Setelah sarapan Aira duduk di gazebo taman belakang rumahnya, hari ini hari sabtu, harinya Aira libur praktek di rumah sakit.
Setelah meminta ijin pada Abi dan Umi nya,
Aira memutuskan untuk jogging, ke taman komplek, biasanya kalau hari libur seperti ini di sana rame, banyak orang dan pedagang.
Aira pergi sendirian, terlalu lama di jepang dia lost contac dengan semua teman dan sahabatnya yang ada di sini.
Ya, jadinya seperti ini lah kemana-mana sendirian.
Setelah selesai berberapa menit mengelilingi lapangan taman, Aira memutuskan untuk mengakhiri joggingnya.
Matanya menyapu sekeliling, berniat membeli minuman. Baru beberapa langkah, Aira menghentikan lagi langkah kakinya ketika melihat ada segerombolan laki-laki yang sedang duduk di sebuah kursi panjang, yang posisinya tidak jauh dari stand penjual minuman yang Aira inginkan.
Ada keraguan saat ingin melewatu mereka, namun rasa hausnya sudah tidak bisa di tahan lagi. Aira tetap melanjutkan niatnya.
Belum sampai Aira melewati mereka, ada satu orang di antara mereka yang menyadari kehadiran Aira, langsung saja berbisik-bisik pada temannya sampai semua laki-laki yang kira-kira berjumlah lima sampai enam orang itu memandang ke arahnya.
Aira melemparkan pandangannya ke arah lain, ke mana saja asalkan tidak pada mereka.
"Kiwww.."
"Hay cantik, Abang temenin boleh?"
Aira tidak menghiraukannya, ia terus mempercepat langkah kakinya,
"Kamu cantik banget sih,"
"Apalagi bodynya wooow."
"Hahahahahahahaha!!!" Mereka tertawa berbarengan,
Rasa kesal, kecewa, ingin menangis, Aira ingin meneriaki orang-orang yang tidak bermoral ini. Namun Akal sehat yang lebih menguasai dirinya, sehingga ia juga dapat memikirkan akibat kalau dirinya melakukan hal itu.
Yang ia lakukan saat ini menarik nafas lalu membuangnya, Aira lakukan berkali-kali.
Itu adalah salah satu metode untuk merilekskan lagi diri kita, agar tidak sampai ke tahap emosional.
Langkahnya berhenti di stand yang ia tuju,
Namun, melihat antrian yang cukup banyak. Aira memilih duduk di bangku single yang di sediakan di sana.
Sedetik kemudian, pandangannya tertuju pada dua perempuan yang memakai pakaian syar'i, yang satu berniqab yang satunya lagi tidak.
Semakin terbesit keinginan Aira agar bisa seperti mereka,
Kedua perempuan yang Aira perhatikan berjalan mengarah ke sini,
Mereka terus berjalan, dan ketika jaraknya hampir dekat dengan segerombolan pemuda tadi, semakin menarik perhatian Aira.
Aira pikir segerombolan pemuda itu akan melakukan hal yang sama, seperti yang mereka lakukan padanya. Namun yang terjadi.. kebalikannya mereka semua tidak melakukan apapun.
Aira tercenung, lagi... satu kenyataan yang ia saksikan, sekaligus di alaminya. Menyebabkan rasa tak kasat mata menyelusup dalam hatinya.
Pada hari ini Allah memperlihatkannya langsung pada Aira. Tentang perbedaan manusia dari cara berpakaiannya.
Pantas saja, agama Islam menganjurkan kaum muslimah untuk berpakaian sesuai syari'at islam. Sekarang Aira sudah tahu alasannya.
Dan kini.. keinginannya untuk menetapkan hati, belajar menjadi muslimah seutuhnya semakin mantap.
***
Saat Aira sedang berjalan menuju perjalanan pulang, tiba-tiba hujan turun. tidak jauh dari tempat Aira berdiri, di sana ada sebuah Masjid. Dia berlari ke arah Masjid tersebut, lalu duduk di terasnya.
Setelah duduk, Aira baru menyadari di Masjid itu sedang di adakan pengajian,
Dan yang Aira dengar saat ini Ustadz sedang menjelaskan tentang ' seorang wanita berhijab tapi seperti telanjang, memperlihatkan lekuk tubuh nya dengan memakai celana ketat, baju yang ketat, dan hijab gaul yang tidak menutupi dadanya, bahkan rambut bagian depan nya sebagian keluar '
Ustadz juga menjelaskan beratnya hukuman seorang wanita yang berpakaian seperti itu.
Aira kembali tertegun, dan satu lagi kejadian di hari ini yang menyentuh hatinya,
Aira merasa saat ini dirinya menjadi orang yang begitu berdosa.
Saat hujan reda Aira buru-buru ia pulang menuju rumah nya.
***
Aira duduk di kursi merenungkan penjelasan ustadz tadi, yang terus terngiang-ngiang di telinganya.
Melihat putrinya duduk, q Farid yang baru keluar dari ruang kerjanya menghampiri Ai
" putri cantik Abi kenapa? Ngelamunin apa?" tanya Farid..
Aira melirik Abi nya dan langsung memeluk nya.. Dia menangis di pelukan sang Abi..
"Ee..eeh kok nangis , ayo cerita sama Abi kenapa?" Tangan Farid mengelus punggung Aira,
Umi nya yang baru datang dari dapur kebingungan melihat anaknya terisak. Melihat ke arah Farid bertanya 'kenapa' tanpa suara. Farid menjawab dengan gelengan,
Inaya duduk di sebelah Aira, mengelus punggung tangan Aira.
Dan, mengalirlah cerita Aira, mulai pertemuan nya dengan Bila, kejadian tadi pagi minus kejadian segerombolan pemuda yang menggodanya, keraguan dan kegelisahannya.
Inaya dan Farid tersenyum mendengar cerita Putri nya.
"Abi, Umi.. Aira malu, Aira belum bisa seperti mereka, Aira belum bisa menutup aurat dengan baik .. "keluhnya.
"Sayang, dengar Abi, Aira sudah menutup aurat Aira, hanya saja Aira perlu menyempurnakannya " Ucap Abi nya mengelus kepala sang putri.
"Umi, kenapa umi gak nyuruh Aira berpakain, seperti umi seperti muslimah-muslimah di luar sana?" tanya Aira pada Umi nya.
"Aira ingat, pada saat Aira memutuskan memakai hijab? Apa Umi yang menyuruh Aira?" tanya Umi-nya lembut.
Aira menggeleng.
"Dengar Nak, Abi ataupun Umi tidak akan pernah memaksakan apapun keinginan Aira, karena Apa? Karena umi tahu, Aira tahu yang terbaik buat diri Aira, Tugas Umi hanya memberi tahu yang benar, dan memberikan contoh sama Aira,
Buktinya pada saat Aira masih kelas 1 SMP Aira yang melihat umi berhijab, dan Aira menanyakan ke umi kenapa seorang muslimah harus berhijab dan tidak boleh melepasnya? Umi menjawab memakai hijab merupakan kewajiban untuk seorang muslimah, dan jika di lepas hukumnya dosa.
Dan, pada saat itu Aira sendiri yang memutuskan untuk berhijab, tanpa paksaan siapapun." Umi nya tersenyum lembut.
Aira melepaskan pelukan dari Abi nya, kemudian langsung menghambur memeluk Inaya.
Dia menangis di pelukan uminya.
"Umi.. Aira ingin belajar menjadi muslimah yang sesungguhnya, Menutup auratnya dengan rapi, Umi harus ajarin Aira," ucapnya sambil terisak.
Uminya tersenyum dan mengangguk.
"Nah, ini yang buat Umi bangga sama Aira, Aira selalu ingin jadi lebih baik."
Aira memeluk uminya lagi.
"Tapi, Aira harus ingat.. Hijrah itu bukan sekedar mengganti gaya berpakaian saja sayang, akhlak kita pun harus di perbaiki, mulai dari belajar membersihkan hati, memperbaiki kewajiban kita kepada Allah yang sering kita lalaikan, lebih sering menginggat allah, ibadah wajibnya di tambah dengan sunat. ya.. Intinya kita berusaha menjadi lebih baik lagi dalam hal apapun di niatkan karena Allah. Umi yakin Aira mengerti maksud umi iya kan?"
Aira mendengarkan dengan baik apa yang uminya bicarakan, air matanya kembali menuruni pipinya, dirinya sangat malu selama ini sering melalaikan kewajiban sang pencipta, tapi.. Allah tidak pernah balas melalaikan memberi nikmat hidup kepadanya. Sedangkan dirinya, jangankan kiyamu lail, salat duha, dan yang lainnya salat wajib pun Aira sering menunda-nunda waktunya.'Ya Allah maafkan segala kelalaianku dalam menjalankan perintahmu' batinnya.
Aira semakin terisak di pelukan uminya.
"Sudah.. Nangisnya, umi tahu gimana perasaan Aira sekarang. Sekarang kita manfaatkan waktu untuk memperbaiki semuanya.." ucap uminya lagi.
Aira mengurai pelukannya lalu menatap uminya.
"Umi sama Abi maukan membimbing Aira.." Aira menatap Umi dan Abinya bergantian dengan penuh ketulusan.
Uminya mengangguk sambil tersenyum.
"Insyaallah nak, kita berjalan bersama ya." Aira membalas senyum Inaya, lalu mengeratkan kembali pelukannya. Inaya mengusap kepala Aira dengan sayang. Dia mengurai pelukan dengan uminya.
Aira menatap Abinya, yang tersenyum kepadanya. Farid sampai tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun, dia sangat bangga kepada Aira, yang punya keinginan untuk memperbaiki dirinya.
Aira memeluk Abinya erat.
"Abi bangga sama Aira," ucap Farid.
"Aira lebih bangga punya Abi sama Umi yang tidak pernah bosan mendidik Aira sama kakak, tidak pernah bosan menasehati, menegur dengan kelembutan Abi sama umi, pokonya Abi sama umi orang tua terhebat." Aira mengeratkan pelukannya, lalu terisak lagi.
"Udah nangisnya," Farid sedikit menjauhkan Aira, menghapus air mata Aira.
Aira pun tersenyum lalu mengangguk.
"Emmmm.. Abi, Umi Aira boleh gak ikut kajian di pesantren yang di depan komplek, kalo Aira lagi gak di Rumah Sakit." Aira mengutarakan keinginannya.
Umi dan Abi nya tersenyum..
"Boleh banget dong sayang, yang punya nya juga temennya Abi, nanti Abi bilangin ya." Abi nya tersenyum, mendengar penuturan Abinya membuat Aira tersenyum antusias,
Namun sedetik kemudian
Aira menundukan kepalanya.
"Bi.. Emm..eeemm.." Aira memainkan kedua jarinya,
"kenapa sayang, mau minta apa?" ucap Abinya, yang sudah sangat hafal gelagat anaknya jika menginginkan sesuatu.
"Aira kan gak punya gamis, boleh gak Aira minta di beliin beberapa gamis sama hijab panjang nya." Aira masih menundukan kepalanya.
Farid kembali tersenyum..
"kirain Abi mau minta apa, boleh banget sayang, nanti beli yang banyak sama Umi.. Ya, iya kan Mi?"
Umi nya menangguk sambil tersenyum.
"Makasih Abi" Aira kembali memeluk Abi nya.
"Aizar gak di kasih jatah Bi?" sambung Aizar yang baru menuruni tangga.
"Nggak.. Kamu udah ke seringan minta ini itu." jawab Farid datar.
"Tapi, Aizar juga sama anak nya Abi" bela Aizar,
"Yang bilang kamu anak tetangga siapa." ujar Farid santai.
Aira tertawa terpingkal-pingkal sambil menunjuk kakak nya, sementara Aizar mengerucutkan bibir nya.
***
Pukul 20.30 Aklil masih berada dikantornya, dirinya baru saja menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk.
Walaupun Aklil sering menghabiskan waktunya dengan bekerja, tapi itu tidak membuatkannya melupakan kewajibannya menjalankan salat lima waktu.
Aklil selalu berusaha tepat waktu melaksanakan salat.
Jika dirinya meeting, sebelum makan siang Aklil selalu mengakhirinya lima menit sebelum adzan dzuhur berkumandang. Jika tidak memungkinkan selesai, maka Aklil akan menundanya dan di lanjutkan lagi setelah makan siang.
Sifatnya ini yang membuat banyak karyawannya kagum kepada bos mudanya itu.
"Yan, proyek hotel di lombok sama SIDIQ ENTERPRISE gimana?" tanya Aklil, yang kebetulan Ryan sedang berada di ruangannya..
"Tadi gue konfirmasi ke pihak dari SIDIQ ENTERPRISE katanya proyek ini akan di tanggung jawab langsung sama CEO perusahaan itu, berarti sama Aizar kan? kalau gak salah sih besok dia ngajakin kita makan siang buat ngomongin masalah proyek ini." jawab Ryan.
" Ya, bagus dong kalo langsung Aizar yang nanggung jawab.. Kita bisa lebih mudah kerja samanya, ok lo atur aja besok waktunya.. " katanya, Aklil dan Aizar sudah saling mengenal. Karena Perusahaannya sudah sering bekerja sama dengan perusahaan Aizar, bahkan dari dulu sejak perusahaan mereka masih di pegang orang tuanya.
"Siap pak bos." ujar Ryan sambil membentuk tangannya hormat.
"Lil lo napa sih hari ini gue perhatiin banyak ngelamun, pake ada senyum-senyum sendiri lagi.. "tambah Ryan yang heran melihat sahabatnya sedikit berbeda dari biasanya.
"Nggak kok, perasaan lo aja." Elak Aklil.
"Lo kayak yang baru kenal kemarin sore ya sama gue, bagus.. Sekarang udah maen rahasia-rahasian. Gue udah tahu lagi di balik kata Nggak nya lo tu kaya cewek, pasti ada apa-apa,"
"Udah ayo ah balik.. " Aklil beranjak dari kursi nya, mengabaikan perkataan Ryan,
"Wooy.. Firmansyah gue udah ngomong panjang lebar, gila ya lo maen tinggal aja..." dumel Ryan, ketika Aklil meninggalkannya.
Ryan pun beranjak dari duduknya, berlari menyusul Aklil.
***
~To Be Continued~