Bab 29. Pertarungan

1543 Kata
Bayu memegangi dadanya. Saat terpental beberapa meter tadi, dadanya menghantam sikut Farhan tanpa sengaja. Ani tidak punya waktu untuk mengobati mereka. Lagi pula Bayu dan Adi menolak. Mereka tidak ingin membiarkan Ryan melawan Penyihir Hyunfi sendirian. Farhan mencoba memikirkan sesuatu bagaimana caranya memukul mundur Penyihir Hyunfi. Kekuatan yang dia miliki sangat dahsyat. Tempurung tiga lapis yang mereka buat tadi tidak bisa menahan 10 ular yang berada di dalam. Tanah bergoyang. Ryan mengepalkan tangannya. Adi, Farhan, dan Bayu memasang kuda-kuda bersiap dengan segala kemungkinan. Ani dan Bi Narti berpelukan. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Jarak tiga meter dari tempat mereka berkumpul muncul satu ular kobra dan langsung menyambar Ani. Ani dililit ekor ular tersebut, lalu mengambang di udara. Ular itu mendekatkan Ani ke kepalanya. Lidahnya hampir menyentuh Ani, seolah sedang meledek mereka semua. Adi secara refleks langsung menghentakkan tanah. Tanah di tempat pijakannya terangkat ke atas. Adi berusaha menggapai Ani. Nyaris sedikit lagi, tiba-tiba muncul satu ular lagi, ekornya menghamtam Adi. Adi terpental jatuh ke tanah. Pintar sekali. Ternyata ular raksasa itu bisa berjalan di bawah air dan tanah. Satu ular yang tadi sebagai pengalihan agar mereka tidak melihat ke arah Penyihir Hyunfi. Sekarang semua ular sudah muncul dari tanah mengepung mereka. Kepala ular-ular itu tegak berdiri, mengembang berbentuk sendok. Lidah mereka menjulur-julur. Ani masih dalam lilitan salah satu ular. Penyihir Hyunfi tertawa. “Apakah kalian bisa mengalahkan yang satu ini?” Naga di atas kepala mereka langsung menyemburkan api tanah. Seolah paham situasi, Bayu menghentakkan kakinya, seperseribu detik, tubuh mereka semua sudah terkurung dalam tempurung tanah. Ryan memejamkan matanya, berusaha berkomunikasi dengan naga tanahnya. Ular-ular yang tadi kini sudah bisa membaca gerakan p*********n naga tanah Ryan. Mereka semua menghindar dengan lihai semburan api tanah. Kali ini ular-ular itu menunjukkan kebolehan mereka. Ular itu mencipratkan cairan berwarna hitam. Naga tanah Ryan terbang lihai menghidari cipratan cairan itu. Pohon-pohon bakau yang Bi Narti munculkan tadi langsung mati. Seolah tersiram larva panas, pohon-pohon bakau itu langsung layu. Ryan menghilang. Dia muncul di luar tempurung. Semua pohon bakau Bi Narti sudah loyot, tidak tersisa. Ular-ular itu pun berhenti ketika Penyihir Hyunfi mengangkat tangan kirinya ke atas. “Bagaimana?” Apakah kamu masih sanggup melawanku?” Penyihir Hyunfi menatap jemawa. Ryan tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba saja matanya terarah ke tongkat ular yang Penyihir Hyunfi pegang. Dia merasa sepertinya ular itu akan hilang jika tongkat itu hilang. Ryan mengangguk. Baiklah, ini saatnya. Ryan menghentakkan kakinya ke tanah. Satu ekor naga tanah lagi muncul. Ukurannya dua kali lipat lebih besar daripada naga tanah yang pertama. Naga tanah itu bergerak cepat ke arah Penyihir Hyunfi. Sesuai harapan, Penyihir Hyunfi terlambat menyadari. Naga tanah kedua berhasil menjatuhkan tongkat dari tangan Penyihir Hyunfi. Ryan menghilang, muncul mengambil tongkat itu, kemudian menghilang kembali ke tempat semula. Ryan meremas sekuat tenaga tongkat ular tersebut. Cahaya biru menjalar di sekujur tubuhnya. Tiga detik kemudian, tongkat itu patah menjadi dua. Perlahan tongkat itu lenyap, menyisakan asap hitam. Ular-ular raksasa itu juga mengalami hal yang sama. Mereka berubah menjadi abu, jatuh, menghilang menyisakan asap hitam. Penyihir Hyunfi tertawa. “Sepertinya aku terlalu menganggapmu enteng, Pengeran. Baiklah, sepertinya waktu bermain kita telah selesai.” Langit kembali menghitam. Tepat di atas kepala Penyihir Hyunfi muncul pusaran yang semakin lama semakin besar. Di sekelilingnya banyak sekali aliran listrik yang saling menyambar. Penyihir Hyunfi masuk ke dalam, pusaran lenyap. Sekejap cuaca berubah normal kembali. Matahari bersinar terang. Keadaan yang semula remang-remang sudah tidak lagi. Air laut kembali tenang seperti biasa. Adi menghentakkan kakinya. Dinding tanah yang dia buat tadi turun, masuk kembali ke dalam tanah. Para penduduk langsung berlarian menghampiri mereka semua. Mereka langsung dicerca beragam pertanyaan mengenai apa yang terjadi. Sekarang saatnya Ani bertugas. Adi memejamkan matanya. Sekejap ratusan orang yang datang pingsan semuanya. “Berapa lama mereka akan seperti itu?” tanya Bi Ani. Sepanjang jalan kembali ke rumah, mereka melewari penduduk yang pingsan. “Tidak lama, hanya lima belas menit.” Untuk memindahkan semuanya juga perkara yang mudah. Lebih baik Ani mengambil cara yang saat ini dia lakukan. Penduduk akan melupakan apa yang terjadi. Mereka hanya akan bertanya-tanya bagaimana bisa mereka tertidur di pasir pantai, ramai-ramai pula. Adi tidak sanggup berjalan. Pergelangan kaki kirinya sudah membiru. Bayu dan Farhan membantunya berjalan. Ryan terus memandangi cincin berlian di jari manisnya. Entahlah. Dia merasa bahwa kekuatannya berasal dari benda itu. __00__ Sampai di rumah, Adi dan Bayu langsung dibaringkan di kursi panjang di ruang tengah. Ani menyentuh pergelang kaki Adi yang membiru. Perlahan tangan Ani bercahaya. Warna biru di pergelangan kaki Adi mulai menghilang. Lima menit, kaki Adi sudah kembali seperti biasa. Sembuh. Adi bisa berjalan. Kini giliran Bayu. Ani melakukan hal yang sama—menyentuh bagian yang sakit. Sekejap Bayu sudah tidak lagi merasa sakit di dadanya. Ternyata ada dua tulang rusuk yang patah karena terbentur bahu Farhan. Ani bertanya kepada Bi Narti apakah ada bagian dari tubuhnya yang sakit? Bi Narti menggeleng, mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Ryan juga demikian, dia juga tidak kenapa-napa. Dia tidak terpental sama seperti Adi, Farhan, dan Bayu. Napas mereka belum sepenuhnya teratur. Itu pertarungan yang cukup menguras tenaga. Penyihir Hyunfi bukanlah musuh yang enteng. Kalau bukan karena Ryan yang mematahkan tongkat ular Penyihir Hyunfi, mungkin pertarungan masih berlanjut sama sekarang. Firasat Ryan untuk mematahkan tongkat itu adalah ide yang cemerlang. Berkat itu, Penyihir Hyunfi menyudahi aksinya, kembali ke tempat asalnya. Sekarang timbul pertanyaan. Bagaimana bisa Penyihir Hyunfi bolak-balik dari Negeri Zalaraya ke Bumi. Bukankah kunci agar bisa melakukan itu adalah Buku Bulan, buku yang sekarang berada di tangan Ryan. Sekali lagi, Buku Matahari hanya bisa melakukannya setiap seratus tahun sekali saat gerhana matahari tiba. Ryan bertanya kepada pamannya. Pamannya menjawab tidak tahu. “Aku juga tidak tahu, Ryan,” jawab Bi Narti saat Ryan menanyainya. “Entah bagaimana Penyihir Hyunfi bisa bebas berpergian ke Bumi. Ini yang harus kita waspadai, dia bisa kapan saja muncul lalu menyerang. Jika terus-terusan seperti ini maka Bumi bisa jadi dalam bahaya.” Adi sependapat dengan Bi Ani. Lihatlah. Apa yang Penyihir Hyunfi lakukan belum seberapa. Bukankah dia tadi mengatakan kalau waktu bermainnya sudah habis. Penyihir Hyunfi hanya ingin menguji bagaimana perkempangan lawannya. Jika Penyihir Hyunfi memiliki ide yang lebih parah, maka Bumi benar-benar berada dalam bahaya. “Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah itu?” tanya Farhan. Ani dan Bayu saling tatap. “Tidak ada cara lain, kita harus melatih Ryan semaksimal mungkin, memunculkan segala kekuatan yang ada dalam cincin itu.” Bi Narti menyenggol kaki Adi. Adi sudah melanggar kesepatakan mereka untuk merahasiakan dari mana asalnya kekuatan Ryan. Ryan yang mendengar itu langsung tertegun. “Maksud, Paman?” tanyanya dengan wajah tidak mengerti. Adi menyadari bahwa dia sudah membuat kesalahan. Namun dia berpikir kalau membiarkan Ryan tahu, Ryan akan bisa menggunakan cincin itu semaksimal mungkin. Adi menatap Bi Narti, meminta agar dia menjelaskan kepada Ryan apa yang dia katakan kepada mereka waktu itu. Bi Narti mengangguk—setuju. “Baiklah. Sepertinya kamu memang harus mengetahui hal ini, Ryan. Kekuatan yang ada di dalam dirimu bukan dimunculkan, tapi muncul sendiri. Sepertinya memang sudah tiba waktunya. Kekuatan yang ada di dalam dirimu seperti makhluk, mereka berusaha untuk keluar secara bersamaan. Namun karena tubuhnya kaget, belum siap untuk menerimanya, maka kamu sempat pingsan kemarin. Namun aku menemukan fakta baru.” Adi, Ani, Bayu, dan Farhan langsung menoleh serempak ke arah Bi Narti. “Ternyata semua fakta yang aku katakan itu semua tidaklah benar. Aku juga baru menyadarinya setelah Adi mendatangiku kemarin. Kamu, Ryan, kamu adalah Gunfrenta,” lanjut Bi Narti membuat semuanya tercengang. Adi menggelengkan kepala, hampir tidak percaya. “Gunfrenta adalah raja yang pernah memimpin Negeri Zalaraya. Darinyalah asal semua orang yang memiliki kekuatan di Negeri itu. Dan kamu Ryan, hanya mewarisi kekuatan tanah dari ayahmu—Raja Barelfie. Lantas dari mana kekuatan tanah yang sangat dahsyat itu berasal? Kekuatan itu berasal dari cincin yang sedang kamu pakai. Cincin berlian itu. “Cincin berlian itu berisi seluruh elemen kekuatan di Negeri Zalaraya. Pusaka yang sengaja dibuat oleh Grunfrenta karena menyadari akan ada orang yang menyalahgunakan kekuatan. Pusaka itu datang sendiri ke tanganmu, Ryan. Pusaka itu yang akan menuntunmu untuk kembali merebut tahta ayahmu.” Ryan menatap cincin itu tidak percaya. “Bukankah sebelum menjadi cincin, benda ini berbentuk berlian?” “Kamu benar, Ryan. Itulah kehebatan Rangga. Dia adalah pandai besi yang paling hebat di Negeri Zalaraya. Ketika merubah berlian itu menjadi cincin, dia sama sekali tidak mengurangi secuil pun bagian dari berlian itu. Rangga akan merubah masa jenisnya, mengecilkannya, membentuk apa saja yang dia inginkan. Rangga mengambil tindakan yang tepat menjadikan berlian itu cincin.” Bi Narti menghampiri Ryan. “Dengan cincin ini kamu akan bisa mengalahkan Penyihir Hyunfi.” Ryan berusaha mencerna semua yang Bi Narti katakan. Jika itu memang benar, itu artinya Ryan memiliki kekuatan seperti bibinya, bisa menyembuhkan orang? Lalu apakah dia juga bisa menghilang, lalu muncul setelah terdengar suara gelembung meletus seperti Bayu dan pamannya? Apakah Ryan juga bisa menghilangkan benda dan memunculkannya kembali seperti Bayu? Atau yang terakhir, apakah Ryan juga bisa menumbuhkan pohon sebanyak yang dia mau seperti Bi Narti? “Kamu bisa melakukan semua itu, Ryan.” Seperti biasa, Adi selalu bisa mengetahui apa yang sedang Ryan pikirkan. “Benarkah?” Bi Narti menatap wajah Ryan. “Kamu bisa melakukan semua itu, Ryan. Tapi kamu membutuhkan latihan yang sangat ekstra untuk mewujudkan itu semua.” Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN