Elliot memandangi wajah para pelayan di rumahnya dengan ekspresi marah, tidak menyangka bila para pelayan itu bersikap semena – mena terhadap Charlotte. Di kehidupan lalu, pria itu seringkali mendapati Charlotte tengah membereskan rumah ketika ia pulang, tetapi Elliot selalu berpikir bahwa Charlotte hanya ingin mencari perhatiannya dengan pura – pura menjadi istri yang rajin.
Akan tetapi, dia tidak menyangka bahwa selama sepuluh tahun tinggal di dalam rumahnya, Charlotte harus menghadapi penghinaan dari para pelayan.
Jika di masa lalu Elliot tidak memperdulikan sikap mereka kepada Charlotte, maka kali ini dia tidak akan pernah membiarkan Charlotte melakukan pekerjaan berat seperti membersihkan rumah.
“Kemasi barang – barang kalian semua sekarang! Mulai hari ini, kalian semua tidak perlu lagi bekerja di rumahku. Besok aku akan memberikan gaji serta bonus terakhir, lalu kalian boleh pergi dari tempat ini.”
“Tuan! Tolong, maafkan kami!” seorang pelayan menjatuhkan lututnya ke permukaan lantai. Wajahnya tampak memelas dan bahkan hampir menitikkan air mata. “Saya masih memiliki seorang anak di desa yang harus saya berikan nafkah. Jika Tuan memecat saya tiba – tiba, bagaimana anak saya bisa makan nanti?”
“Aku memberikanmu gaji dan bonus terakhir, tidakkah uang itu cukup sampai kamu menemukan pekerjaan lain?” balas Elliot.
Pelayan itu lalu menggeleng pelan. “Mencari pekerjaan di kota besar seperti ini sangat sulit, apalagi saya tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Tuan, saya pasti akan menjaga perilaku saya di hadapan Nyonya nanti. Karena itu, saya mohon jangan pecat saya.”
Pelayan yang lain pun turut meminta belas kasih Elliot secara bersamaan. Ada yang beralasan ibunya sedang sakit, keluarganya sedang krisis moneter, bahkan ada yang mengatakan bila dia masih mempunyai kredit barang – barang mewah dan tidak akan mampu melunasinya apabila Elliot memecat dia.
“Kalian ini benar – benar! Jika sebutuh itu dengan pekerjaan ini, kenapa malah bermalas – malasan dan menyuruh Nyonya rumah untuk membersihkan rumah ini?”
“Tuan! Kami sungguh menyesal telah memperlakukan Nyonya Landegre dengan buruk, maafkan kami. Tolong, maafkan kami.”
Elliot lantas mendengus saat memperhatikan wajah – wajah yang dipenuhi air mata palsu itu. “Baiklah, karena kalian begitu menyesal, maka keputusan akhir akan kuserahkan kepada Charlotte. Charlotte, apakah kamu ingin memecat mereka dan mengganti seluruh pelayan dengan yang baru?”
Charlotte merenungkan pertanyaan Elliot dengan seksama, masih tidak menyangka bila suami yang bersikeras tidak ingin melihat wajahnya setelah malam pernikahan itu, kini malah membela harga dirinya habis – habisan.
Charlotte memang sempat merasa kesal dengan para pelayan itu, tetapi dia tak mempunyai niatan untuk memecat mereka sekarang juga.
“Pada awalnya, kamu memang berkata aku adalah pelayan di rumah ini selama kedua orang tuamu tidak datang. Jadi, perbuatan mereka juga tidak bisa dikategorikan sebagai kesalahan besar,” Charlotte menambahkan, “Rasanya memecat mereka terlalu berlebihan.”
Intonasi suara Charlotte begitu lembut, terdengar seperti tetesan air yang jatuh ke genangan air. Akan tetapi, isi dari perkataannya mampu membuat hati Elliot terasa dicengkram dan diremukkan secara bersamaan.
Ucapan Charlotte tidak salah.
Para pelayan itu mampu menindas Charlotte karena Elliot yang memberikan mereka akses untuk melakukan hal itu. Seandainya saja Elliot membawa Charlotte ke rumahnya dengan penuh penghormatan, seluruh pelayan pasti tidak akan berani menyinggung hati wanita itu.
“Seperti yang kalian dengar, Charlotte mengampuni perbuatan kalian, jadi aku tidak akan memecat kalian semua.”
“Terima kasih, Tuan! Terima kasih, Nyonya! Kami pasti akan memperhatikan segala perbuatan kami di masa depan.”
Ketika para pelayan itu tengah menyelami euforia, Elliot tiba – tiba saja berkata, “Tapi sebagai pembelajaran, aku akan memotong gaji kalian bulan ini sebanyak 30%.”
Ekspresi wajah pelayan – pelayan itu lantas menggelap, mereka ingin mengatakan sesuatu tapi suara mereka tercekat di tenggorokan. Apalah arti pemotongan biaya 30 % selama mereka masih bisa bekerja di rumah ini.
Lebih baik mereka tidak memprotes apa pun daripada Elliot berubah pikiran.
Karena permasalahan sudah selesai, maka Elliot meminta para pelayannya untuk kembali bekerja dan merenungkan kesalahan mereka.
Usai para pelayan pergi meninggalkan Elliot dan Charlotte berdua di ruang tamu. Keduanya tidak mengatakan apa pun akibat merasa canggung. Elliot lantas melirik ke arah Charlotte dari sudut matanya dan mendapati wanita itu tengah menundukkan kepala seraya memilin jari – jari kecilnya.
“Charlotte, ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu.”
Charlotte mengangkat wajahnya. “Tentang apa?”
Alih – alih menjawab, Elliot malah menarik tangan Charlotte dan membawa wanita itu ke kamar utama. Sebelum Elliot menarik kenop pintu, Charlotte lebih dahulu menahan tangan pria itu, dia bahkan turut berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Elliot.
“Kenapa kita pergi ke kamar?” tanya Charlotte dengan panik.
“Aku tidak ingin perbincangan kita didengar oleh orang luar, jadi lebih baik mengobrol di dalam kamar saja.”
Charlotte lantas semakin berusaha untuk menarik tangannya dari Elliot. “Kita .. Kita bisa berbicara di ruang kerjamu. Bukankah ruangan itu juga kedap suara?”
“Ruang kerjaku ada di lantai tiga, bukankah lebih cepat bila kita pergi ke kamar saja?”
“Tapi … tapi itu tidak pantas.”
Elliot menatap Charlotte dengan bingung. “Apanya yang tidak pantas?”
“Jika kita hanya berada di kamar berdua saja, apa yang akan dikatakan oleh orang lain?”
“Charlotte, apa kamu lupa?” Elliot menambahkan, “Kita sudah menikah. Aku suamimu dan kamu adalah istriku. Walaupun kita menghabiskan waktu satu harian penuh di dalam kamar, tidak akan ada satu orang pun di dunia ini yang protes.”
Charlotte terdiam, akhirnya baru sadar kalau pemikirannya sempat keliru. Dia dan Elliot belum pernah tidur di kamar utama sejak hari pernikahan mereka, karena Elliot selalu menginap di luar dan Charlotte tidur sendirian di kamar tamu. Sebab itulah, Charlotte jadi melupakan status mereka sebagai suami istri.
Meski begitu, Charlotte tetap saja merasa enggan untuk masuk ke kamar bersama Elliot. Seumur hidupnya, Charlotte belum pernah tidur bersama dengan pria mana pun di dalam satu kamar. Jadi wajar saja apabila Charlotte merasa malu saat Elliot membawanya masuk ke dalam kamar utama.
Selain itu, Charlotte juga tidak mampu menebak isi hati Elliot, sehingga takut jika pria itu menagih malam pertama mereka hari ini.
Bagaimana pun juga, Charlotte adalah seorang istri dan ia berkewajiban untuk melayani suaminya di tempat tidur. Akan tetapi, Charlotte merasa hati dan tubuhnya belum siap untuk menerima Elliot seutuhnya.
Melihat Charlotte yang ragu – ragu, akhirnya Elliot berkata dengan serius. “Charlotte, aku berjanji hanya akan mengajakmu bicara di dalam kamar, sehingga kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.”
Kedua mata yang menyerupai buah persik itu tampak berbinar, tidak lagi memperlihatkan rasa takut seperti sebelumnya. “Kita hanya mengobrol?”
“Mhm, hanya mengobrol,” Elliot berkata, “Aku pasti tidak akan menyentuhmu jika kamu menolak.”
Keduanya menikah atas dasar perjodohan sepihak, sehingga Elliot juga sadar bahwa Charlotte pasti tidak menaruh cinta kepada Elliot di awal pernikahan mereka. Bila ingin mendapatkan hati serta raga Charlotte seutuhnya, Elliot harus berusaha keras untuk memanjakkan dan memberikan banyak cinta kepada istrinya itu.
Setelah meyakinkan Charlotte, Elliot akhirnya membawa istrinya masuk ke dalam kamar. Begitu melangkah masuk, Charlotte langsung terkejut ketika melihat kamar utama yang biasa ditempati oleh Elliot. Selama tinggal di rumah ini, seluruh pelayan berkata bahwa Elliot tidak senang ada yang memasuki kamar pribadinya tanpa izin, sehingga Charlotte belum pernah memasuki kamar utama hingga sekarang.
Dibandingkan dengan kamar lainnya, kamar utama di rumah ini terlihat paling luas. Pada bagian tengah ruangan, terdapat sebuah tempat tidur super king size yang sepertinya bisa ditiduri oleh empat orang dalam satu waktu. Kemudian di bagian samping kanan, ada jendela – jendela besar yang menjadi sumber pencahayaan utama dari kamar tersebut.
Kursi serta meja santai diletakkan di depan jendela dan di dekat sebuah rak buku yang cukup besar. Pada bagian sebelah kiri, terdapat kamar mandi yang menyatu dengan walk in closet.
Nuansa kamar ini didominasi oleh gradasi warna abu – abu sehingga menimbulkan kesan elegan serta minimalis.
“Kamu tidur di kamar seluas ini sendirian?” tanya Charlotte tanpa sadar.
“Tentu saja. Kenapa kamu begitu terkejut? Bukankah keluarga Baxter juga cukup kaya? Kamar milikmu di rumah Keluarga Baxter pasti juga lumayan luas.”
Charlotte terdiam, kemudian berbicara dengan suara kecil. “Selama tinggal bersama keluargaku, Nyonya Baxter menyuruhku tidur dengan para pelayan, jadi kamarku tidak mungkin seluas ini.”
Sebelum menikahi Charlotte, Elliot pernah mendengar desas desus mengenai Charlotte yang hanyalah seorang anak haram dari hasil hubungan gelap Jacob Baxter dengan seorang wanita pela-cur. Kehadiran Charlotte di keluarga Baxter tentu saja menjadi noda bagi Jacob dan menjadi alasan atas retaknya hubungan Jacob dengan istri sahnya —Agnes Baxter—.
Namun, Elliot tidak tahu bila Charlotte juga diperlakukan semena – mena oleh keluarga Baxter sampai harus tidur di kamar pelayan.
Dia bahkan harus memanggil Agnes dengan sebutan Nyonya Baxter alih – alih Ibu.
Semakin Elliot memikirkan hal itu, semakin pula ia tenggelam di dalam kubangan penuh rasa bersalah.
Istrinya itu sudah begitu menderita saat masih tinggal bersama keluarganya dan Elliot malah menaburkan garam di atas luka dengan membuat Charlotte sengsara di kehidupan lampau.
“Mulai hari ini, kamu akan pindah ke kamar utama dan tidur bersamaku.”
Penuturan Elliot membuat Charlotte kaget. “Tidur bersamamu?”
“Charlotte, apakah kamu juga enggan untuk tidur di satu ruangan yang sama denganku?”
Di pikiran Charlotte, ucapan Elliot seolah tengah menyindirnya. Dia sudah enggan melakukan hubungan suami istri dengan Elliot, apabila ia juga menolak untuk tidur di satu ruangan yang sama dengan pria itu, maka Charlotte tidak pantas disebut sebagai istri.
Jika seandainya Charlotte tidak bisa menyenangkan hati Elliot, mungkinkah pria itu akan kembali mengabaikannya?
“Tidak masalah jika hanya sekadar tidur,” kata Charlotte.
Elliot tersenyum, kemudian mengelus rambut Charlotte yang terasa halus. “Mhm, kalau begitu aku akan meminta para pelayan untuk memindahkan pakaian dan barang – barangmu ke kamar ini.”
Charlotte hanya mengangguk tanpa melontarkan bantahan. Setidaknya untuk saat ini, Charlotte lebih baik berusaha menyenangkan Elliot daripada pria itu berubah pikiran. Sebelum ini, Charlotte pernah mendapatkan bentakan kasar dari Elliot hanya karena ia berdiri di depan matanya, tapi sekarang dia malah bersikap lembut seperti ini.
Apa pria ini hanya berpura – pura baik karena menganggap Charlotte sebagai mainan baru yang bisa diperalat?
Entahlah, Charlotte juga tidak mengerti.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Charlotte.
Elliot kemudian mengajaknya duduk di tempat tidur dan bertanya balik, “Kamu masih kuliah sekarang?”
“Mhm. Apa kamu juga ingin aku berhenti?”
Sebelum menikah dengan Elliot, Jacob Baxter sudah menyuruh Charlotte untuk berhenti kuliah dan fokus saja menjadi istri yang baik, tetapi Charlotte tidak mau meninggalkan universitasnya begitu saja karena ia sudah berada di semester akhir.
Secara mengejutkan, Elliot malah menjawab. “Sebaliknya, aku mau kamu meneruskan kuliah.”
“Hah?” Charlotte berkata, “Benarkah?”
Elliot mengangguk, “Menikah bukan berarti pendidikanmu harus berhenti. Aku dengar kamu mengambil jurusan Arsitektur di Universitas X, sudah semester berapa sekarang?”
Charlotte bergumam. “Tujuh.”
“Kamu sudah mahasiswa tingkat akhir, akan sangat sayang apabila tidak meneruskan kuliah. Bukankah Desember kamu akan ujian juga?”
“Aku belum membayar tunggakan di semester ini, sepertinya tidak bisa ikut ujian,” kata Charlotte pelan.
Elliot tertawa, “Kamu mempunyai aku, kenapa masih takut tidak dapat membayar tunggakan? Beritahu totalnya, aku akan melunasi tunggakan kuliahmu.”
“Kamu tidak perlu melakukan itu, aku tidak mau merepotkan kamu,” ujar Charlotte dengan sopan.
Perkataan Charlotte membuat Elliot geram. “Apanya yang merepotkan?! Sebagai suami, tentu saja aku harus bertanggung jawab penuh atas kehidupan kamu!”
Di kehidupan lampau, Charlotte tidak lagi mendapatkan sokongan biaya dari Jacob dan Elliot juga tidak mau membuang uang untuk Charlotte. Karena itulah, wanita itu tidak meneruskan kuliah dan menjadi tahanan rumah selama kurun 10 tahun.
Sekarang, Elliot tentu saja akan melakukan yang terbaik untuk Charlotte.
Akhirnya setelah diyakinkan oleh Elliot, Charlotte memberitahu jumlah tunggakannya dan membiarkan Elliot membayar tunggakan tersebut.
“Aku sudah membayarnya, sekarang kamu bisa ikut ujian di bulan desember. Bukankah biasanya mahasiswa Arsitektur akan merancang sesuatu untuk ujian mereka? Apa tema rancanganmu sekarang? Sudah sampai mana progressnya? Apakah kamu butuh bantuanku untuk mengerjakan tugas?”
Pertanyaan yang dilontarkan Elliot terlalu banyak, sampai membuat Charlotte berpikir bila Elliot adalah dosennya yang selalu menanyakan progress setiap kali bertemu Charlotte.
“Semester ini aku merancang bangunan Transite Oriented Development (TOD), selama dua minggu terakhir aku tidak masuk kuliah, jadi tugasku agak terbengkalai. Aku bahkan belum menyelesaikan rencana denahnya. Apa sebaiknya aku mengulang mata kuliah saja tahun depan?”
Seminggu sebelum pernikahan, Charlotte disibukkan dengan berbagai macam persiapan untuk menikah dan seminggu setelah pernikahan, Charlotte disibukkan dengan segudang pekerjaan rumah yang tiada habisnya.
“Mata kuliah perancanganmu ada di hari apa?”
“Kamis.”
“Kalau begitu masih ada waktu satu minggu, aku bisa membantu kamu mengerjakan tugas di hari sabtu dan minggu. Jadi, kamu tidak perlu mengulang tahun depan.”
Charlotte tertegun. “Tapi, kamu juga harus bekerja di hari biasa. Tidakkah melelahkan untuk membantuku di hari libur?”
Elliot mengelus pipi Charlotte saat dia membalas. “Tidak apa – apa, memastikan kamu lulus tepat waktu juga merupakan tanggung jawabku.”
Kata – kata manis Elliot akhirnya membuat Charlotte menyunggingkan seulas senyuman. “Terima kasih, Elliot.”
Aku tidak tahu kamu bisa sebaik ini. Pikir Charlotte di dalam hati.
“Kalau begitu, bisakah aku mendapatkan ciuman sebagai hadiah?” tanya Elliot seraya tersenyum penuh pengharapan.
Sontak Charlotte segera menundukkan kepalanya dan rona merah perlahan mulai menjalari pipinya. “Kamu bilang kita hanya akan mengobrol.”
“Charlotte, sedikit ciuman tidak akan menyakitimu,” bujuk Elliot.
Charlotte menggigit bibir bawahnya sejenak, sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Hanya sedikit?”
“Mhm, hanya sedikit.”
Dengan ragu – ragu, Charlotte akhirnya melayangkan satu ciuman singkat di pipi kanan Elliot, sehingga membuat hati Elliot menghangat. Seumur hidupnya, Elliot sudah biasa mencium para wanita dan tidur dengan mereka, tapi siapa yang menyangka bahwa kecupan ringan dari istrinya itu terasa jauh lebih membahagiakan daripada tidur dengan wanita lain.
Sebelum Charlotte memundurkan kepalanya, Elliot sudah lebih dahulu menahan dagu Charlotte dan mencuri satu ciuman di bibir wanita itu.
Kedua mata Charlotte lantas membulat, merasa terlalu kaget dengan tindakan Elliot. Namun walau begitu, dia sama sekali tidak berontak saat Elliot mencium bibirnya dengan lembut. Setelah Elliot melepaskan ciuman mereka, Charlotte merasa respon tubuhnya agak aneh.
Aliran darahnya bergerak dengan cepat menuju wajah dan ujung telinga Charlotte, meninggalkan semburat merah yang terlihat semerah apel matang. Detak jantungnya turut berdentum kuat dan ia merasa seolah ada kupu – kupu yang bergerak di dalam perutnya.
Responnya aneh, tapi juga nyaman dalam waktu yang bersamaan.
“Itu hanya satu ciuman kecil, kenapa kamu sudah semerah ini? Saat masih sekolah, kamu pasti sudah pernah mencium bibir seorang pria, kan?”
“Tidak,” Charlotte berkata lirih, “Kamu adalah yang pertama.”
Elliot tidak menyangka bahwa istrinya akan semurni ini.
• • • • •
To Be Continued
1 Januari 2022
[Theater Mini]
Charlotte : Bagaimana denganmu? Aku adalah orang keberapa yang kau cium?
Elliot : *Berkeringat dingin* satu
Charlotte : Satu?
Elliot : Satu dari sepuluh …
Charlotte : KAMU TIDURLAH DILUAR!