"Wah ... udah saya duga hasilnya bakal sebagus ini," gumam Nirwana, menatap sosok Barat di depannya. "Oke, tahan ...." Kembali dia arahkan lensa kamera kepada tubuh pria itu.
Bunyi jepretannya mengudara di kala Nirwana berhasil mengabadikan foto demi foto.
Mantap.
Nirwana berdecak kagum. Tidak salah hasil pengamatannya, tubuh sang pengawal selain cocok untuk jadi perisai, rupanya cocok juga untuk jadi model produk-produknya.
Oke, sip.
"Ganti." Nirwana tampak semringah. "Coba pakai yang ini." Dia sodorkan baju berikutnya.
Yang Barat pandangi.
Jadi ... ini, ya?
"Asal wajah saya jangan muncul di sana."
"Iya, siap. Konsepnya juga mistsrius, kok." Kepikiran saat tadi Barat menolak disoroti kamera wajahnya. Nirwana pun meminta Barat pose tampak belakang saja, sedang yang tampak depannya dibuat sebatas leher. Dari sini, Nirwana mainkan sebagai ajang marketing market place-nya, terutama untuk pemasaran di media sosial. Asal konsisten, yang artinya ... Barat sangat dibutuhkan untuk konsep ini sepanjang masa penilaian dan jika memang menghasilkan.
Meski kelihatan enggan, tetapi Barat manut. Dia ganti pakaian yang sudah Nirwana siapkan sekedatangan mereka di tempat ini.
Yang mana Ratih memperhatikan, Nirwana bertandang tanpa kabar-kabari ke rumah produk mereka. Sebuah bangunan yang keduanya sewa untuk tempat barang dagangan. Well, kebanyakan Nirwana menjual baju, khususnya couple untuk kondangan ala-ala atau pakaian acara-acara.
"Ya ampun ... ternyata kamu kenal sama cowok itu, Na? Ish, gimana, sih! Kapan hari di kafe kamu--aw!"
Ratih ngomel membisik, Nirwana pangkas dengan cubit, sebab sosok Barat sudah keluar dari kamar pas.
"Emang, ya, pinter kamu cari model. Tampak belakang juga kelihatan gantengnya. Top, deh!" Ratih acungkan dua jempol.
Sementara itu, Nirwana sibuk dengan kamera. Dia abadikan sosok Barat di sana untuk pakaian prianya.
"Eh, Na ... ini kamu beli bahan buat ... jahit sendiri?"
Nirwana menoleh. "Nggak, nanti aku minta orang konveksi, cuma desainnya biar dari aku aja."
"Wah ... ini, nih. Dari dulu aku pengin bilang gini. Ide-ide baju gambaran kamu, kan, bagus banget. Cuma takut kamu kesinggung soalnya, kan, dulu kamu bilang ...."
"Oh, iya." Nirwana garuk tengkuk. "Tapi itu dulu, ya ... ya udahlah."
Barat memperhatikan.
Hingga waktu tak terasa terus berjalan, pulang-pulang Nirwana tampak kelelahan.
"Mm ... Barat."
Kontan yang disebut namanya mendongak, dia baru saja duduk di sofa yang selama ini menjadi tempat tidurnya.
Di lain ruang, Bi Sum gegas menyediakan minum untuk mereka.
Di sini, sebelum masuk kamar, Nirwana menghadap sang pengawal dan berucap, "Makasih buat hari ini dan ... pake aja kamar itu. Toh, udah nggak ada apa-apanya lagi." Seraya melenggang kemudian, selepas menunjuk kamar yang pernah dia perdebatkan.
Oke, sip. Pintu kamar Nirwana pun tertutup.
"Ini minumnya, Mas. Eh, mbaknya udah masuk kamar, ya?" Bi Sum membawa dua jus rupanya.
"Iya, simpan kulkas dulu aja. Kayaknya dia mau mandi dulu." Di mana Barat pandangi daun pintu kamar itu, meskipun sedang meneguk habis jus dalam gelasnya, tatapan Barat tidak lepas dari jejak putri Alam Semesta.
***
Malamnya ....
Ponsel Nirwana berdenting menunjukkan notifikasi pesan masuk. Gegas dia ambil dan kebetulan Wana masih sibuk dengan laptop di meja kerjanya dalam kamar nuansa serba pink, tak peduli waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Oh, satu pesan baru dari Ratih.
[Jaya Group lagi buka lowongan, haruskah kita daftar, Na?]
Seketika duduknya menegak. Jaya Group adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri fashion, cakupannya sudah tembus mendunia walau tidak berada di urutan lima besar, tetapi setidaknya di Indonesia, Jaya Group nomor wahid, satu-satunya perusahaan industri pakaian yang dikenal di berbagai negara lain juga dalam negeri ini. Karenanya, Nirwana jadi terpantik untuk terjun di bidang perniagaan macam sekarang, dengan produk pakaian dan penunjang penampilan, entah itu sepatu atau aksesorinya. Ya, bedanya, Nirwana bukan produk sendiri, baru akan dia mulai saat bisnis kecil-kecilannya itu sudah dikenal massa.
Gegas Nirwana mengetik balasan. Tentu saja, Jaya Group adalah topik perbincangannya dengan Ratih dulu, andai bisa masuk ke perusahaan itu, salah satunya saja tak apa, yang penting bisa ada di sana dan menyerap ilmu dari perusahaan besar tersebut untuk nanti diimplementasikan pada bisnis mereka.
Demikian itu, senyum Nirwana tercetak. Yang sepersekian detik berlalu, Barat membuka pintu kamar yang tepat ada di depan kamar Nirwana, juga baru saja dibuka, Nirwana hendak keluar, mereka auto berpapasan.
Agaknya, Barat tersentak meski samar. Pun, Nirwana juga sama.
Lupa.
Di rumah ini isinya bukan dia seorang, pakaian tidur Nirwana dapat dikata terlalu terbuka karena transparan dan berkerah rendah. Namun, ya sudahlah.
"Anda--"
Terpangkas oleh pintu kamar Nirwana yang ditutup seketika, Barat mengerjap di situ.
Lha ... tidak jadi keluar?
Dan baru juga Barat mengambil langkah menuju dapur, haus, suara pintu dibuka kembali terdengar. Menoleh, Barat melihat Nirwana yang ternyata sudah melapisi gaun tidurnya dengan cardigan, tampak lebih sopan.
Katanya, "Saya nggak mau dikira sedang menggoda tunangan orang."
Barat terdiam.
Nirwana mendahului, yang dia ambil air dari dalam kulkas. "Cukup dengan seseorang yang bilang bahwa saya perempuan menjijikkan karena perasaan terlarang dan menyimpan kenangan manis dari cowok yang sekarang udah jadi suami orang."
Oh, oke. Itu membekas di benak Nirwana. Dia teguk air minumnya.
"Saya nggak seburuk itu," gumamnya kemudian.
Lantas, Barat mengambil posisi di depan Nirwana yang bersandar pada meja dapur. Ketahuilah, jaraknya tipis. Agaknya, Nirwana mendongak sebab tatapan Barat mengundang bola matanya untuk balas menatap.
Sekilas, senyum Barat tersemat. Awal mula putri kesayangan Alam Semesta ini tampak sengaja berpakaian vulgar dan begitu berani di depan Barat, tetapi setelah Barat bilang bahwa dia punya tunangan ....
"Anda mudah ditipu, ya, ternyata?"
Eh?
Alis Nirwana menukik. "Maksudnya?"
Barat langsung berbalik, di setelah dia ambil botol yang tadi Nirwana letakkan di sisi tubuh pada meja dapur, lalu menuangkan ke dalam gelas. Tak merasa perlu ambil air minum dari botol lain di kulkas karena botol ini sudah Nirwana tenggak tadi, Barat tak masalah dengan itu.
Duduknya Barat di sofa ruang TV membuat Nirwana mengekor, dia ikut duduk di sana.
"Maksud kamu apa ngatain saya mudah ditipu?"
Oh, Nirwana terganggu.
Tidak terima dengan pernyataan Barat itu.
Sayang, si pencetus tampak enggan buka mulut lagi.
Ah, geram.
Nirwana sontak meraih sisi wajah Barat agar menoleh dan menatapnya. Setajam tatap, Nirwana katakan, "Fine. Saya yang mudah ditipu atau kamu yang sebenernya tukang tipu?"
Barat tetap diam, pun membiarkan telapak tangan Nirwana tetap ada di pipi sebelah kanannya, semata agar wajah ini menoleh.
"Jangan-jangan kamu ...."
Bak buku terbuka, ekspresi Nirwana mudah terbaca. Barat terkekeh kemudian, hal yang membuat Nirwana semakin geram, merasa ditertawakan, maka terlepaslah pegangan tangannya pada pipi kasar Barat yang di sana dekat rahang terdapat bulu-bulu halus bertumbuh di setelah beberapa waktu lalu Barat cukur habis.
"Saya juga nggak seburuk itu, Nirwana. Di sini saya cuma nipu Anda, kok. Nggak nipu Alam Semesta."
Ada jantung yang berdetak tidak biasa, entah ... jantung siapa. Kala tatapan keduanya berjumpa dalam remang cahaya larut malam itu.
"Eh, nggak sopan, ya, cuma sebut nama," sahut Wana, ngegas.
Mendengarnya, Barat tertawa kecil kali ini.
Lalu ... hening.
Mereka sama-sama diam, dengan tatapan lurus ke depan, duduk bersisian. Sibuk dengan pikiran masing-masing, di mana isi kepala Nirwana adalah:
'Jadi, cuma akal-akalan aja, ya, ngaku udah punya tunangan?'
Nirwana melirik sosok Barat di sebelahnya.
Seketika terngiang ucapan Barat perihal nilai diri, cowok mana pun tak akan mau dengan Nirwana yang menjijikkan ini, termasuk Barat. Ya, apalagi Baratlah. Dia tahu tentang Nirwana yang seburuk itu. Makanya tercetus ide sudah punya tunangan, dikatakan juga kepada Papi Alam, menjadi tanda bahwa--
"Kenapa?"
Nirwana terkesiap. Narasi dalam benaknya terpangkas.
"Nggak."
Oh ....
Apa dia harus sekena mental ini?
Sial.
Ke mana perginya Nirwana yang selalu percaya diri? Sampai-sampai sok-sokan sekali minta papi menikahkannya dengan cowok di sebelahnya ini.
Nirwana ... Nirwana. Jangan sampai di masa depan dia mengulang celetukan yang sama, sembarang mengajak menikah seorang lelaki. Jangan sampai. Cukup kali itu saja.
Ya, bagaimana?
Harusnya begitu, tetapi nyatanya ... malah begini.
Hari ini, di dalam kamar yang baru kali itu Nirwana tempati dengan tidak hanya dia sendiri di dalamnya, saat Wana membuka mata, saat rangkaian masa yang telah berlalu itu menyambangi otaknya, bak roll film terputar otomatis di detik matanya menangkap sesosok tubuh pria lelap tertidur di sebelahnya.
Tuhan ....
Pada dasarnya waktu sudah berlalu sejauh ini, sejauh dia dan Barat Dhanandjaya saling mengenal sejak epissode di mana papi memperkenalkannya sebagai pengawal pribadi, lalu kini resmi menjadi suami.
Ah, iya.
Suami.
Nirwana melirik sosok itu lagi. Akad baru dilangsungkan kemarin, setelah celetukan Nirwana sepulang kerja dari perusahaan Jaya Group kepada Barat yang berisi, "Apa nggak sebaiknya kita nikah aja, Barat?"
Tampak cowok itu tersentak, tetapi Nirwana tidak sedang menatapnya.
Entah kenapa, Topan jadi tidak menarik lagi. Entah kenapa, begitu menyenangkan berada di sisi sang pengawal pribadi. Dan entah mengapa, Nirwana takut kontrak Barat dengan papi selesai nanti, saat telah diketahui bahwa dirinya sudah tidak menyukai Topan lagi.
Jadi, celetukan tentang ajakan menikah itu terulang lagi, kepada sosok yang sama pula. Namun, kali itu responsnya berbeda.
"Kenapa harus saya?"
Pria yang Nirwana jatuh cintai, sang pengawal pribadi, hal yang membuat kehidupan Nirwana berwana. Iya, pasti gara-gara ini. Nirwana tidak tabu untuk mengartikan rasa hatinya kepada Barat adalah sebuah cinta. Yang tidak tertahankan di setiap dia dan Barat sedang berdua.
"Memangnya nggak boleh, ya, kalau itu kamu?"
Sayang, Nirwana gengsi. Dia tidak ingin Barat tahu bila ajakan menikah kali ini ada unsur cinta dan kesungguhan ingin memiliki. Jadi, tiap kata yang Nirwana loloskan hari itu dia arahkan pada asumsi lain. Jangan sampai Barat merasakan bahwa Nirwana sudah jatuh.
"Saya nggak punya apa-apa."
Di luar ekspektasi juga, Nirwana pikir Barat akan bilang: Kan, banyak laki-laki lain, apalagi Anda sudah menjadi bagian Jaya Group, pasti di sana banyak yang menarik. Atau bilang: Boleh. Cuma ... rasanya aneh karena Anda menginginkan saya. Jangan bilang Anda--
Ah, iya!
Memang iya.
Naksir duluan sama cowok, sebagaimana dulu kepada Topan juga begitu. Bedanya, kali ini Nirwana tidak mau menunjukkan seterang-terangan itu, tetapi perasaannya jauh lebih menggebu daripada dulu, jadi ....
Mendengarnya, Nirwana senyum. Dia jawab, "Ya, justru itu. Aku, kan, punya segalanya ... bukankah dari sana aja udah keliatan kalo kita ini cocok?"
Yang tak lagi ber-saya-saya-an. Panggilan itu sudah menjadi aku-kamu di lidah Nirwana, berkat rasa nyamannya terhadap Barat di beberapa bulan kebersamaan mereka. Namun, Barat konsisten dengan saya-Anda. Ah, tak apalah.
Yang terpenting saat itu, Barat menjawab, "Ok. Besok saya izin pulang kalau gitu, akan saya kabarkan berita pernikahan kita pada keluarga saya di sana. Tapi ...."
Sesaat di mana mata mereka bersua dalam durasi yang lama. Detik di sebelum Barat kembali berucap, "Sebelum itu, sebenarnya apa yang membuat Anda menginginkan saya?"
Tahu?
Nirwana terus terang saja. "Tubuh kamu." Dia elus d**a mantan pengawalnya itu. "Aku butuh ini, Barat."
Dengan tatapan yang amat sangat lekat, melebihi apa pun di sebelum semuanya terjadi.
Pernikahan.
Argh!
Yang mana semalam ....
"Kenapa tutup mata? Bukannya Anda menginginkan tubuh saya, Nirwana?"
Iya, itu.
Nirwana menyukai Barat, apalagi tubuhnya, tetapi maksud perkataan terus terangnya waktu itu, ya, bukan seperti ini, lho!
Sampai akhirnya, Nirwana terlelap setelah Barat habis-habisan menggodanya, dan sampai pagi menjelang ... saat ini, setelah berkisah dengan alur mundur, tibalah hari di mana yang sesungguhnya.
Barat mengerjap, menggeliat, di situ mata Nirwana auto menutup, dengan jantung berdetak cepat, jangan sampai Barat tahu bila sejak tadi Wana memperhatikannya, mengagumi seraut wajahnya, dan ... dia merasakan sebuah material lembut plus hangat menerpa kening di detik berikutnya.
Tu-tunggu!
First kiss-nya dengan Barat, yang Nirwana pikir akan terjadi bila dia yang nyosor lebih dulu nanti, tetapi barusan ....
Sebentar!
Otak Nirwana loading menerjemahkan. Perihal kecup manis di kening.
Barat pun beranjak dari sana, meninggalkan Nirwana bersama debar di d**a, yang baru kali ini merasa benar hidupnya, juga merasa ... apa bukan cuma Wana yang jatuh cinta?