Bagian 2

1129 Kata
Karena melupakan sesuatu lelaki itu berlalu dan mengejar Cindy yang sedang menenteng kotak kuenya. Menyusul langkah kaki Cindy, dengan rasa penasaran yang menguasainya. Cindy tak menyadari jika ternyata, Erlan tengah mengikutinya dari belakang, jika saja seseorang melihat, Erlan mungkin akan di tuduh sebagai seorang pencuri. Cindy berbalik dan merasa bahwa seseorang membuntutinya. Cindy melihat Erlan masih berjalan di belakangnya. "Permisi, Anu-" "Ada apa, Mas Erlan?" tanya Cindy, memicingkan mata. Membuat Erlan menggaruk tengkuknya, karena merasa malu harus ketahuan mengikuti Cindy sejak tadi. "Mohon ini di terima, ya?" kata Erlan. Erlan menyodorkan Amplop kepada Cindy yang sedang kebingungan. "Ini apa, Mas?" tanya Cindy, memicingkan mata melihat Erlan. "Ini bentuk tanggung jawabku karena hampir menabrakmu dan membuatmu kerepotan, Cin. Terima saja, aku tidak enak kembali jika aku belum memberikan ini," kata Erlan. "Ah ... tidak usah repot-repot hal kayak gini kan sudah biasa bagi orang sepertiku, kamu tidak usah repot, aku kan tadi sudah bilang, kalau kita impan, 'kan?" "Ambil saja, kamu pasti membutuhkannya. Aku hanya ingin kamu menerima ini, anggap saja aku membeli semua kuemu," kata Erlan, seraya memberikan sejumlah uang kepada Cindy, dengan memaksa Cindy memegangnya. "Makasih, Erlan ... tapi aku tidak bisa menerimanya," kata Cindy memberikan kembali uang milik Erlan. "Tapi, kan-" "Aku pulang dulu soalnya ini sudah hampir sore, aku takut dimarahi ibuku dan terima kasih atas niat baikmu, tapi aku tidak membutuhkan uangmu, simpan saja uangmu dan berikan kepada yang lebih membutuhkan," kata Cindy hendak melangkah pergi. "Cin, kamu wanita yang hebat," puji Erlan. "Makasih, Mas, tapi aku benar-benar harus pergi," kata Cindy. Cindy lalu pergi sembari menoleh kebelakang . Ada sesuatu yang membuat Erlan begitu penasaran dengan kehidupan sehari-hari Cindy, dengan cepat Erlan mengikuti langkah kaki wanita itu dan sampai di suatu tempat kumuh dan begitu kotor, dan tidak layak huni. Erlan mengangguk paham, dengan sikap Cindy yang menolaknya untuk kemari mengantarkan wanita sederhana itu, wanita yang sudah berhasil mengusik Erlan. Sampai di kompleks kumuh itu, Erlan berdiri di balik tembok, lalu melihat Cindy masuk kedalam rumah dan dicegah kedua orang yang tampak seperti suami istri, kedua orang itu menatap Cindy begitu sangar dan tak ada rasa kasihan sama sekali. "Kamu sudah pulang sayangku? Sini ... Abang pijitin, kamu pasti lelah, 'kan?" kata pria itu, pria botak dan tua. Juragan itu adalah calon suami Cindy yang akan dijodohkan dengannya. Cindy lalu menepis tangan lelaki tua itu dengan kasar. Dengan cepat ibunya menepisnya dan menyeret Cindy ke lantai, karena tidak terima perlakuan kasar Cindy kepada pria yang akan menjadi suaminya. "Kenapa kamu masih selalu seperti ini kepada calon suamimu haa?" "Cindy belum nikah bu, kami bukan muhrim, cindy hanya melakukan itu untuk menjaga harga diriku." "Diam kamu, mana hasil jualan hari ini?" Tanya sang Ibu begitu kasar. "Cindy tadi menjatuhkannya, Bu. Maaf." "Apa? Beraninya kamu menjatuhkannya, sini kamu, kemarin kamu lelah sekarang kuenya jatuh, apa sih mau kamu? Sudah membuat Ibu stress setiap hari, Ibu sudah memilihkan jodoh yang terbaik untuk kamu, malah di tolak, apa sih mau kamu? Haaa?" tanya sang Ibu, sembari menarik tangan Cindy dan hendak menamparnya karena kesal. "HENTIKAN!" Terdengar suara bariton dari seorang pria. Membuat semuanya berbalik menatap sosok pria tampan. Sosok Erlan mencegah tamparan ibunya dan menarik Cindy tepat dibelakangnya. Erlan begitu marah dan tidak bisa menahan emosinya. Sungguh keterlaluan Ibu Cindy. Dan, pria yang di sebut Juragan itu. "Siapa kamu? Beraninya kamu ikut campur urusan kami, kamu siapa? Kamu pergi saja dari sini." "Sayang, sini sama Abang, kalau kamu nikah sama abang kamu tidak perlu menjual seperti ini, ayo sini, pria ini tidak cocok dengan kamu, Abang yang cocok sama kamu," kata Juragan itu hendak menggenggam tangan Cindy, namun Erlan menghempaskan tangan Juragan itu. Namun, Juragan itu tetap meraih dan hendak mengambil Cindy dari Erlan tapi di cegah oleh Erlan dengan cepat. "Diam kamu, jangan berani menyentuh Cindy di depanku, muka sudah tua, tapi kelakuan seperti ABG." Cegat Erlan. "Kamu siapa haa? Cindy calon istriku dan kamu tidak punya hak untuk melarangku, apa kamu tidak tahu siapa saya? Saya ini bukan orang sembarangan," kata Juragan itu. Juragan memanggil anak buahnya untuk mengusir erlan dari hadapannya. "Usir pria ini, dari sini." "Kalian diam disitu jangan mendekat kalau kalian tidak ingin masuk penjara, saya juga bukan pria sembarangan, saya bisa mengirim kalian ke penjara sekarang juga jika menyentuh saya dan Cindy," kata Erlan, membuat Bodyguard Juragan menghentikan langkah kaki dan memilih tidak mendekat dan menoleh ke arah Bos mereka. "Kalian kenapa tidak mengusirnya?" Tanya Juragan genit itu. "Saya tidak ingin masuk penjara lagi, Bos." "Iya, Bos. Kami tidak ingin masuk penjara." "Badan aja yang gede otak kaga ada yang bener." Bentak Juragan. "Dengarkan saya, Bu, saya akan memberikan apa yang ibu minta asalkan saya dipersilahkan masuk dan kita bisa bicara di dalam." Erlan menyarankan. "Jangan, Ibu mertua, mungkin saja dia berniat jahat." Giliran Juragan mencegah Erlan. "Tenang, menantu. Ibu akan menyelesaikannya, Ibu ingin lihat keinginan pria ini apa dan kemari untuk apa?" Ibu Cindy lalu mempersilahkan Erlan masuk ke dalam rumah. Genggaman tangan Erlan masih di tangan Cindy seakan takut kehilangan dirinya. Cindy sejak tadi berusaha melepas genggaman tangan Erlan, namun Erlan makin mengeratkan genggamannya. "Ada apa lagi kamu ke sini? Aku kan sudah bilang, aku—" Cindy berbisik, dan Erlan menghentikan kalimatnya. "Aku akan menyelamatkanmu, jadi kamu harus diam dan jangan banyak bicara. Kita teman, 'kan?" Erlan kembali berbisik. "Kamu mau membantuku dengan cara apa?" Bisik Cindy. "Kamu akan melihatnya nanti, jadi tetap di sisiku." Erlan mengedipkan satu matanya membuat Cindy terpana. Sekalipun Erlan tidak pernah ke tempat kumuh seperti ini tapi seperti ada yang mendorongnya agar sampai di sini, rasa penasaran dan rasa kagumnya kepada Cindy menguasainya secara bersamaan. "Katakan saja apa yang ingin kamu katakan, jangan membuang waktu kami, waktu itu berharga dan waktu adalah uang." Ibu Cindy menatap Erlan, membuat Cindy mengeratkan genggaman tangan Erlan di jari jemarinya. "Aku akan memberikan apa pun yang Ibu minta dan juga memberikan rumah yang lebih layak di tempati dari pada rumah ini, tapi ... dengan satu syarat. " "Apa syaratnya, Nak?" Ibu Cindy mulai menampakkan Keserakahannya dan bebicara sopan kepada Erlan, yang sebelumnya tidak di lakukannya. "Saya akan menikahi Cindy, dan Ibu jangan mencegah saya." Erlan menyatakan niatnya. "Hahahaha, syaratnya mudah silahkan tapi kamu tidak bohong, 'kan? Benar kan kamu akan memberikan Ibu rumah yang layak dan apa pun yang Ibu minta? Apa kamu bisa memberikan Ibu mobil?" tanya Ibu Cindy, membuat Cindy menggeleng menatap Erlan. "Mobil, rumah, perhiasan dan lain-lain akan saya berikan, Bu, Saya tidak pernah main-main dengan apa yang saya katakan. Saya serius ingin menikahi Cindy." Erlan menjelaskan. "Jika kamu ingin menikahi Cindy bayar utangnya dulu ke saya." Giliran juragan menyatakan. "Saya akan membayarnya." "Apa kamu sanggup membayarnya? Utang mereka ini 150juta, jika kamu tidak punya uang, silahkan pergi dari sini, jangan menyebar Hoax," kata sang Juragan. "Anda jangan meremehkan saya." Erlan tak terima, namun Cindy mencegahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN