“Rai, tunggu!” Anindira mencoba mengejar langkah panjang Raihan setelah keluar dari mobilnya. Raihan seperti ditulikan. Ia terus melangkah dan tidak memedulikan Anindira. Rasa cintanya pada Anindira yang menggebu-gebu seolah-olah lenyap karena fakta satu menit yang diucapkan oleh Dokter Kandungan tadi. Tersaruk-saruk, akhirnya Anindira terjatuh. “Aduh!” Anindira memegang perutnya. Ia berusaha berdiri dan berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya dengan tangan terus menopang pada dinding. "Raihan, tolong dengarkan aku," Anindira memelas. Ia bersandar pada dinding kamar, mencoba menatap Raihan sekuat yang ia bisa. "Apa yang harus aku dengar, Nindi? Kalau kau mencari ayah untuk anak si berengsek itu? Itu yang mau kau katakan?!" Tanpa perasaan Raihan membentak Anindira tepat di depan wajah