlihat lagi di depan salon tersebut.
Sungguh, hari ini Laura benar-benar kehilangan harga diri dan kebanggaanya hanya karena seorang wanita bernama Aleena.