Maria menggelengkan kepalanya, dia sudah menduga apa yang akan di ucapkan oleh putrinya itu. Namun dia sangat bahagia bisa memiliki waktu lebih lagi bersama dengan putrinya itu.
"Jika suami mu itu mau berangkat keluar negeri ... Kenapa kalian harus bergegas pulang, kenapa tidak tinggal saja dirumah mamah? Kalian ini benar - benar merepotkan!" gerutu Maria sembari memberikan makanan kepada Juan dan juga kepada Naura.
Mendengar Maria berbicara tanpa henti membuat Juan dan Naura tersenyum tipis ketika mereka merindukan Maria yang seperti saat ini, mengomeli mereka dan masih terlihat sangat cantik.
"Sebenarnya bukan itu juga alasan, Naura ingin kembali kerumah ini. Namun biar aku terbiasa tinggal dirumah ini. Lagi pula kami menikah baru beberapa waktu, jadi yaa aku harus beradaptasi juga Mah ...," jelas Naura. Dia tidak menjelaskan kepada ibunya tentang suaminya yang tengah dalam masalah dan Naura mencoba untuk memahami Altran.
"Ya yaa yah ... Aku sudah tahu, cepat kalian habiskan makannya, dan nanti tunjukan aku kamar buat ayah dan ibu mu," balas Maria.
"Hah! Jadi, mamah sama ayah mau menginap disini?" tanya Naura terheran.
"Tentu saja ... Memangnya kenapa? Kamu mau tinggal sendiri disini, tenang saja kami hanya menginap sekitar dua hari saja sekedar untuk menemani mu. Karena tiga hari lagi mamah akan pergi kerumah nenek kamu, dan ayah kamu juga ada urusan keluar negeri. Kamu harus pandai - pandai diam disini jaga diri kamu baik - baik, mungkin saja suami kamu segera pulang," jelas Maria.
"Iya yaa yah ... Tentunya aku akan sangat bahagia saat ayah dan mama tinggal disini," balas Naura, dia masih tidak terbayang jika ibunya tau kalau dia tidur pisah kamar dengan Altran.
Dia berpikir sangat keras di depan meja makan, dia berusaha keras memikirkan tentang bagaimana caranya agar dirinya tidak diketahui oleh kedua orangtuanya tentang dirinya yang tidur di lain kamar.
Setelah selesai makan, Naura kini berjalan menghampiri kamar ruang tamu yang hanya ada satu saja.
"Mah ... Tapi disini hanya ada satu kamar, mamah mau tidur bersama ayah?" tanya Naura.
"Apa kamu gila hah?! Mamah dengan ayah kamu, sudah bukan suami istri lagi. Biarlah ayahmu itu tidur di ruang tamu!" balas Maria.
"Emm ... Jika mamah tidak kasian sama ayah, yaa sudah ... Ayah tidur diruang tamu saja," ucap Naura.
Maria pergi memasuki kamarnya tanpa menghiraukan Naura yang mencoba untuk menarik perhatian Maria, agar dia memikirkan kembali untuk tidur bersama dengan ayahnya.
"Heeh ... Ternyata hal yang tidak mungkin jika aku membujuk mamahku yang keras kepala ini, bagaimana caranya agar mamah setuju untuk tidur dengan ayah," batin Naura.
Setelah dia membiarkan ibunya untuk tinggal di kamar tamu, Naura keluar dari kamar ibunya dan berjalan menghampiri ayahnya yang duduk di ruang tamu sembari melihat laptopnya. Naura tersenyum tipis dan duduk disamping ayahnya.
"Ayah ... Ayah tidak apa - apakan? Tidur di ruang tamu, sepertinya mamah tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu," ucap Naura.
"Tidak apa - apa ... ayah sudah terbiasa, lagi pula ayah punya cara sendiri untuk melawan kekeras kepalaan ibumu," balas Juan tersenyum licik.
"Hah! Ya ya yah ... Urusan orang dewasa aku tidak boleh ikut campur," ucap Naura.
"Heh! Gadis bodoh, kamu ini sudah dewasa jika kamu sudah memiliki suami. Itu tandanya kamu sudah dewasa, sebaiknya kamu belajarlah dari mamah mu itu, dia adalah wanita tangguh dan tentunya sangat cantik dan menarik bagi kaum pria dan kamu tentunya pasti sangat bisa. Apalagi dengan wajahmu sangat cantik ini, akan membuat suami mu itu tidak akan pernah melupakanmu," jelas Juan.
"Iya iya ... Ya sudah, Naura naik dulu keatas Yah," pamit Naura.
Meski dia tidak yakin dengan apa yang di ucapkan ayahnya. Namun dia tahu bahwa Altran adalah sosok pria dingin meski sebagai suaminya. Namun hal yang tidak mungkin bagi pria itu untuk jatuh cinta kepadanya.
"Lagi pula aku juga tidak mungkin jatuh cinta pada dia. Mana ada yang mau dengan pria sedingin dia, apalagi begitu perhitungan," gerutu batin Naura. Dia berjalan menaiki tangga dan memasuki kamarnya.
"Bagaimana ini! bagaimana jika mamah tau tentang aku yang tidur disini. Duh ... Altran bodoh! Kenapa sih, dia harus pergi dan juga kenapa dia meminta kedua orangtua ku untuk tinggal disini. Kan jadinya aku pusing seperti ini, bagaimana kalau mamah tiba - tiba masuk ke kamarku?" Naura berpikiran sangat panjang, jika dia merasa takut.
Jika kedua orangtua nya mencari tahu dan menghampiri kamarnya, saat Naura berpikir sangat keras mencari cara agar ayah dan ibunya tidak pergi ke kamarnya.
Tiba - tiba dering ponselnya berbunyi, membuatnya sangat terkejut.
"Iih ... Siapa sih, kenapa dia menelpon dalam keadaan ku tengah sibuk seperti ini," gerutu Naura.
Naura berjalan menghampiri tas yang dimana ponselnya berada, dia mengerutkan dahinya saat melihat nama yang tertera di ponselnya.
"Suami idaman? Apa ini? Siapa dia?" Naura tidak percaya ada nama kontak dengan nama seperti itu di ponselnya.
Dia menekan tombol terima dan mendengar suara seorang pria yang tak asing baginya.
"Kau tinggal membuka pintu kamarku dan tidurlah disana, jangan sampai membuat kedua orangtua mu curiga tentang kamar kita yang terpisah dan lagi jangan sentuh barang - barang ku disana, jika aku kembali ... Aku tidak ingin sesuatu yang berbeda saat aku pergi meninggalkan kamar ku," Altran berbicara tanpa henti bahkan dia menutup panggilan telponnya tanpa menunggu Naura berbicara kepadanya.
Naura mengangkat sebelah alisnya, dia terkejut akan suara Altran yang benar - benar tidak ia percaya bahwa pria itu menelponnya. Namun dia sangat bersemangat saat mendengar bahwa dirinya di perbolehkan untuk tidur di kamarnya. Setelah mendapati hal seperti itu, Naura teringat kembali,
"Eeh ... Apa - apaan ini, aku belum bicara sama kamu. Kenapa juga dia menyimpan nomer dia dengan nama kontak suami idaman. Suami idaman apanya? Suami perhitungan seperti itu bahkan begitu cerewet, pria yang sangat cerewet. Kenapa kamu malah menutup telponnya? Dasar Altran bodoh!" gerutu Naura. Dia memarahi Altran di balik ponselnya yang kini panggilan telpon mereka sudah berakhir.
Dengan bergegas dan perlahan Naura membuka pintu kamarnya. Dia tersenyum tipis dan dengan segera berlari ke kamar di samping kamarnya yang dimana kamar utama milik Altran, dia memasuki kamar yang tidak terkunci itu dan menutupnya dengan cepat.
Perlahan dia mengusap dâdanya dan berjalan dengan senyum puas, dia melempar tubuhnya tepat diatas tempat tidurnya.
"Huah ... Aku tidak percaya jika masalah ku terselesaikan begitu saja oleh pria dingin itu.
Untungnyaa ... Eeh! Dia tau dari mana sandi ponsel ku? Dan juga tiba-tiba ada kontak dia, ish ... Jangan-jangan dia periksa-periksa ponsel ku lagi," gerutu Naura.
Dia tampak kesal dan memeriksa kembali ponselnya, namun tidak ada hal yang janggal di dalam ponselnya bahkan sandi ponselnya itu masih kodenya yang sama.
"Hmm ... Bahkan dia tidak mau mendengarkan ucapan ku," gumam Naura. Dia kini tersenyum puas bahkan mengusap usap tempat tidur Altran dengan senyum di wajahnya.
"Haa ... Aku tidak pernah membayangkan, jika aku tidur di tempat tidur ini. Bahkan tempat tidur ini terlalu luas jika hanya untuk dua orang saja," gumam Naura.
Gadis itu memikirkan tentang berbagai cara untuk melewati hari - harinya bersama orangtua nya. Tanpa mereka mengetahui kenyataan bahwa Naura dan Altran menikah hanya sebatas di atas kertas dan kontrak.
Memikirkan hal itu, Naura tertidur perlahan dan senyuman di wajahnya masih terukir hingga ia terlelap dalam mimpinya.
Altran menutup panggilan telponnya setelah dia berbicara panjang lebar dengan Naura. Lagi - lagi dia tersenyum tipis setiap kali berbicara kepada istrinya itu. Namun setiap kali dia tersadar, dia tidak mengerti dengan apa yang saat ini tengah terjadi kepada dirinya. Terpikirkan akan gadis itu bahkan dia sama sekali tidak mengerti apa yang dia lakukan di pagi itu.
Membuka layar ponsel Naura dan menyimpan nomer ponselnya, bahkan dengan nama yang sangat tidak pernah dia pikirkan. Namun dia ketik begitu saja dengan nama kontak suami idaman, membuatnya tersenyum puas sembari merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur melihat langit - langit kamarnya dengan senyum di wajahnya, teringat akan wajah terkejut istrinya itu.
"Tentunya dia akan terlihat sangat bodoh, ketika tau hal seperti itu. Apalagi aku berbicara tanpa dia membalas berbicara kepada ku, Naura akan sangat kesal sekali jika mendapati hal seperti itu dari ku," ucap Altran. Dia tersenyum puas dan menutup kedua matanya tertidur di malam itu, dia sangat bahagia bisa sampai di Indonesia dan juga memberi tau Naura tentang apa saja yang harus di lakukan.
Keduanya tertidur dengan posisi yang sama, terlentang menghadap langit - langit kamar dengan senyum di wajahnya. Naura dan Altran tidur di kamar yang berbeda dan di negara yang berbeda, namun senyum bahagia mereka tetap sama.
Lio yang baru keluar dari kamar mandi. Dia melihat sahabatnya tersenyum bahagia seperti itu, hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan ke tempat tidur, dan merebahkan tubuhnya masih memandangi Altran sedari tadi tak merubah raut wajah yang tersenyum.
"Hmm ... Rupanya ada seorang pria yang sedang berbunga - bunga hatinya. Jauh di mata tapi dekat di hati, ahaay ...," terkekeh Lio menggoda sahabatnya itu.
"Aku mendengar mu Lio!!" Altran dengan kedua mata masih terpejam, namun masih dalam senyumannya.
"Eeh ... Aku kira sudah pulas kau tertidur, dasar tukang nguping," balas Lio.
Lio masih memperhatikan Altran yang terpejam, dan tiba - tiba bantal mendarat keras tepat di wajah Lio.
"Cepat kau tidur sana! Besok ada misi yang harus segera kita selesaikan," tegas Altran. Namun tertawa tertahan saat tau bantal yang dia lempar tadi tepat mengenai wajah Lio.
Altran dan Lio tertidur setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan seharian ini. Akan Berencana untuk menemui seseorang yang di suatu tempat yang sudah dia hubungi sebelumnya dan mereka akan bertemu di esok hari, setelah melewati perjalanan yang melelahkan seharian ini. Sangat pagi sekali sudah duduk di balkon hotel yang di mana dia tengah menikmati secangkir kopi sembari menikmati pemandangan padatnya kota ternama di Indonesia, Jakarta.
"Kau ada janji dengan seseorang?"
Lio berjalan menghampiri Al dengan rambut setengah kering dia mengeringkan rambutnya dengan handuk, duduk di hadapan Altran.
"Hmmm."
"Jam berapa? Bukankah ada hal untuk bertemu Reno Anggara?"
Lio masih menatap penasaran pada Altran. Namun dia akan mengikuti apapun yang dilakukan oleh Altran dan kini mereka sudah bersiap untuk pergi ke suatu tempat menggunakan mobil yang sudah disediakan oleh hotel.
Altran mengangkat sebelah alisnya melihat Lio sini Duduk disampingnya membuatnya terheran.
"Bila kau duduk di sini siapa yang akan mengemudi?" tatap Altran.
"Tuh ada sopir!" menunjukkan seorang pria memasuki mobil yang duduk di balik kemudi.
Altran mengangkat sebelah alisnya dan dia mengisyaratkan Lio untuk pindah ke kursi depan dengan tatapan tajamnya.
"Ya ya ... sudah kuduga! Kau pasti akan meminta ku seperti itu. Kenapa sih aku duduk disampingmu padahal kan aku sangat merindukan kebersamaan kita," gerutu Lio berjalan keluar dari mobil.
Dia duduk di samping sopir, Lio memerintahkan supirnya untuk pergi ke suatu tempat yang tertulis di atas kertas. Dia mengangguk dan tanpa protes menghidupkan mobilnya melajukan dengan kecepatan sedang yang tergabung dengan pemandangan kota yang begitu padat.
Dia terkagum-kagum setiap kali melihat pekerja wanita di sana, mereka terlihat sangat cantik dan membuatnya tertarik.
Lain dengan Lio yang memperhatikan jalanan di kota itu, dia memeriksa ponselnya yang di mana Naura mengirimkan sebuah foto di mana, gadis itu menjulurkan lidahnya dengan mention marah kepada Altran. Dia hanya tersenyum tipis mendapati pesan dari Naura yang terlihat baru bangun tidur, membuatnya tersenyum tertahan.
"Aku yakin dia akan tergila-gila cintanya pada Naura, lihatlah. Belum menyadari saja jika dia mencintai gadis itu," batin Lio memperhatikan Al yang tengah tersenyum.
Kendaraan mereka kini berhenti tepat di sebuah restoran yang cukup besar namun minim pengunjung yang dimana hanya orang-orang tertentu yang mendatangi tempat itu berjalan memasuki restoran dan melihat seorang pria duduk di meja paling ujung dia tersenyum tipis melihat Altran.
"Ini!"
Pria itu menyodorkan sebuah kertas undangan yang dimana Altran melihat kertas undangan itu dan membacanya di dalam hati itu.
"Kau datanglah ke sana! Sebagai penggantiku! Aku ada tugas ke luar negeri di sana hanya cukup bertamu saja memenuhi undangan," jelas pria itu memberikan kartu nama juga ke hadapan Altran.
Setelah itu, dia berjalan pergi meninggalkan mereka berdua, tanpa banyak berbicara lagi Altran hanya menanggapinya dalam diam dan melihat kartu nama dimana Tuan Adrian tertulis di sana. Bukan tanpa alasan Altran menemui pria itu, dimana Adrian adalah kenalan dari Juan yang memintanya untuk menemui Altran.
Maka dari itu Al sudah memahami situasi yang dimana jika dia diketahui mencari tahu tentang Randy Anggara ataupun anggotanya tentunya akan tercium oleh mereka di negara kekuasaannya. Altran tidak leluasa untuk bergerak ataupun mencari informasi membuatnya harus sedikit bersabar dan berjalan selangkah demi selangkah, sesuai apa yang dikatakan oleh ayah mertua hanya.
"Ternyata tidak segampang yang kita pikirkan untuk menemui orang seperti Randy Anggara ya?" tanya Lio.
"Sebaiknya kau jangan selalu menyebut namanya untuk berjaga-jaga!" tegas Altran. Dia berjalan keluar dari restoran itu diikuti oleh Lio memasuki mobilnya.
Mereka kini bertujuan untuk kembali ke hotel setelah sampai di kamarnya, Altran kembali mencari identitas Adrian. Yang di mana dia adalah seorang pengusaha yang juga bekerjasama dengan perusahaan Randy Anggara. Altran tersenyum tipis, dia memiliki cara untuk bisa lebih dekat dengan pria bernama Randy Anggara tanpa harus melewati anak buahnya.