MTTE - TIGA

936 Kata
Gita hendak berjalan menaiki tangga, Gita berbalik melihat Rana yang sedang tersenyum melihatnya, Gita dengan cepat menghampiri Rana dan mengambil tangan Rana untuk di ciuminya. "Tante?", tanya Gita. "Bagaimana kabarmu nak?", Tanya Rana. "Baik tante, tante gimana? Luvina udah tahu tante berkunjung?" "Udah, Luvina lagi ngurusin Rafki dulu, Rafki rewel", jawab Rana "Badrun udah tahu tante?" "Badrun?" "Ehh.. maksud saya Leon, hehe" "Oh Leon? Dia udah tahu.. semalam tante nelfon dia" "Oh gitu" "Git" "Iya tante?" "Menikahlah dengan Leon nak" "Haaa? Nikah dengan Badrun? Maksud saya Leon" "Leon memang anak yang manja, Leon juga lebih suka bersama kakaknya di bandingkan bersama tante, jadi sebelum tante dan om rentah, tante ingin menikahkan Leon dengan wanita yang baik" "Tapi tante, Leon ga akan pernah setuju menikah dengan saya, hubungan saya dan Leon sejak dulu emang udah ga pernah akur, jadi jika menikah sepertinya enggak deh tante, jangankan menikah, seperti ini saja kamu ga akur", ujar Gita. "Karena itu tante minta tolong sama kamu, untuk bersedia menikah dengan anak tante, tante udah rentah nak, jika Leon belum dewasa juga, tante dan om tidak akan pernah pergi dengan tenang jika sang kuasa sudah memanggil" "Tante ngomong apaan sih, jangan mengatakan hal seperti itu tante" "Tante ga maksa kamu nak, sejak dulu tante sudah sering menanyakan kesediaan kamu untuk menikah dengan Leon, jadi jika kamu menolaknya sekarang tante akan menanyakannya lagi lain kali" "Tante, saya juga menginginkan Leon bisa menjadi dewasa, tapi melihat dia seperti itu sepertinya menjadi dewasa itu adalah hal yang berat baginya, saya juga Leon sudah tidak pernah akur, jadi menikah dan mencocokkan diri hal yang berat bagi saya" "Jika saja ada peremuan lain yang tante kenal, tante akan mengenalkannya pada Leon dan menikahkan mereka", ujar Rana menitikkan air mata. "Tante, kenapa menangis?" "Tante ga sanggup nak, tante hanya ingin kamu menikah dengan Leon, apa permintaan tante sangat berat? Terlepas pernikahan itu bukan permainan?" Gita menundukkan kepala, selama ini Rana dan Habib sudah menjadi pengganti orang tuanya, kasih sayang Rana begitu melekat di dalam hati Gita, Gita tidak pernah merasakan kesepian karena ia memiliki orang tua seperti Rana dan Habib, melihat Rana menangis Gita begitu sedih dan sempat menyalahkan diri sendiri. **** ... Gita POV... Aku duduk di tepian ranjang, aku berpikir tentang permintaan tante Rana yang selama ini aku anggap sebagai pengganti orang tuaku, karena tante Rana begitu menyayanginya seperti anaknya sendiri. "Aku ga mungkin nikah sama si Badrun itu, aku ga mungkin menyia-nyiakan hidupku, menikah dengan pria yang belum dewasa seperti dia", gumamku. "Tapi, bagaimana dengan Tante Rana? Jika aku menolak menikah dengan Badrun itu, itu hanya akan mengecewakan tante Rana yang selama ini sudah baik sama aku, aku hanya menginginkan jodoh yang aku suka, apakah salah?" Aku melangkah keluar kamar dan melihat tante Rana sedang duduk di sofa, tante Rana terlihat sedang berpikir, ya Allah.. apa aku harus menyetujui pernikahan ini? "Git", aku berbalik dan melihat Luvina. "Vin" "Lo kenapa?" "Gue lagi bingung Vin" "Bingung kenapa?" "Tante Rana meminta agar aku bersedia menikah dengan Badrun" "Lo ga setuju?" "Ya enggaklah.." "Jika lo menolaknya kenapa wajah lo gitu?" "Gue ga enak aja sama tante Rana, selama ini beliau baik banget sama gue Vin, gue pengen banget tahu melakukan apa yang beliau inginkan, tapi menikah? dengan Badrun? Ya ampun. Apa ga ada pria lain?" "Hahaha... lo ihh.. Badrun apaan sih? Panggilan sayang kalian?", kekeh Luvina. "Hahaha.. panggilan sayang? Pengen mual gue dengernya" "Ishh apaan sih Git, kalian itu kenapa yak?" "Ga kenapa-napa, ipar lo itu yang gelar permusuhan" "Jadi maksudnya kalau dia ga gelar permusuhan, lo juga ga bakal mau musuhan?" "Ya ga mau lah, lagian gue sama Leon kan ga pernah ada masalah sebelumnya" "Baiklah, gue lelah banget kalau denger kalian tuh berantem mulu, mending gue ngurusin Rafki sama Arsya, lo ngurus diri sendiri ya" "Tapi Vin_" "Apa lagi Git?" "Gimana sama permintaan tante Rana?" "Hmm? Ya gue ga tahu, kan lo yang mau jalanin, kalau gue sih, iya in aja..", ujar Luvina membuatku bingung. "Duhh.. kok lo ga ngasih saran yang buat gue yakin sih? Gue males tahu ih" "Lo kan bilang kalau Mami banyak berjaza buat lo, ya udah.. ikutin kata hati lo aja" "Kata hati gue tuh ya ga mau lah sama Badrun itu, gimana masa depan gue kalau gue nikahnya sama Badrun itu?" "Emang gue mau nikah sama lo? Ya gue juga ga mau, dikasih gratis aja ogah gue", ujar Badrun itu yang ternyata mendengar percakapanku sama Luvina. "Nyosor aja lo kerjaannya", kataku kesal. "Gimana gue ga nyosor kalau lo nyebut nama gue" "Udah ya kalian ga usah mulai lagi, jangan terus seperti ini donk, kalian tuh bukan anak kecil lagi tahu ga? Kenapa sih setiap ketemu ga pernah akur?", ujar Luvina mencoba menghentikan kita berdua. "Gimana mau akur kalau dia kayak gini nih, tiap gue ngomong selalu saja nyosor, kayak mulutnya ga bisa diem aja", kataku.. *** Di kantor aku begitu akrab dengan Ariel yang sedang mengajarku berbahasa asing, Ariel sesekali memberikan candaan membuatku tertawa lepas, aku dan Ariel memilih tak makan siang di luar karena harus menyelesaikan pelajaran yang beberapa hari ini kacau karena Badrun itu selalu saja menganggu kami. Entah apa yang di inginkan Badrun dari kami sampai dia benar-benar mengganggu kami Ariel menatapku, aku begitu gugup ketika bosku ini menatapku, aku tersenyum agar aku tak sampai gegabah dan berpikir bahwa Ariel menatapku karena dia menyukaiku. "Git?" "Hmm? Ada apa?", tanyaku. "Kamu cantik" "Haha.. biasa aja Riel, cantik kan relatif" "Tapi kamu beda" "Beda apanya?" "Beda dengan wanita lain di luar sana" Aku menatap Ariel, apa maksudnya? Kenapa dia tiba-tiba mengatakan hal itu? "Kita lanjutkan ya?", ujar Ariel. "Oh.. iya baiklah" kataku. ***Bersambung.Jangan lupa votmment. Happy and enjoy reading***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN