01. Terlahir Kembali Di Suatu Dunia Aneh

1727 Kata
“Dia bangun.” Kalimat pertama yang ia dengar setelah membuka mata dari tidur yang cukup panjang dan terasa berat. Ia belum berucap apapun meskipun kini orang-orang baik perempuan maupun pun laki-laki memandangnya dari jarak yang cukup dekat. Ia terbiasa dengan itu, para pegawainya juga biasanya begitu, apalagi para perempuan yang sejak dulu tertarik dengan wajah tampannya. Namun, kini yang tak ia pikirkan, siapa orang-orang yang ada di hadapannya? Apa mereka pegawainya? Jelas bukan, ia mandor kontraktor pegawainya kebanyakan bahkan hampir semuanya laki-laki. Apa teman ibunya yang menjenguk di rumah sakit? Terlihat tidak nyata, karena ibunya perempuan galak, bahkan tetangga saja tidak punya. Ia tak ingin bereaksi, tapi matanya malah mengitari sekeliling. Di samping kanan-kirinya tertidur banyak perempuan dan laki-laki yang melihatnya, mungkin dari mereka ada sekitar dua puluh orang, baik tua-muda hingga anak-anak. Melihatnya bereaksi seorang perempuan dengan gaun merah pudar menghampirinya. “Kau sudah sadar, Nak? Apa tubuhmu sakit? Apa yang kau rasakan?” tanya perempuan itu bertubi-tubi, tangan gempalnya terus memegangi wajah dan tubuhnya berulang kali. Sedangkan ia tak bereaksi apapun. Ia bingung dengan maksud yang dikatakan perempuan aneh itu. Tapi yang lebih aneh lagi ia paham bahasa yang perempuan itu gunakan, jelas sekali itu bukan bahasa inggris atau bahasa nasional negaranya. Hal itu kembali membuat kepalanya pusing, ia pun kemudian memutuskan untuk kembali menutup mata sejenak, mungkin efek terjatuhi bahan bangunan masih sangat terasa, kemudian ia membukanya lagi, tapi tak ada apapun yang berubah, ia masih di sana, masih berada di kamar yang sama dan masih di kelilingi dengan orang-orang yang sama pula. Di mana dokter? Di mana Ibunya juga kekasihnya Emili, harusnya mereka berada di sini sekarang menunggunya karena ia hampir sekarang. Ia mulai ingat sejenak bahwa kemungkinan terbesar harusnya ia mati. Manusia mana yang tak akan mati juga terjatuhi bahan bangunan dengan baja yang berukuran sangat besar jatuh dari atas dan tepat menghantam kepala dan tubuhnya. Namun, saat ini ia masih bisa menggerakkan tubuh dan tangannya, ia melihat anggota tubuhnya masih utuh. Utuh? Kemudian ia tersadar dengan kata itu, semuanya memang utuh, tapi ada yang aneh. Ia mulai memperhatikan kembali tangan dan kakinya, mereka bertambah kecil tapi bukan hanya itu tapi juga tubuhnya. Ia kaget dan bingung, apa sebenarnya yang terjadi padanya, mengapa semuanya menjadi aneh, ia sudah berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia sedang bermimpi tapi tetap tak bisa. Tubuhnya mengecil, saling kecilnya ukuran sesuatu di dalam celana dalamnya ikut berubah. Dengan cepat kemudian ia bangun, linglung dan bingung. Orang-orang di sana ikut panik begitu juga dengan perempuan tua tadi yang banyak bertanya tentang dirinya meskipun tak satu pun ia jawab. “Kau tak apa-apa?” tanyanya lagi, kini ia menggelengkan kepalanya. Padahal jelas sekali bahwa ia kenapa-kenapa, tapi ia tak yakin. “Aku kenapa?” kini ia bertanya, membuka mulutnya dan mulai berbicara bahasa yang benar-benar tak ia mengerti. Ia bingung dengan itu. Perempuan tua tadi menceritakan bahwa dirinya tersambar petir saat tengah bermain di bahwa hujan, karena sambaran itu ia jatuh pingsan hingga beberapa jam, dan perempuan itu juga mengatakan bahwa dirinya adalah Vina, ibunya. Jelas sekali bukan, ibunya bernama Natasya bukan Vina, itu yang ia ingat. Namun, dilihat dari manapun perempuan itu sepertinya tak berbohong, lagi pula tubuhnya saja berubah menjadi anak kecil, tinggal di kamar aneh dengan orang-orang yang aneh, pasti ada hal yang jauh lebih aneh juga yang terjadi, misalnya ia benar-benar tersambar petir dan konyolnya masih kembali hidup. *** Lalu waktu itu berjalan, ia menyadari bahwa dirinya bukan Richard lagi melainkan seorang anak kecil yang akhirnya ia tahu bernama Agrasa Ryuma, ia berusia delapan tahun anak dari pasangan petani biasa yang tinggal di kota kecil bernama Tron. Meskipun itu terasa tetap aneh baginya, seolah ia hidup kembali. Mana mungkin ada orang yang percaya bahwa manusia bisa hidup lagi atau lebih tepatnya bereinkarnasi, meskipun mungkin ada sebagian dari mereka, tapi itu terdengar sangat mustahil untuk manusia di jaman mondern ini. Tunggu dulu, ia tak sedang berada di dunianya tak ada hal yang di sebut modern di sini. Sejak tadi ia hanya melihat pohon, rumah-rumah dari batu-bata dan kayu, tanpa gedung pencakar langit ataupun tiang-tiang listrik yang dialiri kabel di sepanjang jalan. Tak ada apapun, hanya jalanan lengang yang penuh dengan rumput-rumput hijau, rasanya di kampung tempat neneknya tinggal saja sudah ada menara untuk menghubungkan saluran telephone. Jika benar ia terjebak di dunia lain, atau lebih tepatnya berpindah kedunia lain, tapi mengapa harus kedunia yang ia sendiri tak mengerti tempatnya? Mengapa tidak di Eropa saja yang indah atau Hawai yang sejuk? Ia bisa menikmati suasana pantai yang tenang sambil berlibur tanpa beban, bukannya tempat asing yang sangat asing baginya. Bahkan ia saja tak memiliki ponsel atau komputer untuk bisa bermain Game, ia tak yakin di tempat seperti ini ada hal-hal seperti itu. Atau memang ada kabel optik itu terpasang di tanah dan di lautan, tidak mungkin. Itu terasa cukup aneh, jika memang ada seharusnya ada juga satelit dan pemancar jaringan. Kebingungannya semakin menjadi, ia bingung dengan semua ini, pikirannya masih tak bisa mencerna apapun seolah semuanya berbaur menjadi satu. Jika ia berada di tempat ini, lalu bagaimana dengan tubuhnya? Apa itu berarti di sana ia sudah mati? Atau jangan-jangan ia sudah di kuburkan, di taruh di dalam peti mati? Kalau ia kembali lagi kedunianya dan terjebak di dalam peti bagaimana? Meskipun itu juga tetap aneh. Kepala kecilnya terasa sangat pusing, rasanya ia ingin segera mandi, berdiam diri dibawah shower air hangat, tidak mungkin di tempat ini ada, kan? “Bu, aku ingin mandi air hangat,” kata Richard, tidak mulai sekarang sebut saja Agras. “Kau hanya perlu keluar dari pintu itu dan menuju belakang, di sana kau bisa berendam air hangat,” kata perempuan tua yang kini bisa di sebut Vina. Vina tak setua itu sebenarnya usianya mungkin masih belum genap tiga puluh lima tahun, masih cantik dengan tubuh ramping seksi dan belahan d**a yang cukup menggoda, jika saja saat ini Agras menjadi Richard mungkin ia akan bernafsu. Agras mengindahkan apa yang dikatakan Vina, ia kemudian berjalan menuju pintu belakang dan kemudian mendapati bahwa di belakang hanya halaman luas yang ada beberapa pohon jarang, di sampingnya ada sebuah galian cukup besar dengan tumpukan batu mengeliling mirip seperti air di pemandian hangat yang ada di Jepang. Agras mendekatinya, meskipun masih sedikit malu-malu, ia memang malu. Ia tak mungkin mandi di tempat seterbuka ini, di tempat semua orang pasti bisa melihatnya, ia tak bisa melakukan hal itu. Bahkan saat pergi ke-Jepang karena urusan dinas pun ia tak ingin mencoba pemandian air hangat, mana banyak lelaki yang berkumpul di sana, bertelanjang dan memperlihatkan tubuhnya. Memang seharusnya ia tak malu karena sama-sama lelaki dan ia pun memiliki tubuh yang bagus, bersih yang jantan, apalagi benda itu juga gagah, seharusnya ia bangga dengan itu, tapi tidak bisa. Namun, sekarang bukannya berbeda, tubuhnya masih kecil anak berusia delapan tahu, harusnya ia tak perlu malu jika bersikap biasa dan lagi pula tak ada yang mempedulikannya. Dari pada memikirkan hal itu Agras kemudian melepaskan seluruh pakaiannya dan bertelanjang, tak berapa lama ia pun masuk kedalam kolam kecil itu, nikmat sekali. Agras menghembukan napasnya perlahan, seorang semua pikiran kacau dan racun yang ada pikirannya bisa ikut terbang bersama uap air panas, hal-hal aneh beberapa hari ini setelah ia terbangun seolah bisa menghilang dengan sendirinya, ia berharap juga begitu. Jika memang tak bisa kembali kedunianya lagi, ia berharap dunia barunya akan jauh lebih menyenangkan lagi. *** Beberapa minggu sudah berlalu semenjak ia bangun dari sadarnya dan hidup menjadi seorang anak kecil benama Agrasa Ryuma berusia delapan tahun, hal-hal membosankan terus terjadi dalam hidupnya, tak ada yang istimewa. Ia harus bermain bersama anak-anak seusia Agras yang sangat kekanakan dan ia tak mengerti permainan itu. Masa kecilnya dulu sudah bermain dengan menggunakan senjata sejenis pistol mainan, pedang, mobil dan sebagainya, sedangkan di tempat ini hanya da pedang kayu, bermain lumpur dan hal membosankan lainnya. Seandainya ia tinggal bersama ibunya yakni Natasya mungkin ia akan dimarahi sampai menangis, ia membayangkan saja sudah membuatnya takut sendiri. Bagaimana tidak, ibunya adalah perempuan single parent yang sudah mengurus dirinya sejak masih bayi, ayahnya pergi entah kemana karena ia tak pernah menanyakan hal itu juga tak pernah ingin peduli, sang ibu juga tak pernah menceritakannya. Ibunya sangat galak bahkan jika ia salah memukulnya adalah hal yang harus, sang ibu doyan bermain judi dan mabuk tapi ia tetap mengurusnya dan tak menelantarkannya. Ibunya terus menjaganya sampai ia lulus sekolah, kemudian setelah memulai kuliah ia pindah kekota lain dan hidup di sana seorang diri, karena perawatan ibunya sejak kecil yang keras ibukota tak pernah sekeras itu, bahkan setelah ia lulus dan mendapatkan pekerjaan ia bisa menjalaninya dengan mudah, kecuali untuk masalah seorang perempuan. Ia tak bisa menyelesaikannya. Ia memiliki kekasih, namanya Emilia. Perempuan yang bekerja di sebuah bank nasional, cantik dan pandai, anak dari seorang pengusaha kaya raya dan tak pernah menuntu apapun. Bahkan sebenarnya pekerjaan sebagai mandor konstruksi sebelumnya adalah pemberian dari ayah Emilia. Namun, ia beberapa kali terlibat masalah pelik dengan Emilia hingga yang terakhir sesaat mereka bertengkar dan pergi ke tempat kerja dengan marah ia terkena karma itu, jika bisa kembali, ia ingin meminta maaf pada Emili karena sudah berkata kasar padanya dan membuat hatinya sakit, pasti itu sangat jelas sekali terlihat di sana. Sekarang yang masih ia pikirkan bagaimana caranya ia kembali? Dan yang paling penting apakah ia kembali? Apakah ia bisa berpindah satu tempat ketempat lain seperti film-film sci-fi yang sering ia lihat dan ia baca dari n****+ yang Emilia sukai, jika bisa bagaimana caranya atau ada caranya? Ia bukan seorang mahasiswa fisika, ia hanya lulusan teknik yang tak paham dengan hal-hal terkait sains, ia saja sudah pusing belajar tentang matemati di kelas, jika bukan mata kuliah wajib mana mungkin ia mengambilnya, dosen pengampu Mr. Tramp memberinya nilai C dan ketika aku protes ia malah mengatakan, “Untung aku tidak memberimu nilai E.” Padahal ia pikir tak sebodoh itu karena ia bisa lulus tepat waktu, yakni lima tahun, tidak lebih tepatnya terlewat satu tahun tapi tidak sampai ia di keluarkan dari kampus. Ibunya bilang jika sampai ia dikeluarkan dari kampus ia harus kembali membajak ladang di sawah. Setelah semua hal itu kini ia berpikir apa yang harus ia lakukan? Menunggu sampai ia bisa kembali kedunianya atau tetap berada di sana sampai ia mati dan menunggu jika ia bisa bereinkarnasi lagi? Itu terasa janggal bukan, jika ia bisa kembali kedunianya itu baik, tapi bagaiamana jika ia tak kembali sama sekali dan malah berada di dunia lain, bukanlah itu semakin menakutkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN