CHAPTER 5 ~ JANGAN SENTUH AKU!

1042 Kata
Lingga mendelik ke arah Aruna. Tidak ada tanggapan, selain tatapan yang semakin melebar. Hal itu membuat Aruna seketika menciut lagi dan pura-pura fokus kembali ke ponselnya. "Dia pikir, aku akan tertarik karena kopi ini enak apa? Nggak semudah itu, Aruna," gumam Lingga seraya meletakkan kembali ke cangkir kopi itu ke tempat semula. "Beruntung banget dia punya suami tampan kayak gue. Lah, gue? Dapatnya malah yang setengah cowok, sial!" bisik Lingga lagi. Sedikit mengumpat, sebelum memulai kembali pekerjaannya. Beruntung ucapannya tidak sampai ke telinga Aruna. Suasana hening seketika mendominasi. Tidak ada lagi perbincangan di antara mereka, meski hanya sepatah atau dua patah kata. Keduanya tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sesekali Aruna masih mencuri pandang ke arah Lingga. Namun, tidak dengan Lingga yang terlihat tidak peduli dengan keberadaan Aruna di sana. Hingga malam pun semakin larut. Aruna yang masih belum beranjak dari tempat semula, tampaknya sudah mengantuk. Hal itu terbukti dari sikapnya yang beberapa kali menguap dan melirik ke arah tempat tidur. 'Ya Tuhan ... mataku berat banget,' batinnya mengeluh. Ia melirik lagi ke arah tempat tidur, lalu ke arah Lingga secara bergantian. Ingin rasanya melempar secepat kilat tubuhnya ke atas kasur, tetapi ia bingung. Bagaimana mungkin ia akan tidur satu ranjang dengan pria yang tidak dicintainya? Mata Aruna terasa semakin berat. Hingga ia merasa bangkit begitu saja tanpa memikirkan apa pun, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan perlahan. Dengan mata yang sedikit memicing, ia masih bisa menangkap sosok Lingga. Terlihat jelas jika pria itu sedang memperhatikannya dari kejauhan. "Ah, kenapa dia menatapku kayak gitu?" desahnya dengan suara sangat lirih. Semakin lama, tatapan Lingga terlihat semakin berbeda dari sebelumnya. Belum lagi senyumnya yang menawan, sontak membuat Aruna semakin merasa heran. Wanita itu pun berusaha untuk membuka mata dengan lebar. Namun, apa yang terjadi? Lingga justru bangkit dan mendekatinya. "Kak Lingga? Kamu mau ngapain?" Aruna terkejut dan langsung beringsut mundur hingga posisinya berubah menjadi sedikit bersandar, ketika Lingga semakin mendekatinya, bahkan hampir menindihnya. Belum lagi tatapan s*****l pria itu membuat Aruna merasakan seluruh tubuhnya meremang seketika. Entah setan apa yang mendadak merasuki tubuh Lingga. "Nggak! Tolong jangan mendekat! Aku Aruna, bukan Kak Syla!" Aruna semakin ketar-ketir. Ia tampak menggelengkan kepala berulang kali, sambil terus beringsut menghindari Lingga. Padahal ia tahu tubuhnya sudah tak bisa lagi lari ke mana-mana, karena kini Lingga sudah naik ke atas tepat tidur. Tepat di depannya. "Kak Lingga, jangan! Aku akan sangat marah kalau kamu melakukannya. Please!" pekik Aruna masih berusaha menolak, sementara Lingga hanya diam saja. Mata Aruna membeliak saat tiba-tiba tangan Lingga terangkat dan hendak membelai rambutnya. Dadanya tampak naik turun, berusaha keras mengatur napas dan degup jantung yang sudah tak karuan. "Jangan sentuh aku!" Secepat kilat Aruna menghalau tangan kekar itu dengan kasar menggunakan tangan kanannya. Tatapannya semakin membabi buta. Tentu ia tak akan membiarkan pria asing mana pun menyentuhnya. Ya, pada kenyataannya Lingga memang hanya pria asing baginya, meski kini mereka sudah menikah. "Minggir! Singkirkan tanganmu itu!" teriak Aruna saat mendapati tangan Lingga yang masih berusaha ingin menyentuhnya. "Aruna! Kamu sudah gila?" Aruna mengerjap mendengar suara lantang Lingga. Ia mendapati Lingga tengah berdiri di depan, sambil memegang kedua bahunya. Ia menoleh ke kanan dan kiri secara bergantian. Ada yang aneh. Mengapa tiba-tiba ia berada di kursi meja rias lagi? 'Apa yang sudah terjadi barusan? Kenapa aku masih di sini? Bukankah tadi—' "Gila kamu! Kamu mau semua orang di rumah ini dengar teriakan kamu, hah?" bentak Lingga seraya melepaskan tangannya dari bahu Aruna dengan sedikit kasar. "Hah?" Aruna menatap bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa, sementara dirinya masih syok atas peristiwa menegangkan yang baru saja terjadi. "Hah heh hah heh! Kamu sadar nggak, sih? Kamu hampir saja bikin aku malu! Nggak usah mikir yang aneh-aneh dan bikin orang lain berasumsi negatif tentang kita!" tukas Lingga sangat murka. "Ma-maaf, a-aku ...." Aruna menggantungkan ucapannya, saat menyadari bahwa apa yang baru saja dialaminya hanyalah sebuah khayalan semata. 'Sial! Gue mikir apa, sih? Argh!' umpat Aruna dalam hati sambil memejamkan matanya. "Bikin malu saja!" kesal Lingga seraya beranjak ke tempat tidur. Pria itu tampak merebahkan tubuhnya di sisi kanan tempat tidur. Ia berbaring miring membelakangi Aruna yang masih duduk di tempat semula. Hatinya sangat kesal. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Aruna. Sungguh membuatnya sangat geram. Beruntung tak ada satu pun yang mendengar teriakan wanita itu. Entah apa yang akan terjadi, jika mertuanya sampai mendengar itu. Sempat ia merasa khawatir melihat sikap Aruna yang tiba-tiba histeris tadi. Namun, sekarang ia memilih untuk tidak peduli. Sungguh wanita itu sudah mengganggu konsentrasi dan kenyamanannya malam ini. "Awas saja kalau dia bikin ulah lagi. Akan gue kirim ke kutub utara sekalian!" gerutu Lingga lirih. Namun, masih terdengar oleh Aruna. Selang beberapa menit. Aruna tidak mendapati Lingga bergerak sedikit pun. Setelah mengakhiri lamunannya, ia pun beranjak menghampiri tempat tidur. Tatapannya menyapu tempat tidur yang berbalut seprai putih dan sudah terisi sebagian oleh pria menyebalkan itu. Ah, sepertinya bisa tidur nyenyak di tempat tidur hanya akan menjadi khayalan untuk malam ini. Ia tidak mungkin mengambil posisi di samping Lingga. Pandangannya beralih ke sebuah bantal. Sepertinya ia akan memutuskan untuk tidur di tempat lain. "Mau ngapain lagi kamu? Mau ganggu tidurku?" Lagi-lagi Aruna dikagetkan oleh Lingga yang tiba-tiba membalikkan badan ke arahnya. Ia pikir, pria itu telah benar-benar pulas, ternyata dugaannya salah. Entah kesialan apa lagi ini? Sungguh malam yang menyebalkan. "Ng-nggak. A-aku cuma mau ngambil bantal. Aku mau tidur di sofa," jawab Aruna gugup, lalu secepat kilat meraih bantal kosong yang berada di samping Lingga. Tanpa menunggu tanggapan dari pria itu, ia segera beranjak dari sana dengan langkah sedikit tergesa. Setelah mengambil selimut dari dalam lemari, ia pun memutuskan untuk segera merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang, tempat Lingga bekerja sebelumnya. Sofa itu berada tepat di samping jendela kamar. Cukup jauh dari tempat tidur. Setidaknya tempat itu akan cukup aman juga untuknya beristirahat malam ini daripada harus tidur di lantai atau di tempat tidur bersama Lingga. Namun, sial. Rasa kantuk yang sedari tadi begitu membebaninya, tiba-tiba saja hilang karena kejadian tadi. Ia pun terpaksa harus menunggu beberapa lama untuk mengembalikan rasa kantuknya. Sejenak, Aruna melirik ke arah Lingga yang sudah tertidur pulas. "Enak banget dia tidur di kasur. Padahal itu tempat tidurku, tapi dia nggak peduli lihat aku tidur di sini. Nggak sadar diri banget!" umpatnya pelan, sebelum memejamkan mata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN