CILY, CEO 4

1436 Kata
Tetapi Gwen sama sekali tidak peduli, mengambil barang-barangnya ia segera pergi dari apartemen tersebut mengabaikan pelayan disana yang melarangnya. Beruntungnya pria itu tidak menempatkan bodyguard disana jadi Gwen bisa pergi tanpa halangan. Gwen pergi ke salah satu tempat spa untuk menghilangkan pegal-pegal ditubuhnya, lalu menghubungi Tasya untuk menjemput dirinya. Tasya begitu banyak tanya saat melihat banyaknya kissmark yang ada dilehernya. “Lo ngapain aja sih Gwen, Bokap Nyokap lo semalem dateng ke apartemen kita. Untung gue gak mabok banget jadi masih bisa jawab pertanyaan mereka. Sekarang mereka minta lo untuk pulang kerumah.” Menghela nafasnya Gwen setuju untuk diantarkan kerumah, ia juga tadi melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari kedua orangtuanya. “Thanks ya Sya, lo gak usah masuk kali ini.” Dengan langkah kaki mantap Gwen memasuki rumahnya, diruang tamu sudah ada kedua orangtuanya juga kakak laki-laki dan kakak perempuannya. “Darimana saja kamu Gwen?” Gwen menggaruk pipinya yang tak gatal. “Dari rumah teman, ada apa Papa sampai telfon Gwen suruh pulang? Tumben.” “Jaga sikap kamu Gwen, kamu semakin dibiarkan semakin kurang ajar dan tidak tahu aturan.” Gwen memutar kedua matanya malas, tak tahu apa salahnya intinya semua hal yang salah dan jelek dirumah ini hanya berasal dari dirinya. Gwen benar-benar muak, dirumah ini yang benar-benar menyayangi dirinya hanya sang Mama. “Kamu semalam menginap dirumah siapa? Jawab Papa.” Hans mendekati anak perempuannya itu dengan perasaan semakin murka apalagi melihat tanda yang ada dileher Gwen. “Apa ini Gwen? Apa yang sudah kamu lakukan semalam? Jawab Papa.” Anggun terkejut melihat hal tersebut begitu Angga dan Hana. “Kamu menjual diri iya?? Apa semua uang yang Papa berikan tidak cukup untuk kamu?” Gwen berusaha untuk melepaskan cengkraman dari ayahnya dibahunya. “Sakit Pa.” ‘Plak’ Sebuah tamparan secara tak terduga diberikan oleh Anggun. “Gwen, jawab Papamu. Apa yang kamu lakukan tadi malam?” Mata Gwen berkaca-kaca ia sungguh tidak menyangka Mama menampar dirinya, padahal ia pikir hanya sang Mama yang sayang padanya dirumah ini. “Gwen, kamu sudah sangat mengecewakan kepercayaan Mama dan Papa. Mama selama ini memberi kelonggaran untuk kamu supaya kamu tidak tertekan, Mama tahu Papa begitu keras dengan kamu hanya karena kamu berbeda dengan kedua kakakmu. Tapi apa yang Mama dapatkan? Kamu mengecewakan Mama Gwen.” Mamanya menangis dan itu semakin membuat hati Gwen sakit, Gwen akui ia adalah anak yang sangat nakal tak tahu aturan tidak seperti kedua kakaknya yang disiplin dan hidup terjadwal. Gwen akui ia tidak sejenius kedua kakaknya, tetapi Gwen tidak bodoh juga, ia masih masuk lima besar dan seharusnya itu tidak jadi tolak ukur diskriminasi oleh Papanya yang serba perfeksionis. “Maafin Gwen Ma, Gwen tahu Gwen salah.” Tangis Gwen luruh, ia tidak bisa membela diri lagi sekarang. Nyatanya hidupnya memang sudah tidak ada yang benar. “Masuk ke kamar kamu sekarang dan renungkan kesalahanmu. Nanti malam kita bicarakan lagi.” Hans langsung memeluk istrinya dan membiarkan Gwen meninggalkan ruang tamu tak memperdulikan tatapan dari kedua kakaknya sama sekali. Gwen dan kedua kakaknya memang tidak sedekat itu. Sesampainya dikamar, Gwen terus menangis. Ia menyesal telah membuat Mamanya menangis, ia tidak tahu jika Mamanya begitu perhatian dan mengerti dirinya tetapi Gwen malah mengecewakan Mamanya. Gwen tidak tahu apakah kedepannya sang Mama akan ikut membencinya juga? Dering ponsel sedikit mengentikan Gwen dalam tangisnya. Disana tertera nomor asing, seketika Gwen ketakutan dan langsung memblokir nomor tersebut. Ia tidak mengenal lelaki yang sudah menjadi pria pertamanya itu dan Gwen tak ingin tahu, ia ingin melupakan hal itu. Saat nomor asing itu muncul Gwen terpikir mungkin saja Pria itu tahu nomor ponselnya. Langsung saja Gwen mencabut simcard di ponselnya dan membuangnya. Gwen sedang kacau sekarang dan tak tahu rencana apa yang akan Papanya siapkan untuk masa depannya. === Wajah pucat Gwen baru kali ini terlihat, biasanya wajah perempuan muda itu akan berekspresi kesal, marah dan penuh emosi sangat lain dengan hari ini yang begitu kuyu sekali. Anggun sama sekali tidak mau mendatangi Gwen kekamar putrinya itu, karena ibu itu masih begitu sakit hati atas apa yang Gwen lakukan. “Papa sudah memutuskan untuk mengirim kamu Aussy besok.” Gwen cukup terkejut mendengar pernyataan Papanya tersebut, seketika Gwen menggeleng untuk menolaknya. “Gwen gak mau.” “Kamu tidak ada hak untuk memilih Gwen. Segera bersiap-siap selepas makan malam.” Gwen menghela nafasnya menyerah, ia tidak akan kekanakan dengan tak mau makan dan merajuk. Ia lapar sekali sekarang dan merajuk bukanlah sifat Gwen. Jika Papanya sudah memutuskan sesuatu maka itu tidak bisa digugat lagi, ingin menolak sebagaimana pun tak akan bisa merubah keputusan Papanya. Mengingat Gwen juga tak dekat dengan sang Papa semakin memperluas jarak diantara mereka. Selama makan malam tak ada lagi yang berbicara selepas keputusan itu dilayangkan, ruang makan dilingkupi keheningan. Gwen sakit hati sekali karena Mamanya tak ada mengajaknya bicara. Usai makan malam semua orang pergi meninggalkan ruang makan kecuali Anggun dan Hana yang selalu membantu pelayan membereskan perabotan makan. “Ma…” Gwen dengan berani memanggil Mamanya, berharap ia dimaafkan dan diberi muka. Tetapi Anggun malah pura-pura tak lihat dan pura-pura tak dengar, ibu tiga orang anak itu mencuci piring dan menyuruh Bi Kiki dan Hana kembali ke kamar. Gwen melangkahkan kakinya mendekati sang ibu yang membelakanginya, lalu memeluknya dengan erat. “Maaf Ma, maaf. Gwen tahu Gwen sudah kelewatan, maaf Ma..” “Gwen juga gak mau ini terjadi, Gwen gak mau kasih Mama kecewa. Gwen menyesal Ma.” Tapi Mamanya masih saja diam melanjutkan pekerjaannya. “Mama please jangan diamkan Gwen seperti ini, Gwen janji Gwen gak akan mengulangi ini. Gwen janji akan berubah. Mama Gwen minta maaf hiks..” “Mama pegang janji kamu untuk tidak mengulangi lagi dan akan berubah.” “Iya iya apapun akan Gwen lakukan asal Mama mau memaafkan Gwen.” Akhirnya Anggun membalikkan tubuhnya menatap putri bungsunya dengan pandangan yang bercampur aduk. Jujur saja selain rasa sayang yang besar, Anggun sangat mengasihani anaknya ini. Gwen bukan berbeda dari anak-anaknya yang lain, Gwen hanya unik. Gadis kecilnya ini pemberontak, keras kepala dan berbuat semaunya. Anggun cukup paham jika sifat dan sikap setiap anak itu berbeda, tetapi Anggun tidak bisa memberi pemahaman yang lebih baik untuk suaminya. Dikedua keluarga mereka Anggun akui bahwa Gwen adalah anak yang paling cantik. Anggun berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi dan Hans berasal dari keluarga yang dididik dengan peraturan ketat. Hidup dua keluarga itu begitu tertata dan penuh dengan pembahasan bermutu, Gwen bersikap tak tahu aturan tentu dipandang tak suka oleh keluarga mereka yang lain. Anggun pikir ia sudah menjalani hal yang ia anggap tepat untuk Gwen agar anaknya itu tidak mengalami depresiasi dan tertekan berada dikeluarga seperti ini. Tetapi Anggun mendapat kekecewaan dan ia sudah tidak bisa lagi membantu anaknya. “Kamu tahu kan, Mama sudah tidak bisa membantu kamu lagi kedepannya? Mama sudah memohon dengan susah payah pada Papamu untuk satu kesempatan melonggarkan aturan padamu dikesempatan kemarin.” “Kamu bersiaplah untuk besok berangkat ke Aussy karena sekarang kamu hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri Gwen.” Setelah berkata demikian sang Mama pergi meninggalkannya begitu saja di dapur. Gwen tahu ia sudah membuat kesalahan fatal, sungguh Gwen tidak bisa membayangkan seperti apa hidup yang akan ia alami di Aussy tempat tinggal keluarga ayahnya. Disana ada Granny yang begitu kolot, galak dan banyak aturan. Tak membuang waktu lagi Gwen kembali ke kamarnya dan menyiapkan apa-apa yang ia butuhkan selama tinggal disana. Gwen tak tahu ia akan sampai kapan tinggal disana, tetapi Gwen yakin ia akan kuliah disana juga. Gwen sebenarnya sedang menunggu pesta perpisahan disekolahnya, tetapi sekarang ia tidak bisa datang kesana dan bersenang-senang. Rasa kantuk menghampiri Gwen sebelum ia benar-benar selesai dengan barang-barangnyAA. Tubuhnya terasa digoyangkan seseorang disertai suara yang terus memanggil namanya supaya bangun. Dengan rasa kantuk yang masih begitu jelas Gwen membuka matanya sedikit, melihat Mamanya membereskan isi kopernya. “Cepat Mandi dan Makan.” Teringat akan janjinya akan berubah Gwen segera bangkit dari tidurnya, berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selepas mandi, ia duduk ditepi ranjang dimana Bi Kiki sudah membawakan sarapan untuknya. “Minum ini.” Gwen melihat obat apa yang Mamanya berikan padanya. “Sebelum semuanya terlambat, kita perlu berjaga-jaga. Mama tidak bisa bayangkan jika apa yang kamu lakukan semakin fatal, cukup beri satu kekecewaan tidak dengan kekecewaan lain.” Menghela nafasnya sedih Gwen menelan obat itu kemudian menghabiskan makanannya. Meskipun Gwen yakin ini bukan masa suburnya tetapi apa yang bisa menjadi jaminan kalau ia tidak akan hamil kedepannya? Saat kedua orangtuanya tahu ia sudah tidak perawan lagi, ia diasingkan ke istana mengerikan milik Keluarga ayahnya. Gwen juga tidak bisa membayangkan hal mengerikan apa yang akan dilakukan keluarganya jika ia benar-benar hamil diluar nikah tanpa tahu siapa ayah bayinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN