Tami dan Evano sudah siap makan malam, mereka lalu melangkah menuju ruang tengah dan melihat Leonel sedang duduk membaca. Tami pun meminta kepada Evano untuk mencari tempat lain, tapi Evano tetap mau di sini.
Tami harus menghindar, Tami tidak boleh terpancing oleh Leonel yang datang hanya membuatnya susah dan banyak pikiran.
“Kapan kamu akan menikah?” tanya Evano.
“Heem? Kenapa pertanyaanmu tiba-tiba?”
“Kenapa tidak menerima permintaan Mommy untuk menjdodohkanmu?”
“Aku mencintai seseorang,” jawab Leonel.
“Wah. Benarkah? Siapa orangnya?”
“Orangnya cantik, rambutnya panjang, hitam, lebat dan seksi. Lalu … hebat di ranjang,” jawab Leonel dan melirik sebentar melihat Tami yang berusaha tidak terpancing.
“Lalu kenapa tidak kamu nikahi?”
“Aku niatnya kemari untuk menikahinya, tapi ketika aku bertemu dengannya, dia sudah menjadi milik orang lain.” Leonel menjawab.
“Benarkah? Sungguh. Kamu tidak beruntung.”
“Yes. Aku memang tidak seberuntung kamu.”
“Maksudnya?”
“Tidak apa-apa,” jawab Leonel tersenyum.
Evano menoleh melihat istrinya yang memilih diam saja dan tidak menanggapi, Tami pura-pura tidak mendengarnya.
“Padahal banyak gadis London yang cantik. Kamu hampir 10 tahun di sana, tapi kamu malah mencintai wanita yang tidak pasti seperti itu.” Evano melanjutkan.
“Sayang, ayo kita ke kamar,” ajak Tami.
Mendengar Tami mengajak Evano ke kamar, ia pun segera menceritakan lagi kisahnya.
“Kala itu ada acara di London, salah satu temanku mengadakan pernikahan dan party di London, jadi kami bertemu, setelah bertemu aku jatuh hati karena melihat penampilannya yang begitu seksi, ia mengenakan gaun hitam polos yang bersinar. Dan, kami segera ke hotel. Terjadi lah sesuatu di antara kami.” Leonel menceritakan kisah itu tepat didepan orang yang ia maksud.
“Lalu? Apa yang terjadi setelah itu?”
“Besok malamnya kami bertemu lagi dan jalan-jalan disekitar pantai, aku ajak dia ke kamarku, dan terjadi lagi.”
“Wahh. Hebat, ternyata kamu di London tidak sekedar bekerja.”
“10 tahun di London, terbayarkan dengan mengingat kejadian itu. Benar-benar indah, ku buat dia tidak bisa jalan,” kekeh Leonel.
“Benarkah? Seru sekali.”
“Seru sekali. Tubuhnya indah, seksi, kulitnya putih, tatapannya menggoda, kelopak matanya berwarna coklat dan wanginya wangi lavender.”
“Kok mirip istriku?”
Tami membulatkan mata dan tertawa terbahak-bahak. “Sayang, kenapa kamu menyamakanku dengan wanita yang saudaramu ceritakan? Banyak wanita yang punya tubuh sepertiku. Mungkin ciri-cirinya sama,” kata Tami menjelaskan.
Evano mengangguk.
“Bagaimana? Kita ke kamar?” tanya Tami.
“Baiklah.” Evano setuju. “Bro, aku ke kamar dulu.”
“Mau apa kalian di kamar?” tanya Leonel dengan pertanyaan yang aneh.
“Maksudnya?”
“Eh maksudku, kenapa kalian cepat sekali ke kamar?” Leonel meralat pertanyaannya. “Ini baru hampir jam 10. Kamu tidak mau minum dan bercerita denganku?”
“Bro, aku punya istri,” kekeh Evano.
“Lalu?”
“Jangan ganggu aku. Aku mau menghabiskan malam dengan istriku,” seru Evano.
“APA? KENAPA?” Leonel bangkit dari duduknya karena amarah menguasainya. Bisa-bisanya Evano mengatakan hal itu kepadanya.
“Kenapa kamu berteriak?” Evano menautkan alis.
“Oh tidak, aku hanya terkejut.”
“Kamu ini seperti orang cemburu saja.” Evano tertawa menggoda. “Makanya menikah.”
“Ayo sayang, kita ke kamar,” ajak Tami karena tidak mau ada obrolan panjang lagi. Jika terus mengobrol bisa saja Leonel mengatakan hal yang sebenarnya.
Tami dan Evano masuk ke lift, ketika lift tertutup Evano lalu mengecup bibir istrinya, Evano tersenyum simpul disela ciumannya dan akhirnya memagut bibir ranum istrinya dengan rakus, seperti memakan sebuah coklat.
Mereka keluar dari lift dan saling memagut lagi, kali ini Tami mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya. Ia harus melupakan Leonel, melupakan kejadian 8 tahun yang lalu, dan mulai hidup baru dengan Evano.
Apa gunanya terus terpaku pada masa lalu, jika ia terus terpaku pada masa lalu, ia tidak akan pernah bisa menerima masa depannya.
Untungnya lantai dua ini adalah lantai tempat tinggal Evano dan Tami, jadi mereka bebas melakukan apa saja di lantai ini.
Evano memegang pinggang Tami seraya berjalan membuka pintu kamar dan membaringkan Tami di atas ranjang.
Evano membuka pakaian atasnya. Tami bergerak gelisah, seperti ada sesuatu yang menggelitik untuk menumpahkan hasrat tak terbendung ini bersama-sama. Evano menginginkan Tami dan Tami membutuhkan Evano untuk membuatnya bisa lupa pada Leonel.
Lenguhan lolos dari mulut Tami ketika Evano membuka lebar pahanya dan memperlihatkan kepemilikannya di sana. Dengan wajah merah merona, Tami membiarkan Evano bermain dengan miliknya.
***
Karena merasa haus, Tami keluar dari kamarnya dan menuju dapur lantai ini, Tami membulatkan mata dan menutup mulutnya ketika hampir membangunkan suaminya.
Leonel tertidur di ruang tengah, Tami melangkah mundur ketika Leonel melangkah memajuinya, semakin Tami mundur, semakin Leonel mendekat.
“Berani kamu mengkhianatiku,” kata Leonel.
“Apa maksudmu?”
“Kamu tanya apa maksudku? Kamu tahu apa maksudku, jadi tidak perlu berpura-pura. Kamu membuatku kehilangan kepercayaan diri, kamu b******a dengan Evano dan membuatku terluka. Apa kamu sadar apa yang telah kamu lakukan.”
Ketika sedang melangkah mundur, Tami terjebak tembok dibelakangnya. Tami hendak kabur, namun Leonel menempelkan kedua telapak tangannya ditembok.
“Kamu harus ikut merasakan sakitnya aku,” kata Leonel lalu mengarahkan kedua tangannya ke leher Tami dan mencekiknya.
“Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku,” kata Tami berusaha melepaskan tangan Leonel.
“Aku ingin kamu mati,” kata Leonel.
“Lepaskan aku. LEPASKAN AKU!” teriak Tami terbangun dari pembaringannya.
Tami membulatkan mata dan menoleh melihat suasana kamar yang tenang, Tami mimpi buruk, Tami bermimpi Leonel akan mencekiknya.
Evano menyalakan lampu nakas dan menoleh melihat istrinya yang berpeluh, walaupun AC diatur disuhu yang sejuk.
“Sayang, ada apa?” tanya Evano menyentuh bahu istrinya.
“Aku tidak apa-apa, hanya mimpi buruk,” jawab Tami mengatur rambutnya.
“Kami mimpi apa sampai berkeringat begini?” tanya Evano membelai rambut istrinya.
“Aku hanya mimpi buruk.”
“Buruk sekali?”
Tami mengangguk.
Evano meraih air botol mineral dan memberikannya kepada Tami. “Kamu minum dulu.”
Tami meraih air putih itu dan langsung meneguknya hingga tandas. Apakah akan menjadi kenyataan mimpinya ini? Jika akan menjadi kenyataan, apakah Leonel akan membunuhnya?