Restu Dion

1041 Kata
Dion sangat terkejut dengan ucapan Aska. “Maksud kamu apa?!” Kembali Dion mengulangi pertanyaannya. Aska gugup, sumpah perasaan tidak enak, takut … jelas sekali dia takut mendapat penolakan dari Dion. “Emm … gini, Om. Aku ingin menikahi Talita,” ucap Aska mantap, dan kali ini terdengar lebih tenang. “Benar?! Om nggak salah dengar?” Aska dan Aron terlihat bingung dengan pertayaan Dion. “Benar, Om. Sejak kejadian malam itu aku sadar sepenuhnya kalau aku hanya mencintai Lita.” Terlihat ada luka yang mendalam dari kilatan mata Aska, pria tampan itu menunduk, mati-matian menahan air matanya yang hampir saja keluar. Aron tidak tinggal diam, menepuk pelan punggung Aska. Meskipun masa kecilnya mendapat didikan yang cukup keras dari Andre, Aska tidak pernah mengatakannya pada siapapun, karena dia tau, jika ayah angkatnya benar-benar tulus menyayanginya. Buktinya, Andre tidak membiarkannya mati saat peluru dari Alvin mengenainya. Bahkan dia rela membongkar rahasia terbesarnya demi keselamatan Aska. Dion menghela nafas, tersenyum lembut ke arah Aska. Aron dan Aska kembali terkejut, sungguh reaksi yang di luar dugaan Aska. Awalnya Aska sempat berpikir jika Dion akan menolak lamarannya karena kesalahan Aska dulu. “o*******g jika akhirnya kamu dan Lita menikah,” ucap Dion berkaca-kaca. Justru ini sebenarnya yang Dion harapkan dari Aska selama ini, menunggu Aska untuk mengungkapkan sendiri keinginannya untuk menikahi putrinya. Tanpa disadari, Aska menitikkan air matanya, dia benar-benar terharu dengan jawaban Dion. Ternyata semudah ini untuk mendapatkan restu seorang ayah dari wanita yang dulu pernah dia campakkan. “Terima kasih, Om. Terima kasih banyak,” ucap Aska tulus. Tidak perlu diragukan lagi, Dion langsung bisa menebak isi hati Aska, dari reaksinya … dia tahu betul jika pemuda di depannya ini benar-benar tulus mencintai putrinya. “Hanya kamu yang terbaik untuk Lita, hanya kamu yang bisa menerima dia apa adanya.” Aska berdiri, bersimpuh di depan Dion. Tanpa sebuah komando, Dion langsung meraih Aska, menangkap tubuh kekar Aska agar tidak bersimpuh di depannya. “Apa yang kamu lakukan?!” Dion benar-benar terkejut dengan reaksi Aska. “Maafkan aku, Om. Maaf … andai waktu bisa berputar aku tidak akan melakukan perbuatan b***t itu, aku ini pria yang buruk, Lita sampai menderita karena kehilangan calon anak kami.” Aska menangis sesegukan, seorang ayah mana yang tidak hancur hatinya jika harus kehilangan darah dagingnya sendiri akibat kesalahannya. Dion menepuk pundak Aska, memberinya sebuah kekuatan. “Sudahlah … semua sudah berlalu. Kita hanya tinggal memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki.” Aron yang dari tadi diam, ikut berdiri mendekati Aska, menepuk pelan pundak kakaknya, dia tau betul bagaiman seorang Aska. Seseorang yang selalu memendam rasa sakitnya sendiri, seseorang yang tidak pernah menceritakan isi hatinya meskipun itu sangat pahit. Aska bahkan tipe orang yang rela berkorban nyawa demi orang yang dia kasihi. “Sudahlah, gue nggak pengen mewek!” Inilah sikap Aron yang kadang membuat orang jengkel sekaligus gemas, Dion sampai tersenyum mendengar ucapan Aron. “Iya, kata Aron benar, sekarang waktunya keluarga kita bersatu.” Aska tersenyum, kenapa dulu dia sempat berpikir buruk tentang orang-orang ini, padahal mereka sangat baik, bahkan setelah semua perbuatan buruknya, mereka tidak membenci Aska sama sekali, malah sebaliknya mereka menerima kehadiran Aska dengan suka cita. Aska merapikan wajahnya, memghela nafas lega, menatap ke arah Dion. “Aku janji, Om. Aku akan membuat Lita menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini.” Inilah janji Aska kepada Dion. “Om percaya sama kamu, Ka.” Dion terdiam sejenak, menghela nafas. “Apa kamu sudah bertemu dengan Lita?” Aska tertunduk, rasanya nyeri sekali jika ingat kejadian tadi. “Sudah, Om. Tapi ….” Aska tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi. Dion mengernyit, merasa curiga dengan perkataan Aska. “Ada apa ini?” tanya Dion memastikan. Aska masih terdiam, berusaha mengatur detak jantungnya yang tak teratur. Aron melirik ke arah Aska, paham dengan kondisi kakaknya saat ini. “Lita sepertinya trauma kalau melihat Aska, Om.” Bagi Aron lebih baik jujur dari pada harus menyembunyikan sebuah fakta. Reaksi Dion sungguh di luar dugaan, dia sepertinya tidak terkejut sama sekali dengan pernyataan Aron. “Itu tugas Aska untuk membujuknya.” Aska cukup kaget dengan kata-kata Dion, dalam hati dia mengagumi sikap Dion yang sangat bijaksana. “Aku akan berusaha mendapatkan hatinya kembali, apa pun itu resikonya, aku siap menanggung semuanya.” Aska mengucapkannya tanpa ragu. Aron tersenyum, menepuk pelan punggung Aska. “Gini, dong! Ini baru Kakak hebat gue!” ucap Aron bangga. “Paan sih!” Sebenarnya bangga dengan ucapan Aron, tapi Aska harus jaga gengsi di depan calon mertuanya. Tiba-tiba saja ketiganya menoleh saat pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok Alea yang terlihat cukup kacau. Dion terlihat khawatir, berjalan mendekati Alea yang masih berdiri di depan pintu. Aron dan Aska terlihat bingung dengan keadaan Alea yang seperti itu, matanya terlihat sembab, sepertiya dia baru saja menangis, itu yang ada di pikiran Aron dan Aska saat ini. Dion menggenggam tangan Alea, menutup pintu ruangan, membimbing Alea berjalan menuju sofa, mendudukkan Alea di sana. “Ada apa, Ma ...?” tanya Dion khawatir. Alea kembali menitikkan air matanya, membuat Dion semakin khawatir. “Ma, ini ada apa?” Kembali Dion memastikan, menggenggam tangan Alea agar bisa lebih tenang. Aron dan Aska tidak tinggal diam, keduanya kembali duduk di sofa dengan posisi berhadapan dengan mereka. “Tante ada apa?” Aska yang cukup khawatir dengan keadaan Alea memberanikan diri untuk bertanya. Alea yang tidak terlalu fokus ternyata baru menyadari keberadaan Aron dan juga Aska di tempat itu, Alea menatap heran ke arah Aska, berbagai pertanyaan terlintas di benaknya. “Kamu sedang apa di sini, Ka?” tanya Alea, menghapus air matanya yang entah kenapa susah sekali untuk berhenti. Aska terlihat cukup bingung dengan pertanyaan Alea, Dion yang mengetahui reaksi Aska ikut angkat bicara. “Aska melamar Lita,” ucap Dion. “Benarkah?!” Wajah Alea terlihat bersemangat. “Iya, Tan!” jawab Aska mantap. “Tapi bagaimana dengan Lita?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Alea. Dion mengernyit heran. “Maksud kamu apa, Ma?” tanya Dion heran. Alea menoleh ke arah Dion. “Lita, Pa ….” Dion terlihat panik. “Lita kenapa?” tanya Dion cemas. Alea kembali menitikkan air matanya, ada rasa khawatir yang luar biasa di hatinya. “Lita pergi, Pa ….” Aska berdiri, sangat terkejut dengan ucapan Alea. “Pergi?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN