Sudah dua hari Alvin pindah ke rumah Azura, anak itu terlihat sangat bahagia menikmati hidupnya dengan kasih sayang seorang ibu, semua yang dia lakukan adalah impian yang hanya bisa dia pendam sendiri. Kebahagiaan Alvin memang membahagiakan Azura, tetapi kehadiran Alvin yang sepaket dengan ayahnya membuat Azura merasa kesal, lelaki itu terus mengatur dan membuat Azura tidak bisa bergerak dengan bebas.
“No! Alvin nggak mau pindah sekolah.” Azura hanya melihat dua orang yang saling keras kepala beradu argumen.
Sejak Alvin sembuh dari sakit Melvin terus membujuk anaknya untuk pindah sekolah, Alvin menolak keinginan Melvin, dia benar-benar sudah nyaman dengan sekolah yang dia tempati, dia tidak ingin pindah dan tidak memiliki teman.
“Alvin, kenapa semakin menjadi anak yang tidak patuh sekarang?” tanya Melvin dengan tatapan matanya yang tajam.
“Ibu, Ayah marah pada Alvin.”
Azura sudah jengah dengan kembar beda usia yang terus membuat kepalanya pening karena pertengkaran mereka, Azura bahkan tidak bisa menjadi penengah karena dia tidak berhak menyuarakan pendapatnya, masa depan Alvin adalah hal yang wajib di pertimbangkan oleh Melvin, sebagai orang luar dia tidak ingin ikut campur dalam masalah keluarga mereka.
“Jika kalian terus bertengkar pulang saja, lagi pula Alvin sudah sembuh.” Azura tidak punya cara lain selain mengatakan hal itu.
“Alvin masuk kamar, Ayah akan bicara dengan ibumu.”
Melvin menatap Azura dengan pandangan yang berbeda, dia memang terbawa emosi karena Alvin terus saja menolak apa yang dikatakan oleh Melvin, dia memang tidak asal dalam mengambil keputusan, lagi pula segala hal yang dia lakukan pasti yang terbaik untuk masa depan anaknya.
“Kenapa mengusir kami?” tanya Melvin.
“Jika tidak mengatakan hal itu apakah kalian akan berhenti berdebat?Jadi apa alasan Alvin harus pindah sekolah?” tanya Azura karena dia ingin tahu alasan Melvin sebenarnya.
“Alvin dia anak yang berbeda, aku hanya tidak ingin dia menyia-nyiakan kepintarannya.” Melvin tidak tahu harus memulai dari mana hingga hanya itu yang keluar dari mulutnya.
“Apa maksudmu?” tanya Azura.
“Kau sudah melihatnya sendiri bukan? Dia bahkan sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar di saat umurnya baru lima tahun, kau mungkin tidak percaya jika anak itu sudah bisa berbahasa inggris dan mengkoreksi contract agrrement dalam bahasa inggris. Jika dia terus di level anak sebayanya maka dia tidak akan bisa berkembang dengan baik, aku hanya ingin memberikan fasilitas terbaik untuk Alvin dalam berproses.” Melvin pada akhirnya mengatakan semuanya pada Azura.
“Dia anak yang jenius, ibunya pasti bangga memiliki anak seperti Alvin.” ucap Azura.
Melvin terdiam, jika Azura tidak hilang ingatan dia juga pasti akan setuju dengan sarannya, dia hanya ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik sesuai dengan kepintarannya, banyak hal yang mungkin tidak diketahui oleh orang lain, tetapi Melvin sangat mengerti apa yang terbaik untuk Alvin, anak itu akan menjadi penerusnya dan Melvin harus memberikan Pendidikan yang terbaik agar Alvin bisa terus berkembang.
“Bagaimana jika membiarkan Alvin untuk menyelesaikan sekolah Tk-nya? Lagi pula sebentar lagi dia akan lulus. Setelah itu masuk sekolah dasar, lakukan saja selama 4 tahun dan begitu pula SMP dan SMA dia bisa mengikuti kelas percepatan,” ujar Azura memberikan saran pada Melvin.
“Tolong bantu bujuk Alvin,” ucap Melvin pada Azura, dia sudah angkat tangan menghadapi anaknya yang keras kepala sama sepertinya.
“Aku akan membujuknya, tetapi aku tidak janji.” Azura cemberut karena tugasnya selalu bertambah setiap harinya, lama kelamaan dia merasa bahwa semua ini hanya akal-akalan Melvin untuk lebih dekat dengan dirinya.
Melvin mengangguk, sudah dua hari dia tinggal disini rasanya sangat sulit menahan diri untuk tidak mengecup bibir manis istrinya yang sudah lama tidak dia rasakan. Melvin selalu menahan dirinya, dia tidak ingin Azura merasa tidak nyaman dan pada akhirnya memintanya pergi karena merasa tidak aman.
“Azura, apakah kau tidak mempertimbangkan untuk menjadi asistenku? Jika kau terus di bagian divisi pengembangan maka akan sulit memiliki waktu luang untuk Alvin.” Melvin menahan tangan Azura ketika wanita itu akan pergi menyusul Alvin yang marah.
“Makin ngelunjak bos ini, kamu mengatakan jika akan melepaskanku setelah Alvin sembuh, kini kamu ingin aku menjadi asistenmu? Aku tidak mau!” kesal Azura.
“Azura, bukankah kau senang jika naik jabatan?” tanya Melvin.
“Apakah kamu tidak berpikir? Aku baru saja bekerja lima hari dan kini langsung menjadi asisten? Bukankah semua orang akan membicarakanku karena aku menjadi simpananmu?” tanya Azura kesal.
“Tidak perlu memikirkan ucapan orang lain, jika kau mau menjadi wanitaku maka aku akan dengan senang hati mempertimbangkanmu.”
“Lelaki gila!” Azura melempar bantal dan meninggalkan Melvin yang tersenyum tipis melihat ekspresi Azura.
Rencana Melvin berjalan dengan baik, awalnya dia akan mengambil simpati melalui Alvin dan kini dia akan semakin dekat dengan Azura, dia tidak akan membiarkan Azura untuk mengusirnya walaupun kondisi Alvin sudah lebih baik. Melvin hanya ingin mendapatkan kesempatan untuk mengembalikan semua ingatan Azura di masa lalu.
***
Adira terus memantau kondisi rumah tangga Melvin dan Azura, banyak hal yang ingin dia lakukan untuk menebus kesalahan anaknya, jika bukan karena Haikal, rumah tangga Melvin tidak akan berantakan. Alvin tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya dan kini Azura masih hilang ingatan karena kejadian di masa lalu.
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Adira pada Bibi Esme.
“Nyonya, sepertinya Tuan mampu menjalankan misi dengan baik untuk membawa Nyonya muda kembali. Alvin juga sangat pintar diajak kerjasama untuk membawa ibunya kembali pulang,” ucap Bibi Esme.
“Aku hanya takut ada lelaki yang ingin menikahi Azura, apalagi sudah lama dia berada di luar negeri.” Usia Adira sudah sangat senja, dia hanya ingin menikmati kehidupan masa tua dengan tenang tanpa rasa bersalah karena tindakan anaknya.
“Tenang Nyonya, jikalau ada yang mendekati Nyonya maka Tuan tidak akan membiarkan hal itu menjadi mudah.”
Adira menghela nafasnya lelah, dia sudah sangat tua dan ingin segera beristirahat, tetapi karena kelakuan Haikal dia tidak bisa tenang sebelum melihat Azura bisa mendapatkan ingatannya kembali dan bisa bersama dengan Melvin untuk merawat Alvin. Bahkan untuk menebus rasa bersalahnya, dia memberikan 10% saham yang dia miliki untuk Alvin, dia ingin memberikan cicitnya hadiah untuk menebus semua rasa sakit yang selama ini dirasakan olehnya karena harus kekurangan kasih sayang seorang ibu.
Hidup Alvin sudah sangat terjamin, dia dibesarkan sebagai penerus ke empat keluarga Abraham, Melvin tidak boleh lengah dan membiarkan anaknya melakukan segala hal sesuai keinginannya sendiri, beban berat berada di pundaknya dan kelak hal itu akan di turunkan pada Alvin untuk dijalankan dengan baik sesuai dengan pengarahannya.
“Mereka masih di rumah itu?” tanya Adira.
“Sepertinya ini rencana Tuan untuk lebih dekat dengan Nyonya, saya mendengar dari Regi jika Nyonya tidak terbiasa dengan banyak pelayan di rumah, karena itu Nyonya bersedia merawat Tuan muda jika dia bisa kembali ke rumahnya.” Bibi Esme menjelaskan semuanya pada Adira.
“Aku tahu ikatan anak dan ibu sangat kuat, walaupun Azura merasa tidak mengenalnya, tetapi dia pasti kasihan jika Melvin mengatakan bahwa Alvin sudah di tinggal ibunya sejak kecil.”
Bibi Esme mengangguk, Adira sudah tua dia hanya bisa memantau dari jauh perkembangan kondisi Azura yang sampai saat ini belum ada peningkatan tentang ingatan di masa lalu. Mereka mungkin harus lebih bersabar agar segalanya berjalan sesuai dengan rencana.
“Katakan pada Melvin agar dia memberikan vitamin tradisional yang bagus untuk otak, kita harus mencobanya siapa tahu Azura bisa mengingat semuanya walaupun butuh waktu yang lama.”
Bibi Esme mengangguk dan langsung melakukan apa yang dikatakan oleh Adira, nenek tua ini baru saja datang setelah mendengar Alvin yang jatuh sakit, tetapi setelah mendengar kabar baik tentang Azura dia merasa lebih tenang dan bisa kembali ke rumahnya sendiri. Adira tetap tinggal di rumah yang memiliki banyak kenangan dengan suaminya.
“Aku hanya ingin Azura segera mengingat semuanya.”
***
“Alvin, Ibu sedih kalau di cuekin.” Alvin menatap Azura dan langsung memeluknya, dia tahu ibunya juga akan membujuk sesuai dengan keinginan ayahnya, Alvin hanya malas kembali bersosialisasi dengan teman yang baru, dia tidak suka berubah-ubah tempat karena sekolah sama saja menurutnya.
“Ibu mau ngomong apa? Ayah yang nyuruh?” tanya Alvin begitu manja pada Azura.
“Ibu pikir apa yang dikatakan Ayah masuk akal, Ibu sudah mendengar penjelasannya. Ibu bangga kamu menjadi anak yang sangat cerdas, Ibu dan Ayah hanya ingin kamu mendapatkan pendidikan yang terbaik dan sepadan dengan kecerdasanmu saat ini. Ibu sudah mengatakan pada Ayah, lebih baik Alvin menyelesaikan sekolah Tk lalu setelah itu Alvin bisa sekolah SD dengan percepatan, apakah Alvin bisa menerima saran Ibu?” tanya Azura.
“Ibu senang jika Alvin berprestasi dan jadi juara?” tanya Alvin.
“Tentu saja ibu bahagia, siapa yang tidak bahagia jika anaknya sangat luar biasa?” tanya Azura.
“Alvin mau, asalkan Ibu bahagia, Alvin akan melakukannya.” Alvin memeluk Azura dengan erat, di cela pintu Melvin melihat semuanya. Azura memang tidak merasa jika Alvin adalah anaknya, tetapi hati tidak bisa di bohongi karena ikatan diantara mereka sangatlah kuat. Mau tidak mau Azura akan menerima segala permintaan yang berkaitan dengan Alvin karena dia menyayangi anak kecil ini.
“Gimana? Setuju?”
Melvin masuk ke dalam kamar dan membuat Alvin cemberut, jika bukan karena ibunya yang membujuk dia tidak akan menyetujui usul ayahnya. Alvin sudah senang sekolah di sini, tetapi harus pindah lagi karena usul ayahnya yang menyebalkan.
“Ibu, kita jalan-jalan yuk. Weekend ini, masa diem di rumah aja?” Alvin mengabaikan Melvin.
“Ayo, Ayah antar.” Melvin mendekati mereka untuk menawarkan diri.
“Siapa bilang pergi sama Ayah? Orang Alvin mau sama Ibu aja.” Alvin bertingkah sangat menyebalkan untuk membalas dendam pada ayahnya.
“Ayah tidak akan mengijinkan jika Ayah tidak diperbolehkan ikut.” Melvin tetap ngeyel dan tidak mau kalah dengan anaknya.
“Stop! Kalian ini kenapa? Kalau ketemu bertengkar mulu, Ibu jadi pening rasanya.” Azura tidak tahan jika terus menghadapi anak dan ayah yang sama-sama keras kepala, mereka bagaikan pinang di belah dua, baik sikap dan parasnya yang hampir sama.
“Kalian siap-siap, Ayah tunggu di depan.”
Alvin akhirnya bersiap-siap begitu pula dengan Azura, Melvin akhirnya bisa pergi dengan tenang bersama dengan istri dan anaknya, dia akan mengambil kesempatan dalam kesempitan di mana mereka akan jalan-jalan di tempat yang banyak di kunjungi oleh teman Alvin, dengan begitu mereka harus melakukan acting seperti suami istri sungguhan.
“Ayah, mau main di time zone ya?”
“Oke, Ibu udah siap?” tanya Melvin.
Alvin memperagakan apa yang Azura lakukan, wanita itu sedang memakai lipstick dan membuat Alvin terlihat sangat lucu ketika menirukannya. Alvin bahagia beberapa hari ini, dia bahkan bisa merasakan bagaimana memiliki ibu yang selalu dia idam-idamkan sejak dulu.
“Ayo, aku udah siap.”
Azura awalnya tidak nyaman dengan panggilan ‘Ibu’ yang selalu Alvin katakan, dia masih belum menerima semuanya, dia hanya menerima permintaan Melvin untuk menjaga Alvin dan bukan sebagai ibu Alvin, tetapi melihat Alvin yang terus bersedih dengan penolakannya pada akhirnya Azura mengikuti permainan mereka, toh dia pikir semuanya akan selesai jika mereka kembali ke rumah mereka sendiri. Azura hanya bisa menahan diri sampai semuanya kembali seperti semula.
***
Alvin menggandeng kedua tangan orang tuanya, dia bahkan bertemu dengan teman sekelasnya yang sedang bermain bersama dengan kedua orang tuanya, saat ini Alvin tidak lagi minder, dia merasa bahagia dan selalu pamer karena dia juga memiliki ibu tidak seperti apa yang mereka katakan.
“Ayahmu memang pernah memeluk ibumu? Lihatlah ayahku bahkan memeluk ibuku saat ini, tetapi orang tuamu duduk berjauhan.”
Anak kecil itu membuat mood Alvin kesal, dia langsung menghampiri ibunya dan mengatakan jika Alvin bohong karena ibu dan ayahnya tidak romantic seperti yang dilakukan oleh orang tua anak itu.
“Ibu, cepet peluk Ayah! Alvin tidak mau kalah, Alvin juga punya orang tua!”
Melvin mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, dia langsung mendekati Azura dan merangkul bahunya, Melvin bahkan mencium dahi Azura agar membuat Alvin puas melihatnya. Ini adalah hal yang menyenangkan karena dia mendapatkan kesempatan yang bagus dalam kesempitan.
“Nyosor terus!”