15. Kembali ke Awal

1272 Kata
Bak seorang pahlawan, kehadiran Chelsea disambut baik oleh para Office Boy. Mereka tersenyum, menyapa dan menyoraki Chelsea yang kini resmi bekerja sebagai salah satu Office Girl di perusahaan yang sama dengan mereka. “Selamat datang kembali, Chelsea! Selamat datang di perusahaan ini!” “Yeeeyyy! Selamat Chelsea! Akhirnya kamu resmi jadi karyawan di sini. Udah nggak perlu ngumpet-ngumpet lagi dong kalau kerja. Hehe.” “Iya nih! Pasti seneng dong kamu, Chel. Secara kan Pak Bastian udah kasih lampu hijau. Jadi kita semua terselamatkan, udah nggak perlu lagi takut kalau tiba-tiba harus membersihkan ruangan kerjanya!” “Hidup Chelsea!” “Hidup Chelseaa!!” “Hidup Chelseaaa!” Sorakan itu terdengar riuh di ruang staff kebersihan, membuat Chelsea cengir-cengir sendiri. Entah mimpi apa dia semalam, harapan yang kemarin sempat kandas kini tumbuh lagi. Karena jika Bastian saja sudah mengijinkan dia untuk berada di perusahaan ini, itu artinya pintu untuk mendekati CEO tampan tersebut kembali terbuka lebar untuknya. Oke Chelsea, semangat! Kali ini kamu pasti bisa dapatin hati Bastian Abrizan Wirasena! Chelsea berseru dalam hati, menyemangati diri sendiri. “Nggak nyangka ya kamu balik lagi ke sini. Mungkin Tuhan memang ingin kamu ada di sini untuk sebuah tujuan. Dan apapun itu, saya akan dukung kamu. Terutama perihal Pak Bastian. Yah, meskipun untuk sekarang saya nggak yakin-yakin amat kalau laki-laki yang gay bisa balik normal seperti sedia kala.” Bu Siti merangkul bahu Chelsea, nampak ikut senang karena Chelsea kembali lagi ke perusahaan itu. “Bu Siti tenang aja. Nggak ada yang mustahil di dunia ini. Dan aku percaya kalau aku pasti bisa buat Pak Bastian kembali ke jalan yang benar lagi. Jadi Bu Siti harus selalu support aku oke?” Bu Siti mengangguk sambil tertawa. “Iya iya. Saya akan dukung kamu. Kan bagus kalau Pak Bastian bisa kembali normal.” “Ya dong!” jawab Chelsea bangga. “Ya sudah, ya sudah! Kalian semua ayo kembali bekerja ke masing-masing tempat yang sudah dijadwalkan!” kata Pak Budi yang merasa sambutan untuk Chelsea sudah cukup. “Baik, Pak!” jawab para OB serempak. “Oh iya, jangan lupa nanti pulang kerja makan-makan ya!” “Ikut!!” “Aseeek! Gas aja gue mah ayok!” sahut satu sama lain. Pak Budi mengacungkan jari jempolnya tanda beres. Lantas dia menghampiri Chelsea. Bu Siti sendiri juga ikut pergi untuk mengecek dan mengawasi kinerja para office girl di seluruh lantai bangunan. Kalau-kalau ada yang bermalas-malasan atau asal-asalan ketika membersihkan sesuatu. “Dan kamu Chelsea, kamu bisa langsung ke lantai tiga puluh. Kamu tidak perlu membersihkan ruangan lain kecuali di sana. Apa perlu saya ulangi lagi tugas-tugas kamu sebagai office girl khusu lantai tersebut?” Chelsea menggeleng. “Nggak perlu, Pak. Chelsea hafal kok! Mulai dari beresin ruang kerja Pak Bastian sampai membuatkan kopi hitam setiap pagi. Ya kan?” Pak Budi mengangguk. “Ada lagi Chelsea.” “Apa?” “Kalau di jam makan siang Pak Bastian belum keluar dari ruang kerja, kamu harus menawarinya makan atau apa. Mengerti?” “Siap Pak! Aku mana tega biarin calon suami masa depan kelaparan? Hehehe,” kekeh Chelsea. “Bagus! Karena sekarang kamu nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi, santai saja dalam bekerja. Dan ingat, lakukan kesalahan seminimal mungkin jika tidak ingin Pak Bastian memecat kamu.” “Oke!” angguk Chelsea. Setelah itu, dia pun masuk ke dalam lift menuju lantai tiga puluh dengan tidak sabar. Chelsea harap mulai dari sini dia bisa lebih dekat lagi dengan Bastian. Dan jika beruntung, Chelsea bisa membuat pria itu balik mencintainya. Yah, meskipun itu akan memakan proses yang sangat panjang. Chelsea hanya bisa optimis saja. *** “Gila kamu!” umpat Manda saat jam makan siang di kantin. Wanita yang berprofesi sebagai resesionis itu gemas sekali pada sahabat satu-satunya yang dia miliki sejak duduk di bangku kuliah. Tadi pagi, Manda pikir Chelsea akhirnya menjadi waras. Pagi tadi Manda pikir Chelsea mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan gaji yang lumayan besar. Tapi ini apa? Dia justru terkejut menemukan Chelsea ada di kantin, lengkap memakai seragam office girl warna biru abu-abu. “Kamu melepas pekerjaan di PT Semen Empat Roda sebagai staff administrasi hanya untuk jadi seorang office girl di sini? Seriously Chelsea?” kata Manda, masih tidak habis pikir dengan pilihan Chelsea. “Ya serius lah Manda. Kalau nggak, aku nggak akan ada di sini sekarang,” jawab Chelsea. Dia menyendok nasi ke dalam mulut hingga penuh. Chelsea pergi ke kantin setelah memastikan Bastian keluar untuk makan siang. Kata Indra, mereka akan makan siang di luar sekalian meeting dengan klien. “Lagian asal kamu tahu Man. Tadi aku ketemu Brian,” lanjut Chelsea bercerita. Bersahabat lama dengan Manda membuat hampir tidak ada rahasia di antara mereka. “Brian? Di jalan? Dia nggak ngapa-ngapain kamu kan?” Mendadak Manda teralihkan dan justru lebih khawatir jika Chelsea kenapa-kenapa. “Aduh sumpah deh! Nggak habis pikir sama itu buaya. Kenapa dia sering banget muncul di depan kita sih? Nggak ada tempat lain apa yang bisa dia kunjungi? Ngeselin banget!” “Manda, yang mantannya itu aku. Harusnya yang kesel aku dong. Tapi kenapa malah justru kamu yang kelihatan lebih kesel?” kekeh Chelsea. Bibir Manda mengerucut ke depan. “Ya kesel aja sih sama playboy kadal macam dia. Terus tadi gimana? Jangan bilang kamu say hai say hai sama dia ya?” Chelsea tertawa. “Hahaha, ya jelas aku say hai Man. Orang ternyata dia bagian HRD di PT Semen Empat Roda.” Manda terbelalak tak percaya. Pasalnya kenyataan ini terlalu mengejutkan. Terakhir kali dia tahu, Brian bekerja di perusahaan kecil dan sebagai karyawan biasa. Lalu bagaimana ceritanya pria dengan tampang amit-amit itu bisa jadi HRD di perusahaan besar? Apakah nepotisme di negeri ini sudah sangat parah? Pertanyaan-pertanyaan dalam benak Manda terbaca jelas oleh Chelsea, membuat gadis itu tersenyum geli. “Aku juga sempat bertanya-tanya hal yang sama. Sampai aku akhirnya ketemu Lalis. Ingat kan Lalis? Pacar Brian yang sekarang?” “Nenek lampir itu?” “Iya Man. Lalis. Waktu aku sedang eum melakukan sesi wawancara yang disalahgunakan oleh Brian, pacarnya datang. Dan saat itu aku baru tahu kalau Lalis adalah putri dari pemilik perusahaan PT Semen Empat Roda.” “WHAT?!” seru Manda shock. “Kamu pasti bercanda.” Chelsea mengindikkan bahu, sementara mulutnya terus sibuk mengunyah makanan. “Ck, sudah kuduga kalau dia itu pria paling nggak berguna di muka bumi! Udah tukang selingkuh eh sekarang di manfaatin koneksi pacar buat dapat jawabatan bagus di perusahaan besar. Dasar sampah!” Manda jadi makin kesal. “Ya udah sih Man biarin aja, bukan urusan kita juga.” “Iya juga sih. Untung aja kamu nggak jadi masuk perusahaan sana.” “Apa itu artinya kamu dukung pekerjaanku menjadi office boy di perusahaan ini sekarang?” “Ya enggak dukung juga! Ck, kamu itu. Cewek paling aneh yang pernah aku kenal. Mana ada dapat kerja sebagai office girl sebegini bangga dari pada menjadi staff administrasi yang kerjanya di bawah AC dengan nyaman?” Chelsea meringis. “Nggak boleh gitu Man. Semua profesi itu baik. Bayangin aja kalau nggak ada yang mau kerja sebagai OB. Pasti—“ “Iya iya iya,” decak Manda. “Jadi rencana kamu selanjutnya apa?” “Ya apalagi kalau bukan mendekati Pak Bastian, si calon suami masa depan aku?” “Yang katanya tadi pagi udah nyerah manaaa! Dasar labil!” ledek Manda. “Sekarang beda cerita Man. Kayaknya emang dia jodoh aku deh, makanya sekarang aku balik di perusahaan ini. Hehe.” Manda memutar bola mata jengah. Menurutnya, Chelsea hanya belum menerima kenyataan saja kalau CEO mereka itu pecinta sesama jenis. Tinggal menunggu waktu sampai gadis polos itu tahu bahwa jatuh cinta itu tidak selamanya indah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN