Bab 6. Ketemu Calon Mertua

1569 Kata
"Totalnya dua puluh empat juta, ya." Jderr! Kalma langsung kaget sekaget-kagetnya saat itu juga. Jangankan mulutnya yang menganga lebar, tas yang ia tenteng pun seketika terjatuh. Drama sekali. Dia tidak menyangka kalau harga HP yang ia pilih semahal itu. Membuatnya tidak percaya, dan sama sekali tidak mau percaya. "Ni cewek bukan penipu, kan? Masa iya, cantik-cantik tukang tipu." Kalma membatin. "Mbak, coba di cek ulang. Mungkin mbak salah baca nominalnya. Mana mungkin HPnya semahal itu. Atau maksud mbak itu totalnya dua juta empat ratus, kan?" Ujar Kalma. Mbak-mbak pegawai itu hanya tersenyum. "Mbak, HP yang mbak pilih adalah HP paling mahal di sini. HP ini banyak digandrungi oleh remaja-remaja dan para artis. Selain itu, punya banyak kelebihan yang mbak sendiri tidak menduganya. Dengan hanya menggunakan HP ini, bisa membuat mbak tampak stylish, lho." Ungkap mbak-mbak pegawai itu. "Dan harga dua puluh empat juta itu harga yang sedikit jika memang mbak mampu membelinya. Kalau misalnya mbak tidak mampu membelinya, silakan saya tunjukan HP yang sesuai dengan dompet mbak." "Idih, emangnya ni cewek kaya? Dia gak tahu aja kalo aku pegang kartu sakti milik si Udin." Cerca Kalma dalam hati. Ia memang tersenyum pada mbak-mbak pegawai di depannya, hanya saja dalam hatinya sudah mencerca habis-habisan. Berusaha sabar meski dalam hati ingin mencakar mulut perempuan itu. Kalma tetap tersenyum. "Gimana ini? Aku beli atau gak? Kalau aku beli, aku bisa dapat fitur kamera penipunya. Bisa saja setelah ini aku tampak lebih cantik dan lebih kurus dengan kamera itu. Mungkin setelah ini aku bisa dapat cowok biar gak jomblo lagi. Dan tentunya, si Udin juga gak ejek aku. Tapi... Harganya mahal banget. Sekali beli, bisa berapa bulan aku ganti uangnya si Udin? Yang ada nanti dia malah jadiin aku karyawan abadinya di kantornya yang menyebalkan." Batin Kalma. Dia menoleh ke arah lain, mencoba mengalihkan pandangan dari HP mahal yang sebenarnya sudah sangat diinginkannya. Hanya saja, seberapa kuat tekad Kalma untuk memilih yang lain, matanya pasti akan kembali ke ponsel di depannya ini. Yang harganya begitu fantastis. "Duh,... Jadi bimbang hayati. Tapi mahalnya minta ampun. Kalau aku beli, si Udin gak marah sama aku kan ya? Dia gak bakal suruh aku jual diri sama dia lagi kan, ya?" Kalma terus membatin. "Bagaimana, mbak?" "Sebentar, ya. Saya mau bicara dengan Udin dulu." Kata Kalma. Sepersekian detik, ia mengoreksi ucapannya. "Eh, maksudnya atasan saya. Bambang." Dan lagi-lagi, dia mengoreksi. "Maksud saya, dengan bapak Arka Bagaskara." Ujarnya. "Iya gak sih? Namanya Arka atau Bambang, sih? Aku kok bingung, ya?" Gumam Kalma sembari berjalan mencari keberadaan Arka. Dia melupakan nama atasannya, di hari pertamanya. Membagongkan sekali. Setelah mencari-cari, akhirnya Kalma menemukan keberadaan pria itu yang sedang memegang earphone. Tanpa kenal malu, Kalma langsung berteriak dengan bar-bar. "Udin!!!" Arka yang dipanggil demikian pun noleh ke arah Kalma. Dia melepas earphone yang dipegangnya dan menghampiri Kalma. "Iya, ada apa, Ndut?" Tanya Arka. "Lo tahu gak?" Tanya Kalma balik. Arka bingung mau jawab apa. "Apa?" "Lo gak tahu?!" Tanya Kalma lagi-lagi. Seketika hal itu menjadi suatu hal yang gemas bagi Arka. Dia menarik hidung Kalma sembari berkata, "lo kan belum bilang apa-apa, Ndut. Gimana gue bisa tahu?!" Ujarnya. "Gemas banget." Kata Arka dalam hatinya. Kalma melepaskan tangan Arka. "Jangan tarik hidung gue. Nanti lo nyesel. Hidung gue berminyak banget." Arka mengangguk setuju. Dia mengusap tangannya di setelan jas miliknya, tanpa memperjelas apa yang dikatakan oleh Kalma. Dengan kata lain, dia tidak mengatakan kalau Kalma benar-benar mempunyai kulit yang berminyak. Tidak mau menyinggung perasaan perempuan di depannya kini. "Yaudah, lo mau bilang apa? Lo udah dapet HP yang lo mau?" "Tahu gak? Harganya itu mahal banget. Dua puluh empat juta. Mahal banget, kan?!" Kata Kalma dengan ekspresi songongnya. "Terus?" Tanya Arka. "Kita pindah toko aja yuk! Gue pikir pegawai di sini bohong semua. Masa iya harga HP seharga tiket liburan pulang pergi. Atau kalau mau, bantu gue buat rayu mereka biar kasih diskon 90 persen. Biar gue pake duit lo cuman dua jutaan aja gitu. Takut gue pake uang lo banyak-banyak." "Tahu diri juga ni cewek. Aku pikir dia beneran mau habisin duit aku sampe nyebut rumah segala." Batin Arka. "Mana mereka nyebut gue kurang mampu lagi. Kan semakin memperjelas gimana melaratnya hidup gue. Kesel sih, tapi ya mau gimana lagi. Namanya juga dibeliin, mana tega gue pake uang lo banyak-banyak. Yang ada nanti gue dijadiin sebagai karyawan abadi lo. Gue kan gak mau, selain mengabdi jadi istri setia suami gue nanti." Gerutu Kalma dengan nada suara yang rendah. Dia menunduk malu. Mendengar itu, entah dari mana emosi Arka datang. Dia menjadi begitu marah. Arka mengambil kartu miliknya, pula menarik tangan Kalma menuju mbak-mbak yang tadi. Tanpa kata sapaan atau apapun, langsung menyodorkan kartu miliknya. "Segera scan barang ini. Dan apa apa yang Anda katakan sebelumnya? Mengatakan kalau dia tidak mampu?!" Arka angkat bicara, sedikit marah setelah mendengar gerutuan Kalma tentang mereka menghina Kalma. "Tidak, pak. Bukan maksud kami untuk mengatakan kalau dia kur--" "Kalian pikir saya tidak bisa membelinya?! Bahkan saya bisa memborong semua barang disini, tanpa kalian harus mengatakan kalau dia kurang mampu!" Bentakan dari Arka menjadikan suasana menjadi begitu hening setelahnya. Tidak hanya pegawai itu yang terkejut, bahkan Kalma yang masih dipegang tangannya pun juga tak kalah terkejut. Tangannya sampai bergetar di genggaman Arka. "Udin, kita gak jadi beli HP aja yuk! Gue takut, bentakan lo bisa menghancurkan gedung ini. Nanti lo yang berantem, malah gue yang masuk penjara. Kan gara-gara HP gue rusak, lo jadi gini." Ujar Kalma. Dia menarik-narik lengan Arka. Arka tidak menggubris Kalma. Tatapannya masih tajam kepada pegawai perempuan di depannya kini yang menunduk. Dia menghela nafas panjang, "cepat scan barang itu!" Perintahnya dan menyodorkan kartunya. "Lo gak marah kan sama gue?" Tanya Kalma agak ragu. Arka tetap tidak menggubrisnya. Menoleh pun tidak. "Udin, gue gak salah, kan?" Tanyanya lagi, tidak mau menyerah begitu saja. Akan tetapi, tetap saja Arka tidak menjawabnya. Yang ada, pria itu melengos dan kembali mengambil earphone yang tadi dilepasnya sebelum Kalma datang mengadu padanya. Dia mengambil dua earphone dan kembali menuju kasir. "Scan ini juga." Ujarnya cuek. Kalma yang merasa bersalah pun terus mengikuti pria itu kemanapun dia pergi. Hanya saja, pria yang di ikuti tidak mau menggubrisnya. Hingga di satu titik, Kalma pun juga ikut meledak-ledak. "Udin! Gue lagi ngomong sama lo, bukan sama rumput yang bergoyang!. Lo denger gue atau lo lagi budeg?!" Teriaknya. Arka sontak berbalik. "Gue lagi mode budeg biar gue gak marah lagi kalau mereka menghina lo lagi, Ndut!" Nyatanya, perkataan Arka membuat Kalma terdiam, membatu di tempatnya. "Kok aneh?" Tanya Kalma kebingungan dalam hatinya. "Kok gue senang ya si Udin bela gue." Lanjutnya lagi. "Duh, gimana ini?" *** "Nih, buat lo!" Arka memberikan satu earphone itu kepada Kalma, satunya lagi di tangannya. Tanpa menolak, Kalma menerima barang itu dengan tangan terbuka. Saat ini, mereka sedang menunggu pesanan makanan mereka datang, sembari menunggu mama Arka yang katanya akan datang ke mall yang sama dengan mereka. Sembari menunggu, Kalma mengotak-atik HP mahal yang tadi dibelinya. Dia agak norak kalau masalah HP, sebab selama ini dia lebih banyak berjimbaku dengan blog travelling miliknya. Dia akan menggunakan HPnya ketika menggunakan maps di suatu tempat yang baru baginya, atau paling tidak mengirim pesan untuk teman dan kekuarganya. Selebihnya, dia tidak terlalu mengunakannya. Bahkan akun media sosialnya pun, penuh dengan pemandangan dari tempat-tempat yang ia kunjungi, bukan hasil selfienya "Udin, kok gue agak kurang ngerti ya sama HP ini? Gue kayak baru keluar dari goa." Ujar Kalma. Arka langsung mengambil HP Kalma, dan mengisi beberapa hal yang diperlukan. Arka masih tampak kesal, dia bahkan tidak mengatakan apapun setelah keluar dari toko itu. Kalma yang di sampingnya pun jadi serba salah. "Lo beneran lulusan sarjana, kan? Kenapa urus HP gini aja kagak bisa." Gerutu Arka. "Gue beneran sarjana lah, Udin. Tapi ya emang gue aja yang kudet, kurang update. Maklum, gue kan gak pernah beli HP semahal ini. Bagi gue, lebih baik uangnya gue pake buat liburan, daripada buat beli HP yang mana fungsinya sama aja." Kalma mengatakan itu dengan sangat percaya diri. Bahkan gerakan tangannya yang mencapit manja pun ia lakukan saat mengatakan itu. "Oh." Balas Arka. Sebegitu singkatnya. Kalma menoel-noel lengan Arka, sembari berkata, "lo masih marah, ya?" Arka hanya menoleh sebentar, kemudian kembali fokus pada HP di depannya. Tidak terima dengan hal itu, Kalma dengan jiwa kurang ajarnya langsung menarik kedua pipi Arka. "Lepas, Ndut!" Arka berusaha melepas tangan Kalma, tapi tidak berhasil. Malah, semakin Arka mencoba untuk melepasnya, semakin Kalma berusaha untuk menariknya hingga ketampanan pria itu sudah di diskon habis. "Kalo lo gak ketawa, gue gak mau lepas!" Kalma memberikan syarat yang demikian. "Gak mau!" Tolak Arka. Kalma semakin menarik pipi Arka. "Ketawa, gak?. Gara-gara lo cemberut, gue ngerasa kayak jadi makhluk yang paling bersalah di dunia ini. Kalau lo udah ketawa, setidaknya udah mengkonfirmasi kalau lo itu ikhlas beliin gue HP. Gue belum siap jual diri sama lo kalau misalnya lo suruh gue ganti harga HP ini." Kata Kalma. Dia tidak bisa menyaring ucapannya, bahkan itu di ketika di hadapan umum. Arka tetap tidak mau melakukannya. Semakin membuat Kalma menjadi-jadi. Karena perdebatan yang cukup pelik antara Udin dan Ndut itu, mereka berdua sampai tidak menyadari kalau sebenarnya ada yang sedang memantau mereka, sampai-sampai merekam perdebatan manja mereka. Cekrek! Suara potretan itu membuat keduanya berhenti. Langsung menoleh ke samping, dan ternyata pelakunya adalah wanita paruh baya dengan penampilan layaknya anak muda gaul. "Asik banget tuh ibu-ibu. Gayanya kece banget. Kece badai!" Gumam Kalma dengan tangan yang masih ada di pipi Arka. "Itu mama gue, Ndut!" Jleb!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN