Aku memotong bumbu - bumbu seperti bawang dan cabai dengan di bantu oleh Bian, aku menatap heran yang ternyata terlihat tidak kaku sama sekali saat memasak. Padahal aku yang wanita tulen saja merasa tidak sehandal dia dalam memasak, padahal kami sama - sama memiliki pengalaman hidup mandiri dan tinggal sendiri.
Selepas mengulas bumbu dan mencucinya aku mulai meletakkan wajah di atas kompor dan menuangkan sedikit minyak ke dalamnya lalu memasukkanya ke dalam wajan setelah minyak cukup panas dan menumis bumbu yang sudah kusiapkan tadi, harum rempah-rempah merebak dibantu oleh angin sore yang mulai semakin kencang.
Beberapa kali aku dan Bian bergantian bersin karena aromanya yang terbang terbawa angin, kami bahkan tertawa kecil dibuatnya. Setelah itu aku melihat Bian yang sudah lebih dulu memasukan peralatan masak kami yang kotor ke dalam baskom, padahal baru saja aku ingin memintanya untuk memasak merapikannya agar lebih mudah saat memasak.
"Bisa masak nasi ga?" tanyaku pada Bian, karena teringat kami belum masak nasi.
Memasak nasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar, salah - salah bisa tidak matang, aku melirik Bian yang baru selesai merapikan beberapa barang lalu mendekatiku.
"Kalo pake magicom bisa, berhubung di sini gak ada magicom aku gak bisa. Aku belum pernah masak nasi pake kukusan," ucap Bian, aku tertawa kecil ternyata masih ada yang tidak bisa dilakukan oleh Bian.
"Oke, kalau gitu kamu adukin ini. Terus dua menit lagi masukin cumi sama udangnya," ucapku lalu menyerahkan spantula kepada Bian yang baru saja selesai mencuci tangannya, tetap kebersihan dalam memasak adalah hal terpenting.
Bian dengan sigap mengambil alih, sedangkan aku berjalan membawa baskom kosong lalu membuka karung beras dan mengambilnya sebanyak satu canting. Karena ini untuk makan malam, aku rasa satu canting cukup untuk aku dan Bian.
Saat aku sedang mengambil beras tiba - tiba Adrian datang ke arahku, ia menatapku beberapa saat dan aku balik menatapnya karena Adrian tidak kunjung bicara.
"Ada apa?" tanyaku menutup kembali karung.
Adrian masih melirikku, "aku dan Gita gak bisa masak nasi, boleh gak kamu tolong masakin sekalian?" tanya Adrian lambat, aku mengangguk lalu menambah satu canting lagi ke dalam baskomku.
"Gabung aja ya nasinya biar cepet masak," ucapku dan Adrian mengangguk lalu kembali lagi ke tempatnya, kulihat Adrian tengah memotong sesuatu entah apa.
Aku melangkahkan kakiku membawa baskom berisi beras itu ke tempat Bian membawa air bersih dalam ember lalu mencucinya di sana, sedangkan air sisa cucian beras aku masukkan ke dalam ember lain untuk nanti di buang saat Bian mengambil air bersih baru.
Aku mencucinya beberapa kali lalu mengisi sediki air ke dalamnya, setelah itu aku kembali lagi. Bian ternyata sudah menyiapkan panci yang aku minta untuk digunakan memasak nasi, beras yang tadi aku cuci aku pindahkan ke dalam panci itu dan aku letakkan di atas kompor.
"Apinya jangan terlalu besar," ucapku pada Bian untuk memeriksa nasi yang sedang kami masak.
"Oke-oke," jawab Bian singkat aku melihat Bian sedikit kewalahan.
Aku meninggalkan Bian sejenak dengan mengambil kukusan yang memang aku bawa sendiri dari rumah, rencananya untuk mengukus ubi sebagai cemilan malam hari. Aku memasukkan air ke dalam kukusan lalu memasang penyekat dan meletakkannya di dekat meja agar bisa langsung digunakan saat nasi setengah matang.
"Kamu liatin nasinya aduk terus ya biar masaknya ngerata," ucapku mengingatkan Bian yang mulai terbiasa.
Aku menyerahkan sendok nasi kepada Bian, lalu kembali mengambil alih seafood yang sedang di masak. Kuambil bumbu saus tiram dan menuangkan sedikit air, lalu memasak cumi tadi sambil mengaduknya.
Lauk yang sedang aku masak kubiarkan selama beberapa saat sambil aku aduk agar bumbunya benar - benar meresap, setelah itu aku mengambil sendok baru untuk mencicipi rasanya. Aku pikir rasanya sudah pas namun aku mengambil satu sendok lagi untuk diberikan pada Bian dan meminta pendapatnya.
"Gimana rasanya udah pas?" tanyaku, Bian mengangguk dan menunjukkan jempolnya lalu setelah itu aku mematikan kompor karena seafood yang kami masak sudah matang.
Setelah selesai dengan satu lauk aku berjalan kembali melihat isi keranjang yang tadi sudah kusisihkan, aku mengambil tempe yang kami beli kemarin dan memotongnya tipis, lalu memasukannya ke dalam air yang sudah dicampur garam.
"Tempe kering?" tanya Bian yang langsung mengerti.
"Iya."
Setelah menyiapkan tempe, aku memindahkan cumi pedas manis saus tiram yang tadi kami masak ke dalam mangkuk. Dengan cepat aku mencuci bersih penggorengan yang tadi kugunakan, lalu mengelapnya dengan serbet.
Minyak goreng kutuangkan dalam penggorengan dan api kembali kuhidupkan. Saat minyak cukup panas, aku memasukan tempe yang tadi kurendam sebentar dengan air garam.
"Aw," ucapku ketika terkena sedikit percikan minyak yang tercampur air.
"Gak apa-apa, Lun?" tanya Bian, aku menggeleng santai.
"Luna? Kenapa?" tanya Adrian yang sedikit berlari mendekatiku.
Adrian meraih tanganku, mengecek jika saja aku terluka karena sedikit berteriak tadi. "Gak apa-apa," ucapku menarik tanganku dari pegangan Adrian.
"Kamu yakin?" tanya Adrian memastikan.
"Iya, kamu balik lagi aja."
Sebenarnya kulihat Adrian merasa enggan saat aku menyuruhnya kembali, namun bagaimanapun ia tidak bisa tinggal.
"Perhatian banget si Adrian," ucap Bian, tapi tidak kuhiraukan.
Aku memindahkan tempe yang sudah kugoreng hingga kering, lalu mengurangi minyak dan memasukkan cabe giling yang kubawa dari rumah.
Aku memasukkan bumbu penyedap rasa dan gula, mencicipinya sedikit sebelum memasukkan tempe yang tadi sudah kugoreng.
"Nasinya udah masak tuh, kamu pindahin dulu."
Bian mengikuti petunjukku dan memindahkan nasi yang sudah masak. Tempe sambal kering buatanku juga sudah masak dan kupindahkan ke mangkuk.
Kelompok lain sudah mulai meletakkan lauk di atas meja, aku sambil dibantu Bian ikut menaruh lauk di atas meja. Adrian dan Gita sudah menyelesaikan masaknya lebih dulu daripada kami.
"Masih ada waktu tiga puluh menit, mau bersih-bersih sekarang atau setelah makan?"
"Kamu mandi dulu aja Lun, udah mau gelap. Biar aku yang cuci," ucap Bian.
"Loh, gak bisa gitu. Harus barengan nyucinya," ucapku menolak.
"Gak apa-apa, lagian yang masak 'kan kebanyakan kamu, aku cuma bantu dikit. Jadi, gentian aku yang bersiin."
"Beneran?" tanyaku karena tidak yakin.
"Iya, bener. Udah sana," ucap Bian mengusirku.
"Oke, makasih ya."
Aku berjalan kembali ke tenda setelah membantu Bian membawa cucian piring kami ke tempat mencuci. Mengambil baju ganti, dan berjalan ke tempat pemandian yang ternyata sudah ramai karena harus bergantian.
•
***
"Baik, kita akan makan malam bersama dilanjutkan dengan malam keakraban. Kami mohon maaf karena pemberitahuan yang mendadak tapi kami juga gak bisa apa-apa," ucap panitia.
Baru saja kami mendapatkan kabar jika kegiatan ini hanya akan dilakukan sampai besok siang. Karena pihak kampus akan mengadakan acara penanaman, sehingga pemantauan kampus harus dilakukan besok.
"Sekarang, untuk makan malam bergiliran mengambil lauk yang sudah disiapkan oleh setiap kelompok," ucap panitia dengan menggunakan alat pengeras suara.
Aku berjalan bersama Bian, Adrian dan Gita berkeliling mengambil lauk yang berada di atas meja. Tidak banyak, namun karena banyak pilihan hanya mengambil sedikit agar dapat mencicipi lauk lain.
Kami makan malam bersama dengan nikmat diiringi dengan obrolan singkat dan hiburan yang disiapkan oleh panita.
"Mau kerang Lun?" tanya Adrian yang entah sejak kapan duduk di sebelahku karena tadinya Bian yang duduk di sebelahku.
"Kamu aja," ucapku menolak karena tahu jika Adrian juga sangat menyukai kerang.
"Aku udah banyak, tadi kamu gak ambil karena udah habis 'kan?"
Benar yang dikatakan Adrian, tadinya aku ingin mengambil tapi sudah habis, setelah Bian mengambilnya dan tidak mungkin untukku meminta pada Bian.
"Adrian, ngapain sih? Kita harus bersihin peralatan masak, kalo kamu udah selesai. Ayo," ajak Gita yang tiba-tiba datang menarik Adrian sedangkan aku hanya menatap sinis Gita karena kelakuannya yang semakin mengesalkan.