CHAPTER EIGHTEEN

2678 Kata

Raffa mengusap-usap punggungku tiada henti. Dengan sesekali menghapus lelehan air mata di wajahku menggunakan jari-jari mungilnya. Serta dirinya yang terus mengecup pipiku lembut, membuatku terharu tiada tara.  Sepertinya tangisanku membuat putraku ikut bersedih. Dia ikut meneteskan air matanya bersamaku.  “Daddy mana, Mom? Kok belum pulang? Mommy kenapa nangis?”  Aku menatap wajah putraku yang bagaikan miniatur Raefal. Mereka sangat mirip hingga melihat wajah Raffa langsung mengingatkanku pada ayahnya.  Ayahnya yang mungkin sedang bersenang-senang dengan w'anita m'urahan itu sekarang.  Aku menghela napas panjang, menyadari aku terlihat bodoh dan rapuh dengan menangis seperti ini. Tangisan tidak akan membantu apa pun bukan? Tentu aku menyadarinya. Hanya saja air mata juga diperlukan s

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN