Rosea berdiri di depan cermin besar, wanita itu memutar tubuhnya memperhatikan penampilannya dari segala sisi. Malam ini Rosea mengenakan gaun tanpa lengan berwarna merah muda yang ketat dengan tinggi sejengkal di atas pahanya, rambutnya di biarkan terurai, wajahnya terpoles makeup dengan lipstick yang merah.
Rosea membungkuk mengenakan sepatu heels tinggi yang masih bisa dia gunakan untuk menari.
Malam ini Rosea ingin pergi berpesta mencari hiburan melepas penatnya bersama temannya.
Dalam beberapa langkah Rosea mundur dan kembali memperhatikan penampilannya malam ini yang terlihat cukup berani dan cantik.
Bibir merah Rosea menyunggingkan senyuman puas karena kini dia sudah percaya diri dengan penampilannya yang telihat kuat dan lebih menonjolkan sisi seksi juga dewasa di dalam dirinya.
Dengan anggun Roesa membalikan tubuhnya dan mengambil tasnya, wanita itu melenggang pergi keluar dari kamarnya dan pergi menuruni tangga.
Langkah Rosea terhenti begitu dia teringat sebuah kue yang ibunya buat untuk tetangganya masih belum Rosea berikan sejak kemarin malam.
Tanpa pikir panjang Rosea langsung mengambil kuenya setelah memeriksa kue di dalam oven yang terlihat utuh dan baik-baik saja.
Meski Rosea tidak begitu suka dengan Atlanta, namun jika di pikirkan lebih dalam, tidak ada gunanya jika Rosea bermusuhan dengan tetangga satu-satunya.
Rosea melenggang pergi dan menyempatkan diri mengeluarkan mobilnya terlebih dahulu sebelum berhenti di depan rumah Atlanta, kebetulan pintu gerbang rumah Atlanta terbuka yang memudahkan Rosea untuk masuk.
Keberadaan rumah Atlanta malam ini sangat sepi tidak seperti hari kemarin.
Rosea menekan bel di beberapa kali dan menunggu dalam waktu beberapa menit sampai akhirnya pintu di depannya terbuka.
Atlanta yang hendak bersuara menyambut tamunya segera mengurungkan niatnya, pria itu terdiam dengan mulut terkatup rapat kehilangan kata-kata dan termangu dengan mata terbelalak kaget melihat sosok Rosea yang berpenampilan sangat jauh berbeda dengan penampilan terakhir yang Atlanta lihat.
Atlanta menarik napasnya dalam-dalam menetralkan penglihatannya sempat tidak dapat berhenti menelusuri seluruh penampilan Rosea malam ini.
“Hay,” sapa Atlanta dengan senyuman lebarnya.
“Hay” Rosea balas menyapa dan langsung memberikan kuenya. “Ibuku membuatkannya untuk tetangga baruku. Ini, semoga kamu suka.”
Atlanta tertunduk melihat Rosea menyodorkan kotak kuenya, alih-alih melihat kue yang di bawa Rosea, Atlanta lebih tertarik melihat kuku-kuku mungil Rosea yang di cat berkilauan dengan tokoh kartun.
Atlanta mengulum senyumannya, hatinya tergelitik rasa gemas dengan penampilan dewasa dan anggun Rosea malam ini yang bertolak belakang dengan kukunya yang terlihat lucu.
Atlanta mengambil kotak kue itu. “Terima kasih,” ucap Atlanta.
“Aku permisi,” tanpa basa-basi Rosea berpamitan lalu berbalik dan segera berbalik pergi.
Kepergian Rosea meninggalkan rasa penasaran di dalam hati Atlanta yang masih berdiri di tempatnya dan tidak dapat melepaskan perhatiannya dari wanita itu yang kini pergi semakin jauh dari pandangannya.
Penampilan Rosea malam ini memperjelas ingatan Atlanta mengenai kejadian beberapan tahun lalu di Botswana yang cukup membekas di ingatannya. Atlanta yakin, Rosea adalah orangnya.
***
Butuh waktu sepuluh menit lebih bagi Rosea untuk melewati perjalanannya agar dia bisa sampai ke sebuah tempat hiburan malam yang baru pertama kali di datanginya setelah pindah.
Seorang wanita bergaun sexy dengan tali spageti dengan punggung yang terbuka lebar sudah menunggu kehadiran Rosea di depan gedung. Wanita itu langsung bertolak pinggang begitu melihat Rosea yang baru datang.
“Sea, kenapa lama sekali sih? Aku sudah sangat lama menunggu kamu di sini,” omel Karina terlihat dengan bibir mencebik kesal.
“Apa sangat lama?” Tangan Rosea terbuka lebar dan sejenak mereka berpelukan.
“Tentu saja, lihat nih rambut aku jadi kusut kelamaan menunggu kamu di luar” Protes Karina seraya menyisir rambutnya dengan jari. “Ayo cepat masuk, ini jam khusus,” Karina langsung menarik tangan Rosea dan menyeretnya masuk ke dalam.
Karina Hernandez, dia adalah sahabat Rosea yang tidak sengaja di pertemukan saat mereka liburan di Malaysia tujuh tahun yang lalu.
Dulu Rosea tidak begitu tahu bagaimana caranya menikmati hidup. Rosea hanya menghabiskan waktunya untuk bekerja, bekerja, tifus, mag karena stress. Dirawat di rumah sakit, lalu bekerja lagi. Seperti itulah pola kehidupan Rosea di masa lalu.
Namun, setelah kehadiran Karina dalam kehidupan Rosea dan menjadi teman dekat satu sama lainnya, Karina berhasil memerdekakan otak Rosea yang suka di jajah pekerjaan.
Setelah mengenal Karina yang suka berpakaian modis, bergaul dengan kalangan orang kaya dan memiliki pandangan hidup yang luas, perlahan pandangan hidup Rosea ikut berubah.
Karina mengajarkan Rosea untuk bekerja keras, namun tidak lupa menikmati hidup.
***
Karina membawa Rosea duduk dan menempati bangku yang dekat dengan bartender, mereka memesan beberapa minuman dan duduk berbincang menikmati minuman mereka.
“Apa kamu merasa tidak aneh dengan tempat hiburan ini?” Tanya Rosea dengan pandangan mengedar. Kebanyakan tamu yang Rosea lihat, mereka datang mengenakan pakaian formal dan bergaun anggun, mereka bersikap seperti orang yang berkelas, penuh ketenangan dan berwibawa
“Kebanyakan yang datang ke sini orang-orang kelas atas yang tinggal di kawasan ini saja dan orang-orang asing yang berkedudukan penting menginap di apartement dekat sini.”
Rosea langsung mendengus geli mendengarnya, pantas saja Karina membawanya ke sini. Karina cukup terobsesi memiliki pasangan pria asing, kaya dan berwajah tampan.
“Bagaimana dengan kepindahan kamu?” tanya Karina.
“Lancar, mulai sekarang aku bebas” Rosea tersenyum lebar begitu senang. Di ambilnya segelas minuman dan mengajak Karina bersulang, “Bersulang.”
“Bersulang.”
Suara dentingan gelas beradu terdengar, kedua wanita itu segera minum.
Karina mengedarkan pandangannya melihat ke sekitar mencari-cari seseorang yang bisa dia ajak bersenang-senang. “Kamu sudah menemukan cowok yang cocok?”
“Santailah Rin, kita baru duduk lima belas menit di sini,” jawab Rosea dalam bisikan.
“Lebih cepat lebih bagus Sea, jika tidak cocok kamu bisa menggantinya dengan cepat.”
Rosea tertawa dan berkata, “Astaga Rin, pria bukan sandal di mall yang bisa kamu lihat dan di pilih lalu di coba.”
Bibir Karina mengerucut, wanita itu bersedekap menyilangkan tangannya. “Jangan naif Sea, sandal juga harus di pilih dengan baik agar pas di kaki. Apalagi pria, harus di pilih lebih teliti agar pas di hati. Malam ini pokoknya aku ingin pria yang kuat.”
“Kamu bawa pengaman kan?”
“Tentu aja Sea, itu wajib,” seru Karina dengan penuh semangat.
Rosea kembali tertawa dan meneguk minumannya, pandangannya mengedar melihat ke sekitar mulai menyadari bahwa para pengunjung semakin banyak.
“Aku harus merapikan penampilanku dulu di toilet sebelum menari, jangan ke mana-mana, tungu aku kembali,” Karina turun dari kursinya. Wanita itu melenggang pergi meninggalkan Rosea yang masih duduk sambil menikmati minumannya yang masih banyak.
Malam masih panjang, Rosea masih memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang. Selama menunggu Karina, sudah ada beberapa orang pria yang datang menemuinya karena tengah duduk sendirian.
Mereka yang mendatangi Rosea di perbolehkan hanya berkenalan biasa, Rosea tidak mengizinkan mereka duduk dengan alasan teman kencannya malam ini sedang berada di toilet.
Alasan aslinya, Rosea belum menemukan pria yang cocok untuk di ajak bicara dan bersenang-senang. Malam ini Rosea ingin bertemu pria yang nyaman untuk di ajak berbicara.
“Hay,” seseorang menyapa dan menepuk bahu Rosea.
Rosea tersentak kaget, gelas di tangannya di letakan kembali ke meja dengan sedikit bantingan. Rosea terlihat kaget melihat Atlanta yang menyapanya. Entah sejak kapan pria itu datang, tahu-tahu kini dia berdiri di sampingnya.
Tanpa permisi Atlanta langsung menarik kursi kosong di samping Rosea dan segera duduk. Atlanta tersenyum ramah, “Kamu ke sini juga rupanya.”
Rosea memalingkan wajahnya, dia sama sekali tidak ingin berbicara dengan tetangganya itu. Lagi pula, tidak ada yang perlu mereka bicarakan.
Atlanta menopang dagunya sambil memperhatikan Rosea yang masih memalingkan wajahnya. Atlanta tahu bahwa kehadirannya mengganggu Rosea, namun dia datang karena ada alasan tertentu, yaitu menyelesaikan kesalahan pahaman mereka hanya karena pesta di malam kemarin.
“Aku sudah makan beberapa potong kue yang kamu berikan. Terima kasih, manisnya sesuai seleraku,” Atlanta membuka percakapan yang sedikit santai untuk menghilangkan ketidak nyamanan Rosea.
Rosea menggerakan wajahnya dan dengan terpaksa dia melihat Atlanta yang kini duduk terlalu dekat dengannya.
“Ibuku yang buat,” jawab Rosea tanpa ekspresi.
“Tapi kamu yang mengantar. Jadi aku berterima kasih sama kamu. Aku akan berterima kasih sama ibu kamu nanti saja setelah kami bertemu.”
“Terserah kamu saja,” balas Rosea ketus.
Atlanta menegakan tubuhnya, pria itu sedikit mendesah lemah memasang ekspresi sedih. “Kamu sangat tidak suka sama aku ya?”
“Syukurlah jika kamu sadar.”
Atlanta tergelak tertawa mendengarnya, jawaban jujur Rosea sedikit menghibur hatinya. “Kenapa kamu tidak suka padaku?” tanya Atlanta dengan sisa-sisa tawanya.
“Aku juga tidak tahu.”
“Aku tahu kesan pertemuan pertama kita sebagai tetangga tidak begitu menyenangkan. Namun apa kamu mau kita terus-terusan bermusuhan?” Tanya Atlanta dengan serius. “Biasanya aku melakukan pesta sembarangan dan sesuka hati karena jauh dari rumah siapapun, karena itu kemarin aku tidak mudah di hentikan. Aku juga mengerti sekarang aku punya tetangga yang mungkin akan terganggu dengan pestaku. Bukankah sebaiknya kita harus saling memahami dan berbicara baik saja? Lagi pula, aku tidak akan membuat pesta jika itu mengganggumu. Kedepannya aku akan meminta izin jika akan membuat pesta.”
Rosea langsung menatap lekat mata Atlanta dan mencari-cari apakah Atlanta berbicara tulus kepadanya atau hanya sekadar membual saja. Akan tetapi, apa yang sudah Atlanta katakan memang ada benarnya juga. Mungkin memang sebaiknya Rosea tidak bermusuhan dengan tetangganya hanya karena masalah pesta.
Mereka tidak akan bertetangga hanya satu dua minggu, mungkin seumur hidup.
“Apa kamu marah atas kejadian semalam?” tanya Rosea sedikit lebih lembut.
“Tidak” Atlanta menggeleng, pria itu mengambil gelas kosong dan menuangkan anggur, lalu menegaknya. “Namun temanku dari Argentina sepertinya sedikit marah,” ceritanya dengan serius.
“Kenapa?” tanya Rosea penasaran.
“Dua orang yang semalam di gelandang polisi itu positif obat-obatan, sepertinya sekarang dia sedang sibuk mengatur banyak hal agar bisa kembali ke Cordoba dengan baik.”
Rosea tertunduk terlihat merasa bersalah usai mendengarkan cerita Atlanta, dia sama sekali tidak tahu dan tidak akan menyangka jika kejadiannya akan memanjang seperti itu.
“Aku minta maaf atas kejadian kemarin,” sesal Rosea.
“Aku juga minta maaf,” aku Atlanta dengan suara yang kini terdengar serak. Atlanta kembali menuangkan anggur ke gelas dan menegaknya. Sekilas Atlanta melihat Rosea yang duduk dengan anggun di kursinya, malam ini Rosea benar-benar berhasil mencuri perhatian Atlanta.
“Apa itu artinya kita berdamai?”
“Aku harap begitu” Atlanta mengulurkan tangannya mengajak bersalaman dan memulai hubungan tetangga mereka dengan cara yang lebih baik.
Rosea tersenyum simpul menerima uluran tangan Atlanta dan menggenggamnya dengan kuat.
Sejenak Atlanta mematung, merasakan hangat lembut dan kecilnya tangan Rosea yang masih sama dengan beberapa tahun lalu masih. Rasanya masih sama. Andai saja Rosea ingat dengan dirinya.
Rosea menarik tangannya dari genggaman Atlanta.
“Berapa usia kamu?” Atlanta mengalihkan topic pembicaraan mereka.
“Dua puluh enam.”
“Kamu serius?” Tubuh Atlanta menegak dengan eskpresi kagetnya, pria itu melihat Rosea dengan penuh penilaian dan ekspresi tidak percaya. “Aku tiga tahun lebih muda dari kamu,” tambahnya lagi masih dengan ekspresi yang masih sama, yaitu tidak percaya.
Seketika Rosea tersenyum angkuh, “Ke depannya, kamu harus menghormati aku, mungkin harus memanggilku kakak.”
“Tidak bisa,” Atlanta menggeleng tanpa keraguan.
Rosea merenggut tidak suka, namun perasaan di hatinya yang semula menyimpan rasa kesal kepada Atlaata kini sudah menghilang. Mungkin kedepannya nanti Rosea hanya perlu membiasakan diri dengan sikap Atlanta yang terkadang pecicilan dan mencurigakan.
Atlanta memutar-mutar gelas kecil di tangannya, pria itu semakin lekat melihat Rosea yang kini tidak lagi bersikap ketus padanya, Atlanta masih terkejut dan tidak percaya bahwa wanita mungil yang duduk di hadapannya itu kini lebih tua darinya.
Dalam satu gerakan Atlanta mencongdongkan bahunya, melihat Rosea lebih dekat.
“Ada apa?” tanya Rosea dengan waspada.
Atlanta menunjukan jarinya ke arah mata Rosea. “Ada sesuatu di sudut mata kamu.”
Mata Rosea terbelalak kaget, wajahnya langsung merah malu karena sudut matanya terdapat kotoran mata. Bibir Rosea menekan kuat dan tangannya bergerak cepat mengusap sudut matanya beberapa kali. Rosea berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Atlanta yang masih terus memperhatikannya.
Atlanta semakin mencondongkan tubuhnya membuat wajah mereka berdekatan, Atlanta menangkap tangan Rosea dan menurunkannya, di usapnya sudut bawah mata Rosea dan meniupnya, membuat Rosea langsung memejamkan matanya.
Dua bulu mata lentik panjang wanita itu terbang entah ke mana.
“Dua bulu mata kamu jatuh.”
Rosea membuka matanya dan bertemu dengan sepasang mata Atlanta yang kini tengah menatap lekat dirinya. Rosea tidak tahu arti dari tatapan pria itu, namun diamnya Atlanta dan tatapannya yang dalam berhasil membuat Rosea gugup.
“Sea, kamu tidak butuh mascara di bulu mata yang secantik itu,” puji Atlanta.
“Kamu juga tidak butuh berdiri terlalu dekat seperti ini hanya untuk mengusir dua bulu mataku,” balas Rosea memperingatkan.
Atlanta mahir memuji hingga apa yang di ucapkannya itu terasa alami dan mengalir begitu saja, sayangnya itu tidak berpengaruh untuk Rosea yang sudah banyak mendengarkan banyak gombalan dari berbagai macam pria.
“Aku serius Sea.”
“Aku juga serius” jawab Rosea dengan sengit. “Kamu sudah tidak ada urusan lagi kan? Bisa pergi sekarang?” Rosea mengusir Atlanta dalam balutan pertanyaannya.
“Ya, baiklah,” jawab Atlanta dengan lembut namun tubuh Atlanta kian mendekat, kepalanya memiring dan berakhir mencium pipi Rosea sekilas.
“Have a nice night,” bisiknya dengan lembut.