“Saya tidak bisa lagi menjaga Kakak. Ini terakhir kalinya.” Gio memberanikan diri menemui sang jenderal, sebutan Gio untuk papanya. Lelaki bertubuh besar dan perut setengah membukit itu duduk di kursi kebangsaannya di ruang kerja. Berayun-ayun pada sandaran kursinya dan menatap langit-langit seolah berpikir. Tak ada sambutan hangat, meski anak lelakinya baru datang setelah sekian lama meninggalkan keluarganya. Matanya terpejam, sepertinya ayunan pada kursi besar membuatnya mengantuk. Gio merasa sia-sia menemui papanya. Yang jelas dia sudah mengutarakan maksudnya dan tidak ingin lagi mengurusi kakaknya. Setelah hari ini, Gio tidak perduli lagi kalau kakaknya datang dan memohon-mohon minta pelayanannya. Dia muak. Dia ingin punya hidup sendiri dan bebas mencintai. “Kenapa kamu be