Bab 27. Gempa

1547 Kata
Terdengar bunyi gelembung meletus. Adi sudah sampai di ruang tengah rumah Bi Narti. Rumah dengan desain klasik berwarna putih itu terlihat sangat bersih dan rapi. Adi duduk di kursi panjang menunggu si Pemilik rumah. Melihat keadaan rumah yang lengang seperti ini menandakan Bi Narti sepertinya tidak ada di rumah. Lima menit menunggu, pintu rumah dibuka. Bi Narti muncul membawa keranjang belanja yang terbuat dari anyaman rotan. “Adi?” Bi Narti sedikit terkejut ketika melihat Adi. Adi menghampiri Bi Narti, membantu membawakan belanjaannya. “Sejak kapan kamu di sini? Sudah lama?” “Belum, Bi. Baru lima menit.” Adi meletakkan belanjaan di atas meja. “Kalau begitu biarkan aku memasak terlebih dahulu. Sudah lama bukan kamu tidak makan masakanku.” “Tidak usah, Bi. Aku kemari karena ada hal yang harus aku tanyakan.” Bi Narti mengambil telenan dan pisau. Dia bersiap untuk memotong sayuran. “Lupakan itu dulu. Sejak aku pergi ke rumahmu, aku berharap kamu datang ke rumahku. Sekarang itu sudah terjadi, jadi lebih baik kamu duduk diam di ruang tengah.” Baiklah. Jika Bi Narti sudah berkata demikian, tidak ada yang bisa menolak perintahnya. Sama seperti Rangga yang waktu itu mengajak Bi Narti ikut bersamanya ke rumah Adi, namun Bi Narti menolak dan mengatakan bahwa tugasnya masih banyak. Namun tiba-tiba Bi Narti datang sendiri ke rumah Adi membawa Buku Bulan. Rangga dan Adi tidak bisa memaksa Bi Narti karena Bi Narti lah yang membantu mereka. Kalau bukan karena Bi Narti, rencana mereka tidak akan berjalan sampai sekarang. Adi kembali duduk di kursi panjang—menunggu Bi Narti selesai memasak. Adi duduk sambil memperhatikan sekeliling rumah. Sudah 17 tahun dia tidak ke rumah ini. Sususan rumah Bi Narti belum berubah sama sekali. Setengah jam berlalu, dan Bi Narti sudah memanggil Adi. Masakan sudah siap. Adi menarik kursi. “Kenapa Ani tidak ikut?” Bi Narti meletakkan piring. “Aku langsung pergi ke sini setelah selesai melatih Ryan.” “Benarkah?” Bi Narti menarik kursi. “Bagaimana latihannya?” Adi menerima piring berisi nasi dari Bi Narti. “Sungguh luar biasa. Aku belum pernah melihat kekuatan tanah sedahsyat itu.” “Tanah?” Adi menelan nasi dalam mulutnya. “Ryan bisa membentuk apa saja dari tanah sesuai imajinasinya. Saat dia latihan bersama Farhan tadi, Ryan memunculkan naga. Bukan sekedar naga saja, bahkan naga itu benar-benar hidup.” “Apakah kamu sedang bercanda?” Bi Narti nyaris tidak percaya. “Aku juga tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tapi memang benar Ryan berhasil. Kekuatan tanahnya sangat-sangat luar biasa. Tidak ada yang pernah melakukan itu.” Bi Narti tidak jadi-jadi memasukkan suapan pertamanya. Dia terus membayangkan bagaimana dahsyatnya kekuatan Ryan. “Itulah mengapa aku datang kemari untuk menanyakan apakah kekuatan Gunfrenta seperti itu atau tidak,” Adi memberitahu tujuannya datang ke rumah Bi Narti. “Tidak ada yang tahu pasti, Adi. Hanya itu yang aku ketahui. Tapi jika kekuatan yang berasal dari cincin berlian sehebat itu, kemungkinan besar Ryan adalah Gunfrenta yang baru. Itu artinya kita tidak butuh waktu yang panjang untuk segera mengambil alih kerajaan. Mendengar bagaimana dahsyatnya kekuatan Ryan, itu artinya emosi dan kekuatan Ryan telah menyatu.” “Benarkah?” Bi Narti mengangguk. Itu kabar baik bagi mereka. Lihatlah, kekuatan Ryan sangat dahsyat. Itu baru satu. Gunfrenta menguasai semua elemen kekuatan Negeri Zalaraya. Acara makan itu terus diisi dengan percakapan membahas bagaimana hebatnya Ryan. Bi Narti juga bercerita tentang hidupnya selama di Bumi ini. Dia juga merindukan Negeri Zalaraya sama seperti yang lain. 17 tahun mereka meninggalkan negeri Zalaraya tanpa bisa berkabar. Setelah makan, Adi berpamitan pulang. Dia tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Tidak ada yang tahu bagaimana kisah lengkap Gunfrenta. Bi Narti hanya mengetahui kisahnya sepenggal, dan itu yang dia beritahukan waktu Ryan pingsan malam hari. Adi menghilang, lalu muncul di rumahnya kembali. __00__ Seharusnya selesai latihan hari ini Ryan pergi memancing di kolam ikan pamannya. Namun karena keasyikan latihan hal tersebut harus ditunda. Farhan juga lupa, dia meminta Ryan agar jangan sampai lupa bawah besok mereka harus pergi memancing menggantikan hari ini. Usai makan malam, Ryan memilih melanjutkan membaca novel. Novel selanjutnya berjudul Pulang. Sebenarnya dibaca satu-persatu bisa saja, Namun Ryan merasa kurang puas jika tidak membaca sesuai urutan. Dia membaca, menikmati, tenggelam dalam isi cerita. Tidak ada yang berubah malam ini, semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Farhan sibuk menggulir layar ponselnya, Bayu berkutat dengan rumus fisikannya, dan Ryan tenggelam dengan novelnya. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam—jam tidur Ryan. Dia menutup novel, meletakkan kembali di rak. Setelah menggosok gigi dan mencuci wajah dan kaki, Ryan bersiap untuk tidur. Dia menggelengkan kepala ketika melihat Bayu masih fokus di meja belajarnya. “Kamu tidak tidur, Bayu?” Bayu menoleh. “Sebentar lagi, Yan.” Ryan mengangguk. Hebat sekali Bayu di jam segini masih bisa belajar. Ryan menanyai Farhan, apakah dia mau tidur bersamanya atau bersama Bayu. Farhan menjawab dia akan tidur bersamanya. Ryan disuruh tidur duluan saja. Sampai di kamar, Ryan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menutupi tubuhnya dengan selimut. Ryan menatap langit-langit kamar. Entah dari mana asal pikiran itu datang, tiba-tiba dia membayangkan bagaimana Negeri Zalaraya itu. Apakah sangat indah atau malah sebaliknya? Ryan jadi tidak sabar ingin cepat-cepat ke sana. Baiklah. Tugasnya sekarang bukan untuk memikirkan itu. Ryan harus menguasai kekuatannya terlebih dahulu, barulah dia bisa pergi ke sana. __00__ Perlahan Ryan membuka matanya. Dia merasakan getaran yang cukup kuat. Semakin lama getarannya semakin kuat, membuat Ryan langsung melompat dari tempat tidur. Dia memperhatikan sekeliling. Lampu, tempat tidur, kaca, dan semua benda yang terlihat semuanya bergetar. “Gempa! Keluar semua!” Ryan menoleh ke jendela. Tetangga rumahnya sudah berteriak ada gempa. Ryan langsung keluar kamar, mencari paman dan bibinya. Begitu pintu terbuka, Adi sudah di depan pintu. Dia menyuruh Ryan bergegas untuk keluar rumah. Di halaman rumput, semua sudah berkumpul di sana. Gempa masih terasa sekali. Getarannya kuat, semua warna berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri. Pohon-pohon juga ikut bergoyang. Terlihat jelas sekali. Sepuluh menit berada di luar, gempa berhenti. Keadaan jadi lengang. Pohon-pohon juga sudah tidak terlihat bergetar. Hanya pucuknya saja yang bergoyang karena kesiur angin. Semua masih takut masuk ke dalam rumah. Lengang selama lima menit. Setelah memastikan tidak ada lagi getaran, barulah para warga masuk ke dalam rumah. Adi mengajak semuanya untuk masuk ke dalam rumah. “Bukankah gempa tadi sangat kuat?” Adi mengangguk, sependapat dengan perkataan Ani. Dari tadi Farhan tidak berkata-kata, dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Ryan memutuskan bertanya, “Apa yang sedang kamu pikirkan, Farhan?” Adi yang menjawab, “Apakah kamu memikirkan tsunami, Farhan?” Farhan mengangkat kepala. “Benar. Aku merasa sebentar lagi akan terjadi tsunami.” Di tengah kekhawatiran mereka, tiba-tiba muncul cahaya berwarna hijau berukuran kecil, semakin lama semakin besar. Tengahnya membentuk pusaran. Bi Narti keluar dari sana. “Bersiaplah. Penyihir Hyunfi datang.” Benar apa yang Farhan dan Adi katakan tadi. Tsunami akan segera datang. Gempa bumi tadi bukan terjadi secara alami, melainkan disengaja oleh Hyunfi. Beberapa menit lagi Hyunfi akan membuat Tusnami yang dahsyat. Bi Narti membuka kembali portal teleportasinya. Mereka harus secepatnya tiba di pantai agar bisa mencegah tsunami sampai ke perkampungan warga. Satu persatu dari mereka masuk ke dalam portal menuju pantai. Yang terakhir masuk Bi Narti, lalu portal lenyap. Tiba di sana, Ryan melihat hal yang sangat mengerikan. Air laut telah surut. Kapal-kapal teronggok di atas pasir dengan posisi miring. Bahkan ada yang terbalik. Burung-burung tidak ada sama sekali. Kesiur angin pantai terasa sangat dingin dan menakutkan. “Bersiaplah. Kita akan menghadapi Hyunfi,” Bi Narti memberi imbauan. Mereka tidak punya waktu untuk berpikir atau pun bertanya mengapa Penyihir Hyunfi bisa datang lagi ke Bumi. Bukankah gerhana matahari seharusnya sudah berakhir. Yang harus mereka lakukan sekarang adalah mencegah tsunami buatan itu sampai merusak perkampungan. Tugas mereka adalah menjaga penduduk Bumi, jangan sampai ada yang menjadi korban Penyihir Hyunfi. Ryan tidak mau itu terjadi. Cukup Maury saja yang menjadi korban dari Hyunfi, tidak boleh lagi ada nyawa yang harus dikorbankan. Terdengar suara gemuruh. Langit seketika berubah menjadi hitam. Aliran petir menghiasi langit. Di atas mereka, awan perlahan memutar, membentuk cincin besar. Pusarannya berputar cukup kuat. “Bersiap.” Bi Narti menghadap ke atas. “Penyihir Hyunfi akan segera muncul.” Semua memasang kuda-kuda mereka. Terus menatap pusaran awan di atas, mereka memasang kuda-kuda menunggu Penyihir Hyunfi muncul. Tiba-tiba Ryan teringat, bagaimana jika ada warga yang melihat pertarungan mereka ini. “Paman, apakah tidak apa-apa jika kita bertarung sekarang? Bagaimana jika ada warga yang melihat?” Tentu saja hal itu Ryan khawatirkan. Apa yang akan terjadi nanti jika para warga tahu kalau mereka mempunyai kekuatan. Adi menoleh ke arah Ani. Ani mengangguk, menoleh ke Ryan. “Serahkan pada Bibi, Yan.” Ryan menatap yakin bibinya. Baiklah. Semua pasti akan baik-baik saja. Penyihir Hyunfi tertawa. Tawanya besar sekali dan menakutkan. Suaranya tawanya itu jelas terdengar tidak bersahabat. Ryan bersiap untuk segala kemungkinan apa pun. “Selamat bergabung, Pangeran Arthur!” Semua mata langsung tertuju ke arah Ryan. Bayu dan Farhan merapat ke Ryan. Penyihir Hyunfi pasti sedang mengincarnya. “Aku tidak menyangka bahwa kamu akan ikut menghalangiku menghancurkan desa kecil ini.” Kilat menyambar dahsyat. Aliran petir berwarna biru membuat langit menjadi terang. Penyihir Hyunfi perlahan keluar dari lingkaran awan hitam di langit. Jubah hitam lengap dengan penutup kepala. Kuku panjang itu, Ryan mengingatnya. Sosok menyeramkan yang dia lihat di kamarnya. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN