Raziel beranjak dari posisi duduknya menghampiri Roland yang masih dalam posisi bersimpuh. Dia menyentuh pundak Roland dan memberi perintah. “Berdirilah! Aku memberi tugas khusus padamu. Kerahkan pasukan Integrity untuk menyelidiki secara kasus penggelapan dana, dan sejauh mana dana itu dialirkan. Jika ada sedikit saja bukti penggunaan dana tersebut untuk pemberontakan, langsung sampaikan padaku!”
Roland masih dalam keadaan bersimpuh mengambil pedangnya dan menancapkannya di depannya. Dia mendongakkan kepala dengan tegas, tatapan matanya tidak ada keraguan sekalipun. “Saya, Roland, sebagai tangan kanan sekaligus pedang Yang Mulia akan melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Biarkan Dewa yang menjadi saksi dari kesetiaan saya!”
“Bagus. Sekarang kembalilah! Aku akan menemui Roshalia. Untuk sementara tidak boleh ada yang mengganggu meski tikus sekalipun! Jika ada yang mengetahui aku kembali ke Kerajaan dan mencari keberadaanku, katakan aku sedang sibuk mengurus pekerjaan.”
“Baik. Sesuai perintah anda, Yang Mulia. Saya mohon undur diri.” Karena telah diminta untuk meninggalkan ruangan tersebut, Roland berdiri memberikan penghormatan sebelum mengangkat kakinya keluar dari sana.
Suasana ruangan kembali hening. Raziel yang tadinya menunjukkan ketegasan tiba-tiba merasakan tubuhnya limbung. Dengan cepat tangannya menyentuh meja untuk dijadikan tumpuan. “Sepertinya akhir-akhir ini aku sering kehilangan keseimbangan tubuh. Aku mungkin memang harus mengistirahatkan tubuh tua ini untuk beberapa waktu,” keluhnya sembari memegangi kepalanya yang terasa berat.
Banyak kejadian akhir-akhir ini yang membuatnya menguras banyak sekali esensi kehidupannya. Masalah yang tidak ada habisnya membuatnya tidak sadar menggunakan kekuatannya untuk banyak hal. Hal ini memang tidak berdampak secara signifikan untuk waktu singkat, namun jika terus menggunakan kekuatannya untuk jangka panjang perlahan akan merusak tubuh abadinya karena kehabisan mana’ dan memungkinkannya untuk melakukan malam abadi atau tidur panjang tanpa mengetahui kapan bangun.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama, dengan keadaan kepala terasa berat Raziel menuju ke lemari yang ada di belakang meja kerjanya. Ia menekan lemari tersebut dan seketika lemarinya terbelah menjadi dua. Terdapat jalan rahasia yang membawanya ke tempat dimana Roshalia tertidur. Saat kakinya melangkah memasuki jalan rahasia itu, seketika obor di sisi kanan dan kirinya menyala.
Kaki Raziel terasa ringan membawanya memasuki jalan rahasia itu hingga dia tiba di suatu tempat dimana terdapat peti mati kekasihnya. Seperti biasa, bibir Raziel merapalkan beberapa bait mantra untuk membuka penghalang yang mengunci peti tersebut agar tidak sembarangan orang membukanya.
Seketika tutup peti mati itu terbuka dengan sendirinya. Senyum itu tanpa sadar mengembang dan Raziel langsung mendekat ke arah peti itu. Binar-binar kerinduan itu tak bisa disembunyikan dengan tubuhnya yang gemetar.
Perlahan pun penuh kehati-hatian Raziel mengangkat tubuh dingin dan pucat Roshalia ke dalam pangkuannya. Tangannya gemetar menahan kekuatannya perlahan meraba wajah Roshalia yang masih sama seperti saat terakhir kali dia melihatnya.
Mata kelam itu memandang sendu wajah yang dirindukannya, “Aku datang kembali untuk menemuimu, Roshalia. Maafkan aku yang menemuimu dalam keadaan seperti ini. Kamu tidak marah padaku karena tampak berantakan dan datang untuk menenangkan diri, kan? Seolah-olah aku datang padamu karena ada maunya. Lain kali aku akan memperbaiki penampilan ku dan mengubah suasana hatiku agar tidak mengecewakan saat datang kembali padamu,”
Kedua ujung jarinya mencubit manja pipi tirus Roshalia dan menoel hidung mancung nya. Ya, meski dia melakukan apapun pada tubuh Roshalia, wanita itu tetaplah tubuh tanpa nyawa tak ubahnya cangkang kosong yang kapan saja bisa membusuk. Maka dari itu, pada waktu kematian Roshalia, Raziel langsung membangun altar yang kini dia singgahi dan menerapkan sihir terlarang untuk mengawetkan tubuh Roshalia dengan batas waktu tertentu, yaitu malam purnama darah yang terjadi 500 tahun sekali. Dan dalam batas waktu itu, Raziel harus mencari jiwa Roshalia untuk dipindahkan ke tubuh untuk menghentikan pembusukan.
Pembangkitan mayat yang sempurna, Roshalia kembali hidup dengan kesadaran tidak kurang dari 50% dengan sedikit darah murni klan vampir dari kaum bangsawan tinggi memungkinkan Roshalia juga abadi.
Lama Raziel memandang wajah Roshalia, dia juga membicarakan banyak hal tidak penting dan kadang konyol di depan mayat kekasihnya itu. Konyol memang, seorang Raziel yang selalu bersikap dingin dan tegas menjadi pribadi yang sangat berbalik. Tapi, di depan Roshalia, tidak ada yang tidak mungkin, dia seolah menemukan tempat curhat yang pas untuk melepaskan penatnya pekerjaan yang selalu memburu dan menghantuinya.
Seperti inilah kedekatan Raziel dengan Roshalia. Hubungan mereka dulu tidak terbatas hanya pada hubungan yang dilandasi cinta sepasang kekasih. Keduanya bahkan lebih terlihat akrab sebagai sahabat dan kakak beradik. Ini juga yang menjadi alasan, Roshalia menerima kematiannya dari pada berkhianat pada Raziel.
Sebuah kecupan manis Raziel berikan di bibir pucat Roshalia. Dia mengusap lembut bibir itu dengan perasaan yang campur aduk. “Tidak terasa 300 tahun berlalu tanpamu, Roshalia. Tubuhmu bahkan terasa lebih dingin dari terakhir kali kita bertemu. Katakan padaku sayang, apakah kamu akan menyalahkanku karena 300 tahun telah berlalu namun aku baru bisa membangunkan mu dari tidur panjangmu?! Sayang, jiwamu telah bereinkarnasi menjadi seorang gadis ceroboh yang senang mengumpat di belakang. Dia gadis yang ceria sekaligus cengeng, namun cukup urakan dan senang membuat ulah. Sungguh karakter yang berbeda denganmu ‘kan?” Raziel menjeda ucapannya. Sejenak pikirannya teringat dengan tingkah Gladys, bibirnya pun tersenyum tipis. Dia kini mencium kening Roshalia dan mengurai rambut hitam panjangnya.
“Setelah beberapa saat mengenal gadis ceroboh itu, ada bagian dari hatiku meragukan tujuanku. Roshalia, jika itu kamu, apakah hal yang ingin kulakukan ini benar? Apakah kamu juga menantikan untuk di bangunkan kembali di tubuhmu atau justru kamu sudah menikmati hidup sebagai Gladys si gadis ceroboh? Katakan padaku, Roshalia. Semakin aku memikirkan banyak hal kemungkinan, keraguan ini semakin besar.”
Terpuruk dengan tekanan batin yang dirasakan, Raziel menundukkan kepalanya di depan tubuh kaku kekasihnya. Selama kurang lebih 300 tahun Raziel membulatkan tekad, bahkan tidak ada satupun yang bisa menggoyahkan tekadnya. Namun, mengapa hanya berhadapan dengan Gladys yang memiliki jiwa Roshalia tekad Raziel seketika goyah. Lalu, untuk apa 300 tahun ini dia melakukan banyak hal demi tekadnya? Apakah hanya sebatas ini impian yang bisa Raziel capai?
Sebelum bertemu Gladys pemilik jiwa Roshalia, Raziel tidak pernah memikirkan sudut pandang lain. Dia hanya tahu bahwa demi menebus kesalahannya, dia akan melakukan apapun demi membangunkan Roshalia. Namun setelah bertemu Gladys dna melihat betapa gadis itu menikmati hidupnya dengan berbagai ekspresi dari perasaannya. Raziel tahu, gadis itu menikmati hidupnya. Jadi, apakah ini yang diinginkan Roshalia?