Masih juga jam sepuluh pagi, tapi entah mengapa Uli merasa matanya sungguh berat untuk diajak kompromi. Salahnya sendiri karena semalam dia baru tidur jam satu pagi. Itu semua karena tadi malam Uli ikut bekerja freelance di sebuah wedding organizer dan acara pernikahan anak salah seorang pejabat penting di Surabaya itu baru selesai menjelang tengah malam.
Uli berjalan gontai menuju pantry. Sudah berapa kali dirinya menguap. Minum secangkir kopi mungkin bisa menetralisir rasa kantuk yang menyerang.
****
Kien tak ada niat pergi ke pantry, karena niat awalnya pergi ke toilet. Tapi langkahnya terhenti saat dia mendengar suara dentingan sendok yang beradu dengan cangkir dari arah pantry yang terletak di samping toilet.
Kien berdiri di ambang pintu pantry. Dia melihat dari belakang, punggung seorang wanita berjilbab yang baru kali pertama ini dia lihat. Di kantor ini memang semua staff perempuan yang jumlahnya tak lebih dari sepuluh orang tak ada yang memakai hijab. Hanya perempuan inilah yang berhijab disini. Dan Kien baru pertama kali ini berjumpa dengan nya.
Kien masih mengamati gerak gerik wanita itu. Dalam hati dia berkata mungkin inilah karyawan baru asisten ibu Agustina yang tadi baru saja diceritakan kepadanya.
Entah kenapa punggung itu terlihat begitu rapuh di mata Kien, apa mungkin karena wanita itu mempunyai tubuh yang sangat kurus. Hingga punggungnya saja terlihat seperti itu. Rasanya Kien ingin merengkuh tubuh di hadapan nya ini dan menyandarkan punggung ringkih itu di d**a bidangnya.
Sudut bibir Kien terangkat keatas, dan dia masih lurus menatap wanita itu hingga secara tiba-tiba wanita yang diamatinya berbalik dan menatap nya. Kien terpana karena mendapati wajah cantik wanita itu.
Ah ralat, dia bukan wanita tapi gadis. Terlihat sekali jika gadis itu masih sangat muda. Kien tak memungkiri jika gadis yang masih berdiri dengan canggung di depan nya ini memiliki wajah yang sangat cantik. Benar benar cantik alami tanpa polesan.
Gadis itu menunduk karena Kien menatapnya tajam hingga tak berkedip.
Entah mendapat kekuatan darimana, dengan berani Uli mulai berjalan masih dengan menunduk melewati Kien.
" permisi." hanya kata itu yang Uli lontarkan.
Kien menolehkan kepalanya ke belakang setelah Uli melewati nya. Aroma harum kopi dari cangkir yang dibawa gadis itu menusuk indera penciuman Kien.
Kembali kien tersenyum. Dia baru teri ngat jika tujuan nya tadi adalah ingin buang air kecil. Selanjutnya Kien melangkah meninggalkan pantry dan masuk ke dalam toilet.
****
Uli sudah selesai memfotocopy semua file yang bu Agustina berikan padanya. Sepuluh menit lagi jam pulang dan Uli bergegas ingin segera naik kembali ke lantai dua kantor ini untuk kembali ke ruangan nya.
Ruangan Uli memang berada di lantai dua, berada di belakang meja kerja bu Agustina. Sementara ruang fotocopy berada di lantai satu.
Dengan tergesa Uli menaiki anak tangga satu persatu. Baru separoh pejalanan, Uli menahan nafas karena aroma maskulin yang menguar dari tubuh seorang pria benar-benar meracuni indera penciuman nya.
Kien turun dari tangga dengan ponsel menempel di telinganya. Sudah jam pulang kantor, tapi klien nya satu ini justru menelepon dan mengajak nya bertemu.
Bukan nya Kien tak menyadari jika dia tengah berpapasan dengan gadis itu, yang dia tahu bernama Ulia. Kien seolah tak peduli dan tak menghiraukan keberadaan gadis itu.
Tapi saat mereka sudah berhadapan, gadis itu tampak terkejut dan berhenti mendadak. Kien pun melakukan hal yang sama. Dia juga ikut berhenti meski masih sambil bertelpon.
Karena tubuh Kien yang tinggi besar menjulang di hadapan nya, Uli tak punya akses lagi untuk bisa melanjutkan langkahnya. Tubuh besar Kien yang bagai raksasa yang memenuhi tangga dan menghalangi jalan nya.
Satu menit Uli menunggu tapi tubuh besar itu tak juga beranjak. Sang empunya masih juga sibuk berbicara di telpon tanpa menghiraukan keberadaan nya. Uli berinisiatif untuk lewat disamping tubuh besar itu yang masih ada sedikit celah. Meskipun Uli tak yakin apakah tubuhnya sanggup melalui nya.
Mencoba tak ada salahnya. Uli bergeser ke kanan dan akan melangkah saat dengan tiba-tiba pemilik tubuh besar itu ikut bergeser ke kanan. Uli mendongak lantas dia kembali bergeser ke kiri berharap dia bisa lewat disamping kiri. Tapi sial nya Kien juga ikut bergeser ke kiri.
Uli mendengus dia merasa orang dihadapkan nya ini memang sengaja menghalangi jalan nya. Padalah Uli sudah ingin buru-buru membereskan meja kerja nya lalu pulang.
Kesabaran Uli memang sedang diuji. Kien masih tak bergeming di tempatnya membuat Uli kesal bukan main.
Dengan keberanian yang dia paksakan, Uli membuka suara.
" permisi Mister, bisakah saya lewat. Anda menghalangi jalan saya."
Tepat sekali, Kien langsung berhenti berbicara dengan ponselnya lalu menatap Uli sejenak.
" oh... Anda mau lewat? Ehm... Maaf. Silahkan. " Kien menggeser tubuhnya menyamping memberi jalan pada Uli.
"lain kali bilang saja kalau mau lewat. Jangan diam saja." kembali Kien membuka suara tapi yang diajak bicara tak merespon justru dengan tenang tetap melanjutkan langkah nya menaiki anak tangga hingga lantai atas.
####