Bab 6: Hadiah Pulau Terkutuk

1006 Kata
*** "Apakah menurutmu mataku memiliki kekuatan super?" Setelah menelaah, apa yang sudah terjadi dalam hidupnya, tiba-tiba Fattah bertanya kepada Daisy. Mereka melangkah menuju apartemen baru yang berhasil mereka temukan. Apartemen itu akan dihuni oleh Daisy selama beberapa bulan, sambil mengurus perceraiannya dengan suaminya, Anton Pramoedya. "Kamu percaya itu, Fattah?" Daisy Amora bertanya seadanya. Entahlah, dia merasa seperti mendengar lelucon dari Fattah. Rasanya tidak masuk akal bila mata seseorang memiliki kekuatan super. Semua manusia memiliki kemampuan yang sama. "Aku tidak tahu. Mungkin aku cukup percaya. Maksudku, aku mengalami beberapa kejadian aneh hanya dengan memandang sesuatu." Televisi meledak tiba-tiba, dan dinding kaca yang pecah waktu itu. Semua itu membuat Fattan berpikir bahwa ada yang salah dengan mata birunya. "Apa kau mau bertanya bagaimana TV itu meledak? Itu hanyalah karena petir, Fattah," ujar Daisy. "Kau tenang saja, kita akan mengunjungi toko elektronik. Aku akan mengganti TV di rumahmu. Sekalian aku beli TV untuk apartemen ini." Pemilik apartemen mengatakan bahwa tidak ada properti tambahan di apartemen itu. Hanya ada kasur dan sofa saja. Cuma itu. Daisy merasa perlu berbelanja perlengkapan rumah sore ini. "Aku tidak bermaksud memintamu mengganti TV kami. Kurasa kamu salah paham, Daisy." Mungkin Daisy berpikir kalau Fattah sedang menyindir wanita itu. Padahal Fattah hanya penasaran mengapa selalu ada permasalahan ketika Fattah melirik sesuatu menggunakan matanya. Daisy menghentikan langkah. Dia menepuk bahu sahabatnya. "Dengar, Fattah. Aku tahu kau mengalami permasalah yang berat akhir-akhir ini. Aku tidak masalah jika membantumu. Kamu sudah membantuku beberapa hari ini." Lihat! Daisy memang mengira bahwa Fattah menginginkan TV baru. Daisy sudah berasumsi. Fattah ingin membantah asumsi sahabatnya. Namun, ia tidak mau berdebat panjang. "Aku tetap akan membelikan dirimu TV apapun yang terjadi." Daisy menepuk pundak Fattah sebelum melangkah lebih cepat menuju apartemen barunya. Fattah mematung beberapa saat ketika Daisy berteriak memintanya melangkah cepat. Fattah masih memikirkan apa yang terjadi padanya sehingga tidak bisa cepat-cepat menyusul Daisy. *** Apartemen Daisy memang murah. Sangat sesuai dengan harganya. Ukuran apartemennya pun agak kecil. Memang cocok untuk dihuni satu orang. Beruntung Daisy memiliki butik sehingga dia tidak terlalu terbebani berpisah dari suaminya yang kata raya. Dia bisa hidup mandiri tanpa bantuan Anton. "Masih banyak yang diperlukan. Kau butuh lemari pakaian. Apartemen ini sangat sepi." Fattah berkomentar mengenai apartemen pilihan Daisy. Laki-laki itu memilih untuk melupakan permasalahan mengenai matanya. Mungkin Daisy benar bahwa mata biru miliknya tak memiliki kekuatan. "Ya. Aku akan menghubungi toko bangunan. Aku memang butuh lemari." Daisy membenarkan. Drrt... drttt... Ponsel Daisy berdering. Anton masih semangat menghubunginya. Pria itu sepertinya menginginkan. Kesempatan kedua. Sayangnya, Daisy sudah tidak bisa mempertahankan hubungan rumah tangganya. Sekali disakiti, Daisy tidak akan memaafkan orang yang menyakitinya. "Lelaki kardus ini tidak berhenti menelepon!" Daisy menunjukkan ponsel miliknya yang menunjukkan nama 'penghancur hatiku' di sana. Daisy sudah terlanjur terluka. Dia tidak bisa kembali ke dalam kehidupan yang membuatnya menderita. "Boleh aku tertawa? Aku merasa ada sesuatu yang lucu saat kau memanggilnya lelaki kardus." Fattah cekikikan. Daisy ikut tertawa kecil. Dia benar-benar membenci Anton sekarang ini. "Tertawa saja." Fattah tertawa sekeras yang ia bisa. Sementara Daisy memilih enggan untuk peduli. Dia memberikan senyum kecil. Matanya masih mencari apa yang kurang. Sangat banyak yang belum ada. Kulkas, TV, peralatan dapur, galon dan masih banyak lagi. Daisy memilih mengabaikan panggilan dari suaminya yang mau bicara dengan Daisy sekarang langsung "Apa aku pernah bertanya kepadamu sebelumnya mengenai sebelah matamu yang biru? Apa alasan itu terjadi?" Daisy dan Fattah bersahabat. Mereka banyak mengobrolkan hal-hal tertentu. Mungkin Fattah pernah menjelaskan tegang matanya. Namun, Daisy tidak menyimak dengan baik. "Mata ini.... Terjadi begitu saja. Saat Imran menemukan diriku di hutan, keadaanku sudah begini. Aku bahkan lupa mengenai apa yang terjadi kepada diriku beberapa tahun lalu." Entah apa yang terjadi kala itu. Fattah tiba-tiba bangun dari tidurnya, bertemu seorang nelayan lalu disebut-sebut sebagai monster yang diutus oleh orang luar. "Kurasa infeksi pewarna?" Fattah tidak tahu cara menyebutnya apa. Apakah benar matanya terinfeksi cairan pewarna biru? Siapa sebenarnya yang melalukan hal itu padanya. Sangat kurang pekerjaan. "Oh ya. Itu terdengar lebih masuk akal, walau mungkin sangat aneh dijelaskan. Beberapa hal di dunia ini memang tidak bisa dijelaskan. Lihat saja, aku masih secantik ini dan Anton masih mencari wanita pengganti." Daisy selalu ingin marah bila membicarakan kehidupan rumah tangganya. Dia benar-benar membenci ketidaktulusan suaminya. Obrolan mereka jeda sebentar. Fattah menyadari bahwa ia tidak bisa membicarakan Anton lagi jika ingin suasana hati Daisy tetap terjaga. Jadi, ia lebih memilih menyimak. Lagipula, jika Fattah menawarkan untuk memukuli Anton, Daisy pasti akan menolaknya. "Temani aku ke pengadilan agama besok. Aku benar-benar tidak sabar bercerai dari pria itu." Daisy bersungut-sungut. Fattah hanya menganggukkan kepalanya dengan pasti. "Oke." *** Ditemani oleh Fattah, Daisy mengunjungi toko elektronik. Sesuai janjinya sebelumnya, Daisy membelikan TV untuk Fattah sebagai ganti TV yang sebelumnya rusak karena petir. Daisy merasa itu tanggung jawabnya mengganti benda itu. Walaupun Fattah selalu menolak keinginan wanita itu. Daisy tetap bersikukuh sehingga Fattah hanya bisa pasrah. "Ada lowongan pekerjaan. Hadiahnya lumayan besar," ujar salah seorang di toko elektronik. Fattah yang masih melihat-lihat barang-barang yang akan dipilih Daisy merasa begitu tertarik dengan bisikan lowongan pekerjaan itu. "Siapa saja bisa ikut " Pernyataan itu membuat Fattah sedikit lebih antusias dari biasanya. Artinya lowongan yang tersedia mungkin cocok untuknya. Semua orang bisa ikut maka itu berarti perusahaan itu tidak memandang siapa karyawannya. "Boleh aku lihat lowongannya?" tanya Fattah kepada orang yang tadi bicara. "Ini." Orang itu memandangi Fattah dengan tatapan yang aneh. Seperti heran dengan warna mata Fattah yang berbeda sebelah. Fattah sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Jadi ia memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Masih banyak yang harus ia pikirkan. "Dicari! Lelaki dan wanita yang menyukai tantangan! Melawan rintangan dari pulau terkutuk. Tak main-main, hadiah utama yang di dapatkan adalah 1 M rupiah. Setiap peserta berpartisipasi akan mendapatkan 100 juta pertama." Iklan itu sepertinya menggiurkan. Fattah bisa menyumbangkan 100 juta pertama untuk kehidupan adiknya. Paling tidak, Fattah berguna untuk adik semata wayangnya. Hanya saja, ada syarat dan ketentuan berlaku. Tertulis jelas di bagian bawahnya bahwa setiap peserta tidak akan menuntut apabila mereka meninggal saat bergabung dalam permainan 'Pulau Terkutuk'. Apakah Fattah harus mengorbankan nyawa untuk bergabung 'Pulau Terkutuk'?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN