Keyra sungguh meninggalkan semua prestasi yang didapatnya di London. Keyra melakukannya demi calon anak berikut hubungannya dengan Joe selaku ayah dari bayi yang ia kandung, dan tidaklah lain merupakan tunangannya. Karena daripada mengorbankan orang-orang yang disayangi, Keyra lebih memilih kehilangan prestasi yang selama ini telah melambungkan namanya.
Keyra sadar, apa yang ia lakukan gila. Apalagi semua orang khususnya mereka yang menggeluti dunia Keyra paham, mendapatkan beasiswa untuk menjadi balerina andal dan sampai menjadi balerina utama dalam club balerina besar di London, bukan hal yang mudah. Butuh banyak perjuangan dan memang memiliki proses sangat panjang, di mana di balik itu, belum tentu juga semua perjuangan dan proses yang dilalui akan berhasil.
Ibaratnya, semuanya tergantung bakat, kesempatan, keberuntungan, sekaligus takdir. Pantas, pantas jika Sintia langsung murka dan tak segan melayangkan tamparan panas tak lama setelah Keyra menceritakan semuanya. Sebab apa yang Keyra lakukan tak ubahnya telah menyia-nyiakan tambang berlian yang sudah ada di depan mata. Di mana, Keyra sampai berpikir, Sintia pasti akan lebih mendukung Keyra untuk melenyapkan janin dalam kandungannya ketimbang mengorbankan beasiswa berikut prestasi yang sudah menjadi calon masa depan cerah untuknya sekeluarga.
Keyra menceritakan alasannya meninggalkan London, kecuali kehamilan yang menjadi alasan utama Keyra mendadak kembali ke Indonesia. Keyra sengaja merahasiakan mengenai kehamilannya sebelum Joe merespons kabar kehamilannya. Karena meski Keyra sudah mengabarkan kehamilannya kepada Joe, yang ada pria itu justru makin sulit dihubungi.
Pesan-pesan WA yang Keyra kirimkan dan awalnya sempat mendapatkan keterangan centang dua berwarna biru dan berarti pesan-pesan tersebut sempat dibaca, kini tak lagi mengalami hal serupa. Sebab pesan yang Keyra kirimkan menumpuk dan hanya memiliki keterangan dua centang hitam, yang menandakan pesan-pesan tersebut memang belum sempat terjamah atau malah sengaja diabaikan.
Keyra sungguh tidak tahu dengan cara pikir Joe yang mendadak semakin sulit dipahami. Namun, Keyra sangat menunggu kepastian dari Joe yang ia harapkan segera menyiapkan pernikahan secepat mungkin sebelum perut Keyra semakin besar.
***
“Gila, kamu, Key! Sudah Mamah duga, dari awal hubunganmu dengan Joe memang enggak beres. Joe hanya memberi pengaruh buruk buat kamu, apalagi dari hitungan hari lahir kalian saja, kalian enggak cocok! Dan kamu tahu, jika kamu tetap memaksa menjalani rumah tangga dengan Joe, hidupmu akan semakin susah. Kamu akan sakit-sakitan bahkan berujung dengan kematian!”
Wajah Sintia sudah merah padam menahan kekesalan yang terlanjur meledak-ledak. Wajah oval wanita itu dipenuhi kobaran emosi, terlepas dari wanita bertubuh mungil itu yang sudah mondar-mandir di sekitar sekat sofa, dan menjadi jarak sofa dengan meja kayu berlapis marmer berwarna cokelat di hadapan mereka.
Di ruang keluarga yang terbilang sepi, mereka tengah berbicara empat mata setelah Keyra yang baru beberapa jam pulang dari London, mendadak mengajak bicara.
Sedangkan di sofa kecil yang ditempati, Keyra masih menunduk dalam dengan sebelah tangan yang masih menahan bekas tamparan panas sang mamah. Tak beda dengan Sintia, wajah putih bersih Keyra juga sudah menjadi merah padam disertai air mata yang tak hentinya berlinang.
Terlepas dari semua itu hingga detik ini, baju hangat warna cokelat muda dipadukan dengan celana levis panjang warna biru tua masih melekat di tubuh Keyra, masih pakaian yang sama dengan awal kepulangan wanita muda itu, beberapa saat lalu, dan menandakan agenda obrolan empat mata yang Keyra minta memang sangat mendesak.
Di tengah kenyataannya yang masih terengah-engah, Sintia kembali melanjutkan keluh kesah berikut amarahnya. “Semua teman Mamah dan rekan papah sambungmu selalu terkagum-kagum di setiap mereka mengetahui status kamu. Mamah sungguh merasa bangga bahkan tersanjung karena itu, Key!”
“Andai saja Mamah tahu alasanmu pulang karena kamu resign, sudah Mamah larang kamu apa pun alasannya!”
“Sudah tenang-tenang kamu di sana biar kamu fokus ke balet dan menjadi balerina andal agar kamu juga melupakan Joe, yang ada malah begini!”
Keyra yang merasa bersalah memilih diam dan menerima semua sanksi yang Sintia berikan.
“Ihhh!” Sintia ingin menjerit bahkan mengamuk. Kedua tangannya mengepal di depan tubuh sedangkan gigi-giginya bertautan kencang hingga rahangnya menjadi menegang. Ia masih dengan kekesalan sekaligus kekecewaannya. Namun, ia sungguh penasaran, apa yang sebenarnya terjadi dan menjadi alasan Keyra mendadak kembali ke Indonesia?
Sambil berkecak pinggang, Sintia berhenti tepat di hadapan Keyra. Jarak mereka terpaut tak kurang dari satu meter dan ia menghakimi sang anak melalui tatapan tajamnya.
Bisa Keyra dengar dengan jelas, deru napas Sintia yang saling memburu dan menandakan Sintia sudah sulit mengontrol emosi. Apalagi di balik wajah ayu nan ramah ditambah perawakan tubuhnya yang mungil dan seharusnya disertai kelembutan abadi, seorang Sintia juga akan menjadi sangat garang ketika Keyra sudah melakukan kesalahan.
“Katakan pada Mamah, apa yang membuatmu tiba-tiba pulang? Kamu benar-benar resign, … atau kamu ada masalah di sana? Namun, jika memang kamu ada masalah di sana, kenapa pihak sana tidak ada yang mengabari Mamah?” Nada Sintia masih terdengar dingin dan cukup gemetaran, menandakan wanita itu sudah dikuasai emosi berikut kesedihan. Kecewa, tentu itu yang tengah Sintia rasakan.
Keyra pastikan, ia bisa mati muda jika ia jujur mengenai kehamilannya yang justru menjadi alasannya melepas tambang berlian di London. Keyra sungguh tak berdaya dan bingung sebingung-bingungnya. Namun, karena ia tak mungkin jujur dengan kehamilannya, ia terpaksa berbohong dan menjadikan pernikahannya dan Joe sebagai balasan.
“Menikah bagaimana?” pekik Sintia semakin geram. Ia sampai berlinang air mata di tengah kenyataannya yang tertawa tak ubahnya orang gila. “Menikah bagaimana sedangkan selama kamu pergi saja, Joe berikut kedua orang tuanya tidak ada iktikad baik ke sini? Mereka sama sekali tidak ada usaha buat meluluhkan hati Mamah dan papah sambungmu, Key!”
Sedari awal membahas papah dan Sintia menegaskan sebatas papah sambung, itu tak lain karena suami Sintia yang sekarang bukanlah papah kandung Keyra. Yang Keyra tahu, karena papah kandungnya juga, Sintia pernah menjadi wanita yang sangat hancur dan sampai tega menelantarkan Keyra di panti asuhan.
“Di mana-mana kalau Joe memang niat nikahin kamu, harusnya dia datang baik-baik ke sini sama orang tuanya,” lanjut Sintia.
Sadar Keyra akan angkat bicara dan membela Joe, ia sengaja meninggikan suaranya, “sesibuk apa pun Joe dan orang tuanya, mereka pasti akan berusaha! Mereka bukan Dewa apalagi Tuhan yang harus kita sembah, Key! Sudahlah stop, lupakan mereka. Mereka enggak ada niat melanjutkan hubungan ini! Justru, daripada kamu sama Joe, lebih baik kamu sama Dion!”
“Tapi aku maunya sama Joe, Mah! Sedangkan Dion … kami, … kami saudara s**u!” Keyra sibuk menggeleng. Seperti apa yang baru saja ia tegaskan, ia hanya mau menikah dengan Joe apalagi ia tengah mengandung benih cinta mereka. Sedangkan mengenai Dion, sama seperti yang Keyra tegaskan juga, mereka saudara s**u, sebab setelah diadopsi oleh keluarga Dion, Keyra juga sampai menyusu kepada Elvia mamah Dion hingga Keyra berusia dua tahun lebih dan akhirnya lepas ASI eksklusif.
Saking jengkelnya, Sintia sengaja meraih bantal sofa di sebelah Keyra. Dan melalui bantal tersebut, ia meluapkan kekesalannya. Ia menghantamkan bantal tersebut kuat-kuat pada kepala Keyra berulang kali. Karena seemosi-emosinya Sintia pada Keyra, Sintia juga sebisa mungkin mengontrol diri lantaran ia tidak boleh membuat kecantikan sang anak ternoda, terlebih biar bagaimanapun, kecantikan menjadi aset pertama Keyra selain bakat yang wanita cantik itu miliki.
Lihat saja, pipi Keyra yang mendapat tamparan panas darinya saja masih merah menyala meninggalkan bekas jemari yang sangat mencolok. Memang seputih itu kulit Keyra yang tak beda dengan artis wanita kebanyakan dari negeri Gingseng dan memiliki warna kulit yang begitu membuat kebanyakan kaum hawa iri.
Pun dengan rambut lurus dan selalu dalam gaya blow out milik Keyra yang tampak sangat lembut dan selalu memukau apalagi jika tersapu angin lirih. Sungguh tak ada celah dari fisik Keyra dan akan membuat kaum hawa iri. Belum lagi, tubuh jenjang Keyra juga memiliki postur tubuh yang ‘matang’ dan mungkin karena kebiasaan Keyra menghabiskan waktunya untuk berlatih balet.
Merasa frustrasi, Sintia menahan kedua lengan Keyra dan mencengkeramnya kuat-kuat. Tak peduli meski karena ulahnya itu, Keyra menjadi semakin ketakutan kepadanya di tengah tangis sang anak yang kian pecah. “Dengarkan kata-kata Mamah, Key! Lupakan Joe, secepatnya. Jangan sampai kamu mengalami apa yang Mamah rasakan karena papahmu yang b******k itu! Jangan sampai … jangan sampai kamu dibutakan oleh cinta sesaat!”
“Joe, … enggak ada yang bisa kita banggakan dari dia. Dia itu tipekal manja yang hanya mengandalkan milik orang tuanya. Sama sekali enggak bisa diandalkan. Bahkan Dion berkali-kali lipat lebih baik dari Joe. Dion sabar, dewasa, dan sudah punya usaha sendiri!”
Bak tengah merapal mantra agar sang anak mematuhinya, Sintia sungguh berharap semua tentang Joe lenyap dari kehidupan sang putri. Bahkan meski pada kenyataannya, tangis Keyra justru kian rebas bersama putri kebanggaannya itu yang justru semakin aktif menggeleng sambil menatapnya dengan memelas.
Sintia sungguh benci pemikiran Keyra yang begitu gampang mencintai. Sebuah kenyataan yang sangat mirip dengannya ketika dulu ia menjadi orang paling bodoh dan rela berkorban apa pun demi papah Keyra, padahal orang tuanya sudah wanti-wanti agar ia mengakhiri hubungan mereka.
Karena seperti keluarga Arden, keluarga Sintia juga masih memegang kepercayaan kejawen di mana Sintia pernah jatuh lantaran menolak kepercayaan yang masih dianggap tabu itu. Sedangkan yang Sintia takutkan, selain Joe sekeluarga yang tidak ada niat baik kepada keluarganya, hubungan Keyra dan Joe juga akan berakhir fatal untuk Keyra yang parahnya berujung kematian. Tentu, Sintia tidak mau itu terjadi, apalagi selain ingin melihat Keyra memiliki kehidupan yang bahagia, Sintia juga ingin Keyra menjadi orang terpandang.
“Lupakan Joe, Key. Harus! Beberapa hari lalu, teman arisan Mamah sekaligus sahabat baik papah sambungmu menanyakan tentang kamu sekaligus hari lahirmu. Mamah yakin, mereka memiliki maksud lain apalagi mereka juga masih memegang teguh kejawen untuk urusan pernikahan. Dan Mamah mau, kamu mau jika mereka sampai ‘memintamu’ karena mereka bukan orang biasa!”
“Ingat, Key. Kamu harus mau. Karena selain mereka yang bukan orang biasa, mereka juga sangat mendukung karier balerinamu. Arden, pria itu sudah mapan. Mamah yakin, maksud teman Mamah ini, karena mereka ingin menjodohkanmu dengan Arden!”
Niat hati menyelesaikan masalah dan melangsungkan pernikahan dengan Joe seperti janji pria itu, Keyra justru harus menghadapi kenyataan lain. Perjodohan. Ia dipaksa menerima perjodohan yang mau tidak mau harus membuatnya segera mengakhiri keadaan. Keyra sungguh ingin jujur mengenai kehamilannya, akan tetapi lidahnya telanjur kelu tanpa ada sepatah kata pun yang bisa ia ucapkan.
Secepatnya, Keyra harus membawa Joe sekeluarga untuk menemui orang tuanya agar perjodohan yang Sintia paksakan kepadanya, tidak benar-benar terjadi apalagi kini, Keyra tengah mengandung anak Joe!