Gosip (Digosok Biar Sip)

1574 Kata
“Kamu tahu siapa yang paling seksi di kampus kita?” Jiyya enggan menjawab, karena itu dia lebih memilih untuk menghembuskan napas berat alih-alih mau meladeni. Bukan sekali dua kali sahabatnya akan mengangkat topik membosankan ini sebagai pembuka pembicaraan sebelum mengikuti mata kuliah yang memusingkan. Adalah Silvana, teman sejak kecilnya yang doyan sekali mengurutkan siapa orang yang paling seksi dilingkungan mereka dan yang paling mungkin menjadi deretan teratas pria yang ingin diajak tidur olehnya. Tidak seperti Silvana, meski mereka lengket Jiyya adalah si gadis konservatif yang masih mempertahankan bahwa seks harus dilakukan setelah menikah. Dia tidak bisa membayangkan dirinya berada dibawah seorang lelaki tidak dikenal demi memuaskan hasrat biologi dalam satu malam. Tidak! Jiyya bukan tipikal perempuan seperti itu. “Ayo tebak!” Sekali lagi Silvana memaksanya. “Rendi?” “Salah, jawabannya Pak Leon!” sahut Silvana sambil tertawa ketika melihat Jiyya melonjak dengan ekspresi bodohnya. “Silvana!” Jiyya menegurnya. “Jangan sekali-kali berkata begitu didepan oranglain, atau orang-orang akan berpikir buruk tentangmu,” lanjut Jiyya sekali lagi. “Kamu harusnya lihat wajahmu sekarang, lucu sekali.” Sedetik kemudian Silvana berhenti tertawa kemudian menyeringai. “Lagipula siapa yang akan berpikir, kan hanya ada kau dan aku disini,” tutup gadis itu tanpa dosa. Jiyya hanya bisa mendesah lelah. Terkadang Silvana akan makin menjadi bila ditanggapi, dia tipe gadis yang terbilang provokatif dan mampu berpikir hal-hal gila diluar nalarnya. “Terserah, aku tidak mau ikut campur dalam pikiranmu yang diluar antariksa itu.” “Hei, memangnya apa pula pikiran buruk yang muncul dibenakmu saat pertama kali dengar pendapatku mengenai Pak Leon?” Lihat, dia malah makin bersemangat. Dia tidak peduli pada Jiyya yang sudah menyerah lebih dulu karena sudah tahu perangai buruk sahabatnya yang satu ini. “Dia dosen kita.” “Memangnya kenapa? Toh, memang Pak Leon itu orangnya atraktif dia seksi dan menggoda.” “Dia terlalu tua untukmu!” Jiyya memberenggut tidak setuju. Dia hanya punya kesan si perokok berat, dan janggut tipis dari Pak Leon. Tidak lebih dari itu. Makanya Jiyya heran darimana sahabatnya ini mengkategorikan Pak Leon dengan sebutan atraktif. “Usia bukan halangan untuk cinta, sayangku.” Sekali lagi Jiyya melihat seringai tidak menyenangkan dari sahabatnya. “Laki-laki yang lebih tua itu lebih berpengalaman,” celetuknya lagi sambil dibumbui tawa. Jiyya menyerah dengan pemikiran liar sahabatnya. “Laki-laki yang lebih dewasa lebih berpengalaman? Bagaimana kamu tahu soal itu?” Jiyya memutar matanya, dia lebih memilih mencemooh kata-kata yang diucapkan Silvana yang menurutnya sangat amat ambigu. Silvana hanya menjulurkan lidah. “Kamu tidak akan paham sampai kamu melepaskan keperwananamu itu. Terima saja kenyataannya kalau kamu itu seorang perawan kesepian.” Jiyya mendengus. “Menjadi perawan lebih baik daripada menjadi seorang p*****r,” jawab Jiyya sarkas. “Oho! Apa itu?” sindir Silvana. “Mau berlagak jadi so suci didepan mukaku?” “Kamu kan tahu sendiri prinsip hidupku.” Silvana memutar matanya, sambil mendecakan lidah. “Ya, aku tahu. Tapi aku hanya merasa hidupmu terasa begitu membosankan. Maksudku cobalah untuk bercinta dengan seseorang.” “Ogah!” “Bilang saja kamu cuma mau melakukannya dengan si Bestian- cinta pertamamu. Itu kan maksud ogahmu barusan?” Silvanna mencela lagi, Tapi setelah itu dia menyeringai jahil sambil mengangkat alisnya. “Tapi kamu yakin tidak ingin menjadi berpengalaman untuk Bestian?” Wajah Jiyya kontan memerah. “Hei, kamu terlalu frontal! Gila ya!” Silvanna terkekeh. “Well, begini-begini kamu sebenarnya bisa menjadikan aku gurumu. Aku kan gadis yang telah berhasil tidur dengan sebagian besar mahasiswa hot di kampus kita. Cara terbaiknya ya kamu harus tidur dengan orang yang lebih tua untuk mendapatkan pengalaman yang lebih memuaskan dan tidak terlupakan.” Jiyya mendongak, memberikan tatapan tak percaya terhadap Silvanna. Pria tukang angkut, petugas kebersihan kampus, tukang parkir, dan beberapa pedagang kaki lima langganan mereka, malah berenang dikepalanya sebagai gambaran. Jiyya bergidik ngeri, sementara Silvana yang sudah paham mengenai isi otak sahabatnya cuma bisa menghela napas panjang. “Jiyya, jelas aku sedang tidak membicarakan soal pria tua bangka atau kakek tua. Maksudku seseorang yang menarik, seseorang yang kamu kenal dan kamu hormati. Biar aku coba bantu memberikan gambarannya untukmu.” Silvana terlihat serius, tapi sebelum gadis itu mengatakan apa yang ada didalam kepalanya. Jiyya sudah lebih dulu tahu siapa yang dia maksudkan. “Pak Joan!” “Tidak!” “Ya, dia sempurna.” “Tidak!” Jiyya mengulang. “Kenapa tidak?” tanya Silvana. “Kamu harus memberikanku alasan yang bagus, kalau bisa kuterima aku akan diam.” “Dia dosen kita.” “Next.” “Dia sudah tua.” “Tua sama dengan berpengalaman.” “Tidak selalu!” Silvana mengangkat sebelah alisnya. “Apa kamu sedang mencoba meyakinkanku bahwa Pak Joan belum pernah menjelajahi tubuh perempuan dengan performanya yang segahar itu?” “AH!” Jiyya menutup kedua telinganya dengan tangan. “Silvana!” Silvana hanya tertawa sembari menyenggol bahu sahabatnya lagi. “Ada alasan lain? atau kamu sudah menyerah?” “Sudahlah!” Jiyya protes, dia tidak mau mengalah tapi dia memang kehilangan alasan yang bagus untuk menolak fakta itu. “Nah, sekarang kau punya alasan untuk mencari tahu. Anggap saja sebagai sebuah percobaan.” Jiyya menggeleng tegas. “Aku tidak peduli tentang apa yang kau katakan. Intinya aku tidak akan mengejar Pak Joan!” “Mengejar saya? Apa ini Jiyya? Kamu punya rencana apa sampai mau mengejar saya?” Mampus! Tepat ketika Jiyya mendengar suara halus dibelakang punggungnya, gadis itu langsung menegang. Bahkan Silvana si kompor juga tidak mengira akan mendapati Pak Joan langsung saat mereka sibuk menggunjing soal dosen tampan mereka. Mereka berdua kini berbalik untuk menyaksikan sosok pria itu secara utuh. Mata Pak Joan benar-benar hanya tertuju pada Jiyya saat ini. Wajah Jiyya kontan merah padam, dia tidak tahu harus berkata apa. Sehingga sebagai gantinya Jiyya meminta pada Silvana untuk membantunya. “Bantu aku,” bisiknya putus asa. Tapi Silvana seolah acuh tak acuh. Membuat Jiyya harus angkat bicara untuk menyelamatkan reputasinya sendiri. “Uh, saya tidak akan mengejar Pak Joan sampai ke toilet meski saya butuh tanda tangan Anda?” Silvana tidak bisa menahan diri mendengar Jiyya yang sedang membuat alasan pada Pak Joan. Gadis itu berusaha keras untuk tidak tertawa, tapi dia gagal. Jiyya berharap dia bisa menggali lubang ke dasar tanah karena ini benar-benar sangat memalukan. Apalagi ketika mereka berdua melihat Pak Joan hanya mengangkat alisnya. “Begitukah?” tutur pria itu halus. “Jiyya, bisakah saya bertanya kenapa kamu harus membuat perumpaan yang seburuk itu?” Jiyya membeku, melihat sahabatnya hampir mati karena dipojokan oleh dosen tampan mereka. Silvana yang sudah bisa menguasai dirinya, kembali mencoba untuk mencairkan suasana yang terlanjur jadi canggung. “Maaf Pak Joan, tapi Jiyya adalah seorang wanita dewasa. Sangat tidak sopan untuk bertanya soal hal personal padanya, lagipula dia tidak berkewajiban untuk bicara terus terang tentang apapun yang ada didalam benaknya pada Anda, meskipun Anda sangat penasaran tentang itu. Ini rahasia kami para gadis.” Sebelum Pak Joan mencoba untuk buka suara, Silvana cepat-cepat mengganti topik dengan sangat smooth. Mengalihkan pembicaraan juga adalah sisi baik dari gadis itu. “Dan apa yang sedang Pak Joan lakukan? Anda baru datang ?” “Ya, begitulah. Tapi ada barang saya yang ketinggalan jadi saya bermaksud mengambilnya lagi di mobil saya.” Sungguh, saat Pak Joan bicara. Jiyya diam-diam memperhatikannya. Dosen-nya itu punya tubuh yang tegap dan tinggi ketika sedang berdiri dihadapan mereka sekarang. Terlepas dari kenyataan bahwa saat ini pria itu mengenakan masker yang menutupi sebagian dari wajahnya. Tapi, cukup jelas bagi Jiyya untuk mengkategorikan bahwa rahang pria itu begitu kuat tegas. Begitu pula lehernya, lengannya, dan tubuhnya yang terisi dengan otot-otot sempurna yang sedikit tercetak dibalik kemeja berwarna hitam yang dia kenakan. Wajah Jiyya mendadak merah apalagi menyadari saat rambut pria itu sedikit acak-acakan pagi ini. Sebuah visualisasi dalam imaji penuh kekurang ajaran langsung terlintas didalam pikirannya. Tapi Jiyya yang waras kontan menepisnya cepat-cepat. Dia tidak boleh memikirkan wajah dosen tampannya ini dalam keadaan ‘itu’. “Jiyya?” “Ah ya Pak?” “Saya dengar dari Dean dia ingin mengundang kita untuk makan malam bersama. Saya harap kamu bisa datang.” Ah? Dia tahu? Meski bertanya-tanya darimana dosennya ini tahu soal itu. Jiyya hanya menganggukan kepalanya. “Saya akan usahakan.” Pak Joan menelengkan kepala seraya memejamkan matanya setelah itu dia kemudian pamit dan kemudian meninggalkan mereka berdua. Silvana menunggu beberapa saat sampai dia memastikan Pak Joan berajak agak jauh dari mereka berdua. Dia tidak mau kedapatan sedang menggosip lagi, walaupun tentunya bukan hal yang penting bagi seorang dosen yang punya urusan lebih penting dibandingkan mendengarkan gossip diantara para gadis. Tapi setidaknya ini untuk meminimaliPak kejadian yang baru saja menimpa mereka. “Sialan kau Silvana!” Jiyya mengumpat, tapi Silvana malah tersenyum lebar. “Hei, rambutnya Pak Joan terlihat berantakan ya.” Dia mulai cekikikan. Membuat Jiyya teringat kembali atas visualisasi kotornya beberapa saat yang lalu. “Sepertinya Pak Joan terlihat seperti habis melakukan itu, dia juga terlihat lebih cerah dan tampan hari ini. Wah… aku jadi ingin tahu siapa wanita yang beruntung merasakan kehangatan tubuhnya semalam.” Jiyya kontan menjerit memukul lengan Silvana dengan buku tebalnya. “Diam! Jangan ajak aku bicara lagi. Dasar perempuan m***m!” Jiyya mendengking, namun tanpa dia sadari lirikan matanya justru malah mengarah pada sang dosen yang kini sudah memasuki bangunan kampus. Yeah, siapa kira-kira wanita yang beruntung itu? pikir Jiyya. Namun sebelum dia menghayal lebih jauh lagi. Satu tamparan Jiyya berikan pada dirinya sendiri. “Hei kenapa kau menampar wajahmu sendiri?” “Supaya tetap waras.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN