Dunia Keyra seolah berputar lebih lambat, ketika tangan kekar Arden justru mengakhiri tahanan tangannya dengan paksa bahkan kasar. Tubuh Keyra sampai cukup terempas karenanya.
Arden berlalu tanpa menatap Keyra. Bak tak tergoyahkan bahkan mungkin tak punya perasaan, Arden langsung tancap gas dan mengemudi dengan kecepatan penuh hingga menimbulkan decitan cukup memekak.
Kenyataan tersebut membuat air mata Keyra luruh. Rasa lemas menjadi satu-satunya yang menemani Keyra, seiring ia yang lagi-lagi harus melarikan diri lantaran ke dua pria yang sedari awal mengejarnya dan nyatanya justru orang utusan Joe, kembali menemukannya.
Kematian seolah sudah di pelupuk mata Keyra ketika ia mendapati belati yang begitu mengkilap, menghiasi tangan kanan ke dua pria yang mengejarnya.
Keyra terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Namun, tepat di jalanan keluar dari lokasi proyek tempatnya bertemu Arden, salah satu dari pria yang mengejar, berhasil menahan sebelah lengan Keyra. Sedangkan di waktu yang sama, di pertigaan depan jalan keberadaan Keyra, Arden terpaksa mengerem mobilnya lantaran seekor kucing mendadak melintas. d**a Arden sampai menghantam setir dan sukses membuat suasana bising lantaran dadanya juga sampai membuat klakson tertekan.
Susah payah Keyra melakukan perlawanan. Ia menggunakan tas di pundak kanannya untuk menghantam wajah si pria, tapi si pria juga dengan gesit menyayat pergelangan tangan Kerya yang tertahan menggunakan belati.
Keyra refleks menjerit. Tubuhnya menggeliat bersama darah segar yang mengucur dan sebagiannya sampai muncrat, mengenai lengan jaket pria penyayat.
Di waktu yang sama, Arden tak sengaja mendapati kenyataan tersebut. Keyra bahkan kembali mengalami sayatan di pergelangan tangan yang bebas, dan masih menahan tas. Arden tercengang. Meski berniat tidak ikut campur apalagi ia juga yakin, Keyra bukan wanita baik-baik, bayang-bayang wajah wanita kalem mengenakan seragam jas putih khas seragam seorang dokter, refleks membuatnya terpejam. Di mana di tiga detik berikutnya, Arden buru-buru menarik gas mobilnya, melaju dengan kecepatan penuh melebihi sebelumnya ketika ia meninggalkan Keyra.
Keyra terkapar dengan darah segar yang terus mengalir dari ke dua pergelangan tangannya. Tubuhnya tergolek lemas di tengah jalan seiring kesadarannya yang kian menipis. Tak semata karena darah yang terus mengalir dari ke dua pergelangannya, melainkan ia yang telanjur lelah. Lelah menunggu Joe dan justru harus sibuk melarikan diri. Juga, lelah memikirkan bagaimana ia bisa hidup damai bersama jabang bayi yang masih berindung dalam rahimnya?
Ketika salah satu dari mereka meraih dagu dan membuka paksa mulut Keyra, sedangkan pria yang satunya lagi mengeluarkan obat dari sebuah cepuk disertai sebuah air mineral yang turut disiapkan. Beberapa tablet obat nyaris disumpalkan ke mulut Keyra, andai saja derit mobil yang melaju mundur dengan begitu cepat di tengah gelapnya suasana di sana, tidak mendekat.
Ke dua pria yang menahan Keyra langsung kocar-kacir menyelamatkan diri tanpa memedulikan Keyra yang mereka tinggal begitu saja. Sedangkan sang pemilik sekaligus pengemudi mobil, tak lain Arden merupakan yang sebelumnya sudah tancap gas, tapi mendadak mundur dengan kecepatan tak kalah gesit.
Arden nyaris menlindas tubuh Keyra yang tergolek di tengah jalan, andai saja pria itu tidak cekatan mengerem. Dengan emosi yang tersulut apalagi jika ia ingat bagaimana Keyra disayat pergelangan tangannya dengan keji, Arden keluar dari mobil. Ia berlari sangat kencang bak sudah terbiasa melakukannya.
Emosi yang menguasai Arden, membuat saraf berikut otot di wajah bahkan sekujur tubuhnya seketika menegang, nyaris mencuat dari kulit yang membalut. Arden bahkan sampai membiarkan pintu kemudinya terbuka sempurna demi bisa mengejar ke dua pria yang sudah melarikan diri.
“Kenapa dia terus mengejar kita?”
“Larinya sanga kencang melebihi kuda! Apakah dia anggota atau justru pimpinan mafia?!”
Ke dua pria utusan Joe sampai kewalahan melarikan diri sambil sesekali menoleh ke belakang. Yang membuat mereka tak percaya, Arden yang awalnya masih teringgal jauh, justru menjadikan wajah mereka sebagai lintasan kaki setelah pria itu sampai melayang di udara, melompati tubuh mereka.
“Krek!” Suara bunyi patahan terdengar dari salah satu leher pria yang Arden tahan sekaligus pelintir menggunakan ke dua kakinya. Pria tersebut langsung sekarat, terkapar di tengah jalan tanpa jadi melakukan perlawanan, hingga belati yang nyaris ia tancapkan terjatuh begitu saja dari tangan kanan yang mengendalikan.
Mendapati apa yang Arden lakukan dengan sangat cekatan sekaligus andal, pria yang tersisa dan ada di sebelah kanan Arden, langsung tak berkutik. Pria tersebut refleks menjatuhkan belatinya, membuat Arden yang awalnya menatap puas hasil kinerjanya di tengah kenyataannya yang sampai terengah-engah, langsung terusik.
Arden segera menoleh, menghadap si pria hingga ia mendapati kenyataan pria tersebut yang jelas ketakutan kepadanya. Namun, berbeda dari sebelumnya yang telanjur hanyut dalam emosi, kali ini ia menyikapi keadaan dengan santai.
Setelah sampai menatap wajah si pria yang kiranya berusia di akhir empat puluhan di hadapannya, Arden berangsur menunduk, memungut belati yang bahkan masih dihiasi darah segar dan ia yakini merupakan darah Keyra.
Pria di hadapan Arden gemetaran hebat dan ketakutan. Ia ingin berlari, melarikan diri dari Arden, tapi selain ke dua kakinya yang mendadak sulit digerakan, tangan kiri Arden juga telanjur menahan sebelah tangannya. Tanpa ragu apalagi iba, Arden melakulan apa yang beberapa saat lalu pria itu lakukan kepada Keyra. Arden menyayat ke dua pergelangan tangan si pria dengan sangat santai.
“Arrgggh!” Si pria kian menggeliat di sayatan ke dua, bersama darah segar yang terus mengucur dari ke dua pergelangan tangannya.
Ketika Arden menghampiri Keyra, ia menatap saksama keadaan Keyra. Fokusnya langsung tertuju pada ke dua pergelangan tangan wanita tersebut. “Mereka sengaja ingin membuat pembunuhan yang mereka lakukan, seolah-olah wanita ini bunuh diri.”
Menatap Keyra membuat Arden terbayang-bayang wanita pengena seragam kedokteran yang selalu menatapnya dengan teduh. Wanita berambut bergelombang yang selalu diikat rapi dan menatapnya penuh ketulusan. “Intan,” batin Arden yang sampai bergidik ngeri.
Arden merogoh saku sisi celana sebelah kanannya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan dari sana. Ia menggunakan sapu tangan tersebut untuk mengikat luka di pergelangan kiri Keyra. Lantaran pergelangan tangan kanan Keyra belum terbungkus, ia pun melepas dasinya dan menggunakannya untuk mengikat pergelangan tangan kanan Keyra, guna menghambat pendarahan di sana.
*****
Ketika Keyra tersadar, Keyra berpikir dirinya sudah mati. Namun, sebuah tamparan panas yang langsung ia dapatkan tak lama setelah ia berhasil duduk, membuat Keyra tersadar, kenyataan kejam baru saja ia rasakan, dan akan terus berlanjut jika kehamilannya terungkap.
“Mamah!” batin Keyra yang masih menunduk ke samping layaknya arah tamparan yang Keyra yakini dari sang mamah. Keyra hafal aroma parfum semerbak bunga mawar yang menguasai ruang rawat di sana.
“Bisa-bisanya, kamu, Key! Bisa-bisanya kamu hamil! Itu anak siapa?!” Sintia meraung-raung kehabisan kesabaran.
Merasa bersalah, Keyra semakin menunduk di tengah air matanya yang seketika berlinang. Ia bahkan membiarkan Sintia kembali mengamuknya. Tak hanya pukulan dan toyoran yang terus dihantamkan, karena sesekali, Sintia juga sampai menjambak Kerya hingga Keyra menengadah secara paksa.
“Kenapa kamu hanya diam, itu anak siapa?” pekik Sintia yang kembali menjambak rambut Kerya dan kebetulan tergerai.
Keyra yang memilih bungkam, menjadi terbaring paksa setelah Sintia sampai mengempaskan tubuh Keyra penuh emosi.
Sintia sungguh kacau. Berulang kali wanita itu meracau, memaki dan terus menginterogasi sang putri. Bisa-bisanya Keyra justru mengikuti jejaknya? Bisa-bisanya Keyra justru hamil di luar pernikahan, terlepas dari Keyra yang bahkan memilih bungkam!
“Itu anak siapa, Key!”
Keyra tetap terisak-isak, meringkuk memunggungi Sintia.
“Gugurkan!” teriak Sintia lagi.
Kerya langsung tersentak. Ia berusaha bangkit dan menolak dengan lantang. “Enggak, Mah. Aku enggak mau dan enggak akan gugurin anak ini!” Keyra menatap Sintia sambil menggeleng.
“Gugurkan! Gugurkan dan menikahlah dengan Arden!” tegas Sintia sambil menatap tajam Keyra. Andai Keyra berani menolak, ia akan memilih menerkam putrinya itu, kemudian melenyapkannya dari kehidupan.
“Seharian kemarin, mamah dan nenek Arden menunggumu di rumah. Mamah sudah cerita semuanya, dan mereka cocok. Sesuai tanggal lahir kalian, hubungan kalian akan membawa banyak kebahagiaan. Enggak hanya untuk kalian yang menjalani, tapi buat keluarga kalian!”
“Enggak, Mah … aku enggak mau nikah sama siapa pun! Aku mohon, Mah. Biarkan aku mengurusnya sendiri. Kalau Mamah malu, aku bisa pergi keluar negeri dan merawatnya di sana!” Keyra menahan tangan kanan Sintia. Ia memohon belas kasih wanita itu agar mau memberinya restu, mengurus janin dalam perutnya seorang diri, sebab ia tak mungkin berharap lagi kepada Joe yang justru mengharapkannya mati.
Sintia masih menatap tajam Keyra dengan amarah yang menyala. Andai, kemarahan bisa menghasilkan api, tentu Sintia sudah membakar Keyra melalui tatapannya.
Keyra masih terisak-isak, ketika nada tegas terdengar sangat dingin dari Sintia, kembali memintanya untuk mengggugurkan janin dalam kandungannya.
“Enggak, Mah. Enggak akan!” isak Keyra untuk ke sekian kalinya.
Rahang Sintia semakin mengeras dengan sebelah tangannya yang kembali menjambak Keyra. Ia kembali menatap Keyra dengan tegas. Namun, dering ponsel yang terdengar dari tas tangan yang menghiasi meja sebelah ranjang rawat Keyra, sukses mengalihkan perhatiannya.
Secepat kilat Sintia mengempaskan jambakannya hingga Keyra juga kembali terempas di tengah keadaan Keyra yang semakin awut-awutan khususnya bagian kepala.
Sintia dapati, telepon masuk dari sang suami yang seketika langsung membuatnya memelotot bahkan sesak napas.
“K-kok, bisa, Pah? Bukankah … bukankah sebelumnya, semuanya baik-baik saja? Kenapa Papah mendadak bilang begitu? Kenapa semua pemegang saham mendadak ….” Sintia tak kuasa melanjutkan ucapannya. Napasnya telanjur sesak bersama pandangannya yang semakin gelap.
“M-mah …?” Keyra panik lantaran Sintia yang memiliki asma, terlihat begitu sesak. Sintia sampai meremas d**a, terengah-engah.
Napas Sintia sampai menjadi terdengar “ngik-ngik” seiring tubuhnya yang akhirnya tergolek dan terkapar di lantai.
“Mah!” Keyra buru-buru turun dari ranjang rawatnya. Setelah sampai memangku kepala Sintia yang detik itu juga tak pingsan, ia juga sengaja mengambil alih ponsel sang mamah.
“Hallo, Pah …? Pah, ada apa, Pah?” tanya Keyra tanpa bisa menyembunyikan kepanikannya.
“Joe, Key. Joe bikin perusahaan Papah terancam bangkrut, Key. Semua pemegang saham di perusahaan, sepakat akan menjual saham mereka kepada Joe!” Suara Roy selaku papah sambung Keyra, terdengar sangat frustrasi. Bisa Keyra pastikan, pria itu sudah sampai menangis.
“Joe …!” pekik Keyra dalam hatinya seiring tangisnya yang kembali hadir. Tangan kirinya yang bebas, refleks mengepal kencang.
“Dion bahkan sudah dijadikan tahanan, dan sekarang, perusahaan papah … setelah ini, apa lagi? Bangun, Key. Kamu enggak boleh tinggal diam. Jangan biarkan Joe menghancurkan semuanya. Jangan biarkan!” Hati kecil Keyra terus berusaha menyemangati sekaligus mengarahkan Keyra.
“Jika aku lapor polisi dan menuntut Joe, apakah aku akan berhasil? Namun, bagaimana jika Joe justru memutar balikkan fakta? Bagaimana jika Joe justru semakin mengobrak-abrik orang-orang di sekitarku?”
Kemungkinan fatalnya, jika Keyra sampai mengungkap kehamilannya yang terjadi di luar pernikahan di tengah situasi yang tidak mendukung, bisa jadi kenyataan tersebut akan menjadi bumerang untuk orang tuanya.
“Apa yang harus aku lakukan? Menemui Joe dan menyetujui semua yang Joe minta? Menemui Dion dan mengatakan semuanya, atau …?” Keyra teringat perjodohannya dengan Arden, pria yang bahkan tidak pernah ia kenal sebelumnya.
“Ini pilihan yang sulit, sedangkan aku enggak mungkin membohongi pihak mas Arden, kalau aku hamil.”
Bersambung ....