BAB 1: Kesempatan Kedua

2129 Kata
Badai salju turun disiang hari menciptakan cuaca yang dingin dan suasana kota tampak tidak begitu ramai seperti biasanya. Di sebuah gedung rumah sakit, dan di dalam sebuah ruangan inap, terdapat seorang wanita yang terbaring di ranjangnya. Wajahnya pucat dan memiliki cekungan yang dalam di mata dan pipi, tulang rahangnya menjadi terlihat lebih tajam. Suasana yang sepi dan hening memunculkan banyak kesedihan yang memaksa dia untuk merenung memikirkan banyak hal. Wanita itu berkedip begitu lemah melihat keluar jendela, bibirnya yang kering beberapa kali ditekan menahan tangisan yang mendesak. Tangannya yang kurus kering terpasang selang infusan bergerak pelan mengusap perutnya yang kini sudah kembali rata usai mengalami keguguran setelah usia kandungannya meninjak enam bulan. Suara helaan napas yang berat terdengar dari mulutnya, matanya yang berada di antara cekungan yang dalam itu berkaca-kaca, setetes air mata lolos membasahi sudut matanya. Ini untuk yang kedua kalinya dia mengalami keguguran, dan ini yang ke dua kalinya juga suaminya maupun keluarganya tidak pernah muncul apalagi mendampinginya. Mereka tidak pernah hadir seakan keadaannya selamat maupun tidak, itu sama sekali tidak penting bagi mereka. “Mengapa aku harus melalui semua ini?” bisiknya bertanya pada kesunyian. Everly, itulah namanya. Seorang anak haram dari hasil perselingkuhan. Ibunya bernama Dara, seorang pelayan dan ayahnya yang benama Jeffrey seorang pengusaha kain tekstil. Ibu Everly meninggal ketika dia berusia enam belas tahun, sejak meninggalnya Dara, Everly dikirim kepada Jeffrey agar bisa melanjutkan sekolah. Sejak pindah, Everly menjalani kehidupan bak dibawah kegelapan sepanjang waktunya, kegelapan itu semakin pekat tanpa setitikpun cahaya begitu dia dijodohkan oleh Jeffrey kepada Jonathan, seorang dosen di tempat dulu Everly sekolah. Everly tidak memiliki pilihan lain selain menerima perjodohan yang dibuat Jeffrey karena hutang yang begitu banyak ditinggalkan oleh ibunya sebelum meninggal. Hutang-hutang memaksa Everly untuk menanggungnya sampai lunas. Jeffrey yang mengetahui masalah itu langsung menawarkan bantuan untuk melunasi hutang-hutang yang ditinggalkan oleh ibunya dengan syarat Everly harus menikah dnegan Jonathan. Mau tidak mau Everly akhirnya memutuskan untuk menerima permintaan Jeffrey. Everly berpikir jika keputusannya untuk menikah dengan Jonathan dan menerima bantuan Jeffrey adalah keputusan terbaik karena dia bisa melunasi hutangnya dan melindungi neneknya yang sudah sangat tua renta. Ternyata, ini adalah keputusan terburuk dalam hidup Everly. Tidak ada sedikitpun kebahagiaan dalam hidup Everly setelah dia menikah. Semua penghinaan dan sumpah serapah harus dia dengar dari mertuanya, mereka merendahkannya karena Everly anak seorang selingkuhan, Jonathan yang ringan tangan kerap kali melayangkan pukulan padanya. Sudah satu tahun lebih lamanya Everly menikah, selama itu pula dia harus menjalani hidup seperti orang mati. Putus asa dan tidak memiliki harapan untuk kembali hidup kian dia rasakan begitu harus menerima pahitnya keguguran dan orang yang menjadi penyebabnya keguguran adalah Jonathan sendiri yang sudah memaksa Everly untuk meminum sebuah racun. Jonathan tidak sudi memiliki anak, Jonathan menuduh Everly sengaja memiliki anak demi warisan. Sudah dua hari ini Everly dirawat di rumah sakit, tidak ada satu orangpun yang datang menjenguknya, siang dan malam dia hanya sendirian terjebak dalam kesedihan dan keputus asaan. Everly yang sempat ingin terus bertahan dan berusaha membuat lembaran baru, kini entah mengapa dia tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Everly mulai berpikir jika kematian bisa membuat seseorang tenang, mengapa harus memilih kehidupan? Jika di dunia ini tempat sekumpulan orang-orang yang tidak adil, mengapa harus takut berada di pangkuan Tuhan yang maha adil? “Nyonya Everly, Anda sudah boleh pulang,” ucap seorang perawat memberitahu. Samar Everly tersenyum, menunjukan banyak ketenangan. Wanita itu harus berusaha mengurus semua keperluannya untuk pulang seorang diri. Tidak ada yang bisa dia andalkan selain dirinya sendiri. Everly berbenah, bergerak mengurus diri sendiri dan mengabaikan orang yang berprasangka jika dia sudah menggugurkan kandungannya sendiri dengan menenggak racun. Prasangka orang asing semakin diperkuat dengan tidak munculnya Jonathan dan keluarganya yang membesuk. Tidak ada yang memahami sakit dan hancurnya hati Everly saat ini, dia memang benci dengan Jonathan dan tidak sedikitpun mencintainya. Namun, sesungguhnya dia sangat mencintai dan peduli pada anak di dalam kandungannya, Everly menangis sepanjang malam dan meminta maaf pada kesunyian karena sudah gagal menjaga kandungannya. Masih bisa Everly rasakan sakit dari sisa-sisa racun dan kegugurannya, cuaca yang dingin di bawah hujan salju yang lebat membuat Everly berjalan begitu berhati-hati dengan menggunakan pakaian tipisnya. Everly pergi pulang dengan taksi. Seorang sopir taksi yang mengantarnya beberapa kali sempat melihat ke belakang melalui spion tengah, memastikan jika penumpangnya baik-baik saja. Everly menatap kosong setiap pemandangan yang dilewatinya, terlalu banyak hal-hal buruk yang diterima secara perlahan membuat Everly mati rasa dan menganggap segala hal buruk yang terjadi padanya hal yang biasa. Hati Everly mulai bertanya-tanya, apa tujuan sebenarnya dia hidup? Kemana dia harus pergi jika sudah tidak tahan hidup dengan Jonathan? Everly tidak memiliki tujuan untuk pergi. Neneknya meninggal satu bulan yang lalu, begitu pula dengan lelaki yang dicintainya. Christoper, lelaki yang begitu dia cintai dan hanya bisa dia pandang dari kejauhan karena terhalang status. Christoper adalah seorang petarung UFC profesional dengan karier yang cemerlang, mereka berdua diam-diam menjalin hubungan yang sempurna, sayangnya kesempurnaan itu hancur semenjak Everly menikah dengan Jonathan. Christoper tidak tahu bagaimana cara menangani patah hatinya ditinggal Everly. Christoper mulai berhenti bertarung dan tenggelam dalam kesedihan, dan masalah memuncak ketika kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat. Christoper terjatuh kian dalam, terjebak dalam jurang depresi yang membuatnya memilih melarikan semua masalahnya pada obat-obatan hingga akhrinya overdosis dan meninggal. Kepergian Christoper berhasil menyimpan duka yang begitu dalam di jiwa Everly. Everly begitu menyesal karena keputusannya menikah dengan Jonathan tidak hanya membawa dirinya ke jurang derita, dia juga tidak bisa menolong Christoper. Everly mengusap sikunya dengan kuat, mencoba menenangkan keadaan tubuhnya yang kedinginan. Wanita itu kembali melihat ke luar jendela, melihat gedung apartement tempatnya tinggal sudah ada di depan mata. Sopir taksi yang mengantar tampak berbaik hati karena mau membantu membawa tas Everly, mengantarnya masuk sampai ke lobby apartement. Everly menjilati bibirnya yang kering beberapa kali, entah mengapa kini dia kembali merasa haus dan tenggorokannya kering. Dalam langkah kaki yang lemah Everly masuk ke dalam lift. Everly sangat berharap jika Jonathan tidak ada di rumah, dia tidak sudi melihat wajah Janathan. Everly sempat terdiam lama di depan pintu apartementnya, ada kegugupan yang dia rasakan ketika dia membuka akses masuk ke dalam apartement. Begitu pintu terbuka, Everly kembali terdiam, tatapannya tertuju pada sepatu yang tergeletak di depan pintu. Dua pasang sepatu itu bisa dipastikan milik Jonathan, dan salah satunya miliki seorang wanita. Dengan tenang Everly masuk ke dalam, samar terdengar suara tawa mesra di dalam kamarnya. Ketenangan pada Everly terlihat begitu jelas dimatanya seakan apapun yang dilakukan Jonathan dengan wanita lain tidak akan pernah berpengaruh dengannya. Everly meninggalkan tasnya di lantai, dalam langlah yang ringan tanpa suara Everly pergi mendekati pintu kamarnya, melihat pemandangan yang terjadi. Di celah pintu kamar yang sedikit terbuka, Everly melihat ke dalam. Rasa sesak memenuhi d**a dan setiap inch tenggorokannya, detak jantung Erverly bergerak cepat, wajahnya kian pucat melihat Jonathan yang tengah bersenang-senang dengan Farah, saudara tiri Everly. Mereka berdua tampak tertawa bahagia dalam keadaan telanjang bulat, dengan percaya dirinya Farah mengenakan kalung Everly yang tersimpan di laci. Everly menarik napasnya dalam-dalam merasakan sesak yang semakin memenuhi d**a. Tidak ada setitikpun kecemburuan di dalam hatinya, dia juga sudah tahu tiga bulan terakhir ini Jonathan bermain api dengan Farah. Tapi kali ini sangat keterlaluan, bagaimana mereka bisa bersenang-senang ketika Everly sakit dan kehilangan anaknya? Bagaimana bisa mereka bercinta di atas ranjang Everly? Suara deringan telepon masuk di handpone Jonathan sedikit menciptakan keheningan. Jonathan bergeser ke sisi, mengambil handponenya dan menerima panggilan itu. “Ada apa?” Tanya Jonathan. “Nyonya Everly dikabarkan pulang hari ini.” “Aku mengerti,” jawab Jonathan sebelum memutuskan sambungan teleponnya lagi. “Ada apa?” Tanya Farah seraya merangkak naik ke atas ranjang dan duduk di pangkuan Jonathan. “Everly pulang hari ini, sepertinya kau harus segera pulang.” “Kenapa harus pulang sekarang? Kita masih memiliki waktu untuk bercinta satu kali lagi. Lagipula dia baru keguguran, tubuhnya pasti semakin tidak kuat bergerak cepat.” Jonathan tertawa. “Racun yang kau berikan benar-benar bagus, aku menyesal memberinya sedikit, seharusnya dia ikut meninggal dan kita bisa menikah secepatnya.” Farah ikut tersenyum, wanita itu membungkuk mencumbu Jonathan dan kembali bercinta dengannya. Everly berbalik dengan mata berkaca-kaca dan bibir gemetar menahan tangisan, penghinaan dan pengkhianatan yang begitu kejam terasa sangat perih dan sakit. Everly berjalan ke dapur, wanita itu pergi mengambil pisau di dapur dan menyembunyikannya di belakang punggungnya. Masih dengan ketenangan yang sama, Everly membuka pintu kamarnya dan membuat Farah maupun Jonathan berhenti bergerak dan segera menjauh. “Kau sudah pulang,” sapa Jonathan dengan panik, berbanding balik dengan Farah yang sempat-sempatnya tersenyum. Everly mendekat. “Kenapa berhenti? Lanjutkan saja, anggap saja aku tidak melihat.” Samar kening Jonathan mengerut. “Apa maksudmu?” tanyanya seolah dia tidak melakukan kesalahan apapun. “Eve, aku dan Jonathan saling mencintai, jangan salahkan perasaan kami, kuharap kau mengerti,” Farah ikut angkat bicara. “Aku mengerti,” Everly tersenyum tulus. “Aku juga sudah sadar sejak aku dan Jonathan bertemu, sebenarnya kami tidak cocok. Kau dan Jonathan sangat serasi karena kalian sama-sama iblis.” “Sialan, jaga bicaramu, kau pikir kau siapa?” Farah langsung turun dari ranjang dan mendekat. “Kau tidak lebih dari wanita tidak berguna.” “Lebih baik tidak berguna daripada menjadi wanita rendahan bukan? Sikapmu yang sampah ini mengingatkan aku pada ibuku, kalian benar-benar sama.” “DIAM!” Teriak Farah kian mendekat. “Cukup! Berhenti bertengkar! Kau pergi keluar!” usir Jonathan ikut turun dari ranjang dengan keadaan telanjang bulat. Everly tersenyum miris melihat Farah dan Jonathan yang tidak tahu malu sama sekali, sikap mereka membuat Everly muak. “Aku akan keluar setelah urusanku di sini selesai,” jawab Everly. “Apa kau bilang?” geram Jonathan kian mendekat, belum sempat pria itu bersuara, tangan Everly mengayun di hadapan Jonathan, tepat pada k*********a yang masih berdiri. Dalam satu tebasan kuat darah bercipratan, Jonathan berteriak keras, tumbang jatuh ke lantai dan Farah menjerit ketakutan begitu tubuh telanjangnya terkena cipratan darah Jonathan. “Argght..” raung Jonathan menutupi selangkangannya yang mati rasa dan membuatnya kesakitan setengah mata karena Everly sudah memotong setengah dari k*********a. “Kau sudah gila?” teriak Farah menangis. Tanpa suara, Everly menjawabnya dengan tindakan tidak terduga, sekali lagi mengayunkan pisau di tangannya dan menancapkannya ke perut Farah. Jeritan kesakitan dan tangisan Jonathan bersama Farah terdengar memenuhi ruangan. sementara Everly, dia berekspresi dingin, terlihat tenang melihat dua pengkhianat yang tergeletak kesakitan di depannya. Everly berbalik dengan pisau yang masih berdarah di tangannya. “Jalang! Kau mau pergi ke mana?” Teriak Jonathan berteriak seraya menarik pergelangan kaki Everly. Tubuh Everly yang lemah dan sakit begitu mudah jatuh ke lantai, Farah yang menangis kesakitan merebut pisau di tangan Everly dan membalas dengan menusukannya di perut Everly. Tidak ada rintihan kesakitan yang keluar dari mulut Everly, cipratan darah menghiasi dinding kamar. Rasa sakit yang dia terima saat ini tidak ada bandingannya dengan hinaan, pengkhianatan dan kehilangan buah hatinya. Samar pandangan Everly mengabur sudah tidak dapat merasakan apapun lagi. Air mata terjatuh dari sudut matanya, wanita itu menangis tersenggal dengan kepasrahan yang begitu besar jika detik ini dia akan meninggal. Everly menyerah, dia memilih di neraka dibandingkan harus terus hidup di dalam neraka yang diciptakan manusia. Perlahan Everly memejamkan matanya dan berhenti bernapas. *** “Eve, kenapa kau diam saja?” Suara seorang pria yang memanggil menyadarkan Everly dan membuatnya membuka mata seketika, terjaga layaknya orang yang baru bangun tidur dan tersadar dari mimpinya. Keringat dingin membasahi wajah Everly, detak jantungnya berdebar kencang tidak beraturan, air mata berjatuhan membasahi pipi. Everly menangis tanpa alasan. “Eve, kau kenapa? Kau baik-baik saja kan?” tanya Christoper. Pandangan Everly mengedar, gadis itu mencoba memahami apa yang terjadi dan berpikir jika ini hanyalah ilusi, sebuah hayalan di ambang kematian. Bagaimana bisa dia bertemu dengan Christoper yang sudah meninggal? “Eve, cepatlah keluar, nenekmu sudah menunggu,” kata Christoper lagi seraya menarik tangan Everly. Everly tetap membungkam, berpikir jika kini dia sudah benar-benar meninggal dan bertemu orang-orang terkasihnya. Pemandangan daun-daun sakura yang berguguran jatuh di jalan dan keramaian para siswa yang tengah sibuk dengan pakaian kelulusan mereka perlahan membuat Everly berhenti melangkah. “Kita di mana?” tanya Everly nyaris tidak terdengar. “Apa maksudmu Eve? Kita ada di sekolah dan hari ini kelulusan kita,” jawab Christoper. Everly mengerjap mencoba untuk tetap memahami apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Everly bertanya-tanya, mengapa dia berada di sekolah? Apa yang sebenarnya terjadi? Everly kembali melangkah tidak lagi bertanya, gadis itu beberapa kali harus diam terpaku dan merasakan seluruh kulitnya meremang hebat begitu melihat neneknya yang memanggil, begitu pula dengan Farah yang berada di kejauhan bersama dengan gengnya. Kebingungan demi kebingungan disimpan dalam diam, sampai akhirnya Everly menjalani kehidupan anehnya dalam beberapa hari dan rasa penasarannya terjawab dengan sebuah angka yang dia dapatkan di bawah pergelangan tangannya. Secara perlahan akhirnya gadis itu tersadar, mungkin Tuhan telah memutar waktu dan memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya. To Be Continued..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN