Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad
===
Dunia Kayshila terasa runtuh saat mengetahui jika kabar Ghali akan menikah adalah benar dan dirinya bukanlah perempuan yang dipilih Ghali untuk menjadi pendamping hidupnya. Kayla mengurung diri seharian di kamar. Pekerjaannya hanya menangis dan menangis. Hatinya patah dan ia merasakan sakit yang amat sangat. Ia tak memiliki mood beraktivitas seperti biasanya dan hanya duduk di atas tempat tidurnya dengan tisu-tisu yang berserakan di sekitarnya. Untung saja hari ini Kay sedang tidak ada jadwal syuting atau pekerjaan lainnya. Tak lama ia mendengar suara pintu diketuk dari luar.
“Kay, buka pintunya! Ini kakak,” ucap David sambil menggedor pintu.
Kay menoleh sebentar lalu mengacuhkannya dan kembali fokus menangis dan meratapi nasibnya. David hanya bisa mendengar tangisan adiknya yang semakin menyayat hati. Ia pun bergegas mengambil kunci cadangan kamar Kay di tempat penyimpanan kunci. Saat berhasil membuka pintu kamar Kay, David tercengang melihat keadaan kamar yang berantakan dengan tisu berserakan di mana—mana. Ia melangkah masuk dengan mulut ternganga dan kepala yang menggeleng.
“Ini kamu kenapa, Kay?” tanya David yang sudah duduk di ranjang Kay sambil menyingkirkan tisu-tisu dengan ekspresi jijik.
Tanpa berkata apa pun, Kay langsung memeluk David dengan erat. Kay menumpahkan tangisnya di d**a David. David hanya bisa balas memeluknya sambil berusaha menenangkannya.
“Kamu kenapa, sih? Kata Mbok Nem gak ke luar kamar seharian? Nangis terus kayak begini?” tanyanya pada Kay.
“Kay lagi broken heart, Kak. Aa’ Ghali mau nikah. Kay sedih banget, Kak. Gimana dong?” tanya Kayshila sambil tersedu.
Tubuh David langsung membeku.
Ia yang tahu lebih dahulu memang sengaja tak memberi tahu kabar yang akan membuat Kay sedih. David lebih memilih untuk menyimpannya sendiri dan membiarkan Kay tahu dengan sendirinya dan kini waktunya telah tiba. Adiknya itu telah tahu kabar Ghali yang akan menikah. Meski David tidak tahu apakah Kay tahu siapa calon istri Ghali.
David yang merasa kesal, marah dan cemburu dengan Ghali hanya bisa menenggelamkan diri dalam sibuknya pekerjaan agar ia bisa lupa dengan patah hatinya. Kadang ia melampiaskannya pada minuman keras. Tapi, saat melihat sang adik yang menangis di pelukan, rasa sakit kembali menggerogoti hati David. Ia marah pada Ghali bukan hanya karena telah merebut Shayna darinya tapi juga telah membuat Kay patah hati. Jadi, saat Ghali dan Shayna memutuskan untuk menikah, David dan Kay adalah orang-orang yang berada dalam barisan patah hati.
“Udah kamu gak usah nangis. Cowok bukan cuma dia doang kok, Kay. Masih banyak yang lebih dari si Ghali. Apa hebatnya dia coba? Kalau kamu mau nanti kakak bisa kenalin kamu sama teman-teman kakak yang gak kalah hebat dari dia. Lagian kamu kan cantik, terkenal, pasti banyak lah yang mau sama kamu.” David coba menghibur adiknya.
Kay melonggarkan pelukan kakaknya. Ia menyeka mata dan hidungnya lalu menjawab, “Ya tapi Kay cintanya sama Aa’ Ghali, Kak. Bukan sama yang lain. Kakak gimana, sih!”
“Huh, susah deh kalau udah bucin begini. Lagian dulu kamu udah kakak bilangin masih aja nekat nempelin dia kayak ulet keket, begini kan jadinya.”
Kay malah semakin menangis. Ia membenamkan wajahnya di atas bantal yang ada di ranjang. David hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya itu.
“Udah, pokoknya kamu gak usah sedih lebay begitu. Sekarang mandi, terus turun, kita makan di bawah.”
===
Sebenarnya Ghali merasa tidak enak dengan Kayshila. Sebagai seorang kakak, ia juga merasa sedih dan bersalah ketika melihat Kay menangis karena dirinya. Tapi, ia memang harus jujur pada gadis itu. Dulu, Ghali sudah pernah bilang bahwa ia hanya menganggap Kay sebagai adiknya sama seperti Fiyya dan Zia. Tapi, gadis itu tak mudah menyerah. Mottonya adalah selama belum ada janur kuning melengkung, dirinya masih berkesempatan untuk menikung. Apalagi Ghali tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun, membuat harapan Kay makin berkembang besar dan kini harapan itu pupus dengan rencana pernikahan Ghali dan Shayna.
“Kenapa lo, Ghal?” tanya Giandra pada Ghali yang sedang menatap jalanan yang basah oleh air hujan. Sore ini resto mereka sepi pengunjung. Jadi, mereka bisa sedikit bersantai di meja tamu.
“Nggak, gue kepikiran Kay. Dia masih marah gak ya?”
“Ah, ngapain juga lo pikirin dia? Kalau dia sedih juga biarin aja lah, Ghal. Cewek patah hati itu biasa. Nanti juga lama kelamaan biasa lagi.”
“Ya, gue gak enak aja, Gi. Duh, gimana ya? Gue jadi bingung gini,” ucap Ghali dengan gusar.
“Udah, Ghal. Saran gue, lo gak usah bersalah apa gimana-gimana sama tuh cewek. Lagian dia juga yang salah masih ngarep sama lo, padahal dulu lo udah jelas-jelas bilang cuma anggap dia adik aja.”
Ghali menghela napasnya panjang. Masalahnya bukan Cuma itu yang ia khawatirkan. Ia takut, David semakin membencinya karena telah membuat sang adik patah hati.
“Sebenernya, gue juga takut kalo si David makin gak suka sama gue, Gi. Ya ampun, kenapa jadi rumit begini sih?”
“Lah Pak Ustadz kenapa jadi galau begini? Udah lah tenang aja, lo sendiri yang sering bilang kalau lagi galau, resah dan gelisah mending banyak dzikir dan inget sama Allah.”
Astaghfirullahal’adzim ... Mengapa Ghali lupa? Ya Allah, maafkan dan ampuni hamba, batinnya. Ah, pasti ini karena ia tenggelam dalam rasa bersalah dan tak enak pada Kayshila sehingga membuatnya lupa berdzikir agar hatinya merasa tenang.
Alllahu akbar ... allahu akbar ...
Suara adzan ashar terdengar, Ghali dan Giandra langsung menuju musala yang ada di restonya. Ghali akan berdoa semoga hatinya diselimuti ketenangan dan untuk Kayshila agar gadis itu diberikan kelapangan dan jodoh yang lebih baik dari dirinya.
===
Hari ini cafe Milks Heaven milik Salma tutup karena akan dipakai acara CookFun yang akan disiarkan secara live. Salma memutuskan untuk menutup cafenya agar terkesan eksklusif dan ia bisa fokus pada acara itu. Meski sebenarnya acara dilangsungkan di roooftop cafe dan Salma masih bisa membuka cafenya di lantai bawah, tapi ia tetap menutup cafenya demi kenyamanan dan keamaan selama acara berlangsung.
Kini ia dan para pegawainya turut merapikan cafe agar kru acara dan orang yang menonton terkesan dengan cafenya yang tertata rapi dan bersih. Ia harap dengan begitu pengunjung yang datang ke cafenya akan semakin banyak.
Salma dan anak buahnya hanya bisa mengamati kerepotan kru yang sedang menyiapkan berbagai hal untuk acara sebelum live. Salma baru tahu jika syuting serepot itu. Tadinya Vino menawarkan Salma sebagai pemilik cafe untuk bergabung bersama Ghali dan Kay dalam proses memasak. Tapi, Salma menolaknya dan lebih memilih tampil di akhir acara saat hidangan sudah jadi. Salma tak percaya diri jika berlama-lama berada di depan kamera. Sama sekali bukan dirinya. Jadi, ia memilih muncul di penghujung acara saja.
Namun, tiba-tiba saja Salma melihat Vino dan kru panik. Entah apa yang sedang terjadi, Salma hanya diam tak berani untuk bertanya. Toh, dirinya juga tak mengerti dengan acara tersebut dan segala persiapannya. Mungkin saja ada sesuatu yang salah, semoga saja tidak serius dan acara tetap dapat berjalan lancar, doanya dalam hati. Tak lama, ia melihat Vino melangkah mendekat ke arahnya yang sedang duduk di meja kasir.
“Mbak Salma, boleh minta tolong sebentar?”
“Eh, ada apa ya, Mas?”
Vino mengisyaratkan Salma agar mengikutinya. Kini keduanya telah berada di kursi cafe bersama Ghali. Salma yang kebingungan hanya bisa mengikuti Vino.
“Begini, Mbak Salma. Kay mendadak gak bisa datang. Dia lagi sakit dan gak dibolehin sama kakaknya untuk syuting live hari ini,” ucap Vino.
“Lalu?” Otak Salma belum dapat menangkap maksud dari ucapan Vino.
“Acara mulai setengah jam lagi. Kita gak ada waktu buat cari pengganti Kay. Nah, saya mau minta tolong Mbak Salma gantiin Kay, ya? Mbak tolong sekali ini aja, tampil di acara CookFun bareng Ghali dari awal sampai akhir.” Vino mengucapkannya dengan tampang memelas dan nada memohon. Bisa gawat kalau acara hari ini batal. Karirnya juga ikut dipertaruhkan.
“Ap – apa?” Salma bergantian menatap Vino dan Ghali dengan bingung. Lalu Ghali dan Vino saling bertukar pandang lalu menangguk mantap.
“Ta – tapi, saya gak bisa ngapa-ngapain, Mas. Saya gak biasa di depan kamera. Lagi pula saya gak ada pengalaman apa pun sama hal yang kayak gini. Saya takutnya nanti bikin acara jelek dan ratingnya turun.” Salma mengungkapkan alasannya dengan jujur dan logis.
“Gak usah khawatir, kamu cuma temanin saya aja. Selebihnya biar saya yang handle,” ucap Ghali akhirnya buka suara.
“Iya, Mbak Salma sebagai pemilik cafe ini ikut nemenin Ghali aja, Mbak. Selebihnya nanti biar Ghali yang mandu acara sambil masak. Kalian bisa ngobrol tentang apa pun. Nah Mbak Salma juga sedikit bantu Ghali masak. Bisa, kan?”
“Hmm, gini. Kalau Anda bisa handle sendiri acara ini, lalu kehadiran saya untuk apa? Tidak ada gunanya bukan? Bahkan tidak membantu sama sekali.” Salma masih teguh dengan pendiriannya.
Wajah Vino sudah pias. Ia takut acara hari ini batal. Bisa kena omel oleh atasannya kalau batal. Ghali segera mengambil alih untuk membujuk Salma. Ia menyuruh Vino meninggalkannya berdua dengan Salma di meja agar bisa bicara empat mata. Vino menuruti perintah Ghali. Ia menaruh harapan besar pada Salma dan juga Ghali. Ia harap Ghali dapat berhasil membujuk Salma.
“Jangan lama-lama ya, waktu kita gak banyak,” ucap Vino lalu meninggalkan mereka berdua.
Ghali pun mengangguk mantap. Kini hanya tinggal Ghali dan Salma di meja cafe itu.
“Pertama, saya minta maaf. Mungkin kamu masih ada rasa kesal sama saya karena pertemuan pertama kita gak mengenakan.”
“Iya, emang benar,” jawab Salma dalam hati.
“Sekarang tolong dulu saya dan kru untuk hari ini aja. Toh ini juga akan membawa keuntungan buat cafe kamu ini. Cafe kamu ini bisa makin terkenal dan makin banyak konsumennya. Bukankah itu timbal balik yang setimpal?” bujuk Ghali.
Meski Salma merasa gugup, ia tetap berusaha stay cool atau terlihat tenang. Ia memikirkan matang-matang permintaan Vino dan bujukan Ghali.
“Ayo, gimana? Kita gak punya banyak waktu lagi,” desak Ghali pada Salma.
Salma menghela napasnya lalu mengangguk dengan mantap. “Oke, saya mau.”
===
David yang sedang berdiri di sebelah ranjang Kay terlihat gusar melihat dokter keluarganya sedang memeriksa sang adik. Ya, Kay memang jatuh sakit karena patah hati. Meski begitu, ia sempat bersikukuh pergi syuting padahal kondisinya sedang drop. Tentu saja David melarangnya dengan keras. Lihat saja, bahkan sekarang Kay terbaring lemah di ranjangnya dengan wajah yang pucat.
“Gimana, Dok?”
“Alhamdulillah tidak ada yang serius kok. Istirahat yang cukup, makan dan minum obat yang teratur ya. Plus jangan stres atau banyak pikiran, insya Allah sembuh.”
Usai dokter itu pergi, kini tinggal David dan Kay yang ada di dalam kamar. David memaksa Kay memakan bubur ayam kesukaannya yang telah disiapkan oleh Mbok Nem sebelum adiknya itu meminum obat yang sedang ditebus resepnya oleh supir di apotek.
“Kakak gak suka ya kamu jadi kayak gini gara-gara cowok macam Ghali. Ngapain kamu pakai nyiksa diri kamu sendiri sampai sakit kayak gini.”
“Kak, please jangan ngomel terus. Kepalaku tambah pusing dan sakit,” ucap Kay lemah.
Tak lama supir David mengetuk pintu dan memberikan obat yang telah ditebusnya di apotek. Kay yang hanya mampu menghabiskan bubur setengah mangkuk kemudian meminum obat dan kembali beristirahat.
David mengawasi Kayshila penuh selama sakit. Ia bahkan tak datang ke hotel dan melimpahkan semua pekerjaannya pada Yusuf. Meski Yususf sahabat Ghali, David tetap menghargai Yusuf sebagai karyawannya. Apalagi kinerja Yusuf sangat bagus di hotelnya. Yusuf juga menjadi salah satu orang kepercayaan David jika ia sedang tidak bisa meng-handle suatu urusan pekerjaan.
David mendesah lega usai memegang kening adiknya. Demamnya sudah turun. Ia mengganti kain kompresan sambil menatap wajah Kay yang masih pucat. Ada rasa amarah yang menggelegak yang David rasakan. Adiknya yang biasa ceria, enerjik, centil dan penuh semangat kini hanya bisa terbaring lemah karena Ghali.
Usai memastikan kondisi adiknya dalam keadaan baik, David meninggalkan kamar Kayshila menuju bar kecil yang ada di rumahnya. Ia mengambil sebotol minuman keras lalu menuangnya ke dalam gelas kecil. Minuman beralkohol itu langsung mengaliri kerongkongan David. Jika sedang banyak masalah dan tekanan, ia memang lebih suka melampiaskannya pada minuman keras. Contoh yang sangat tidak baik. Padahal, masih ada lantai untuk bersujud, tangan yang menengadah untuk berdoa dan Allah tempat mengadu. Hanya kepada Allah-lah sejatinya semua urusan dikembalikan.
Setelah gelasnya kosong, David kembali menuang minuman itu lalu menengguknya. Begitu seterusnya hingga lima kali. Tak lama kemudian, ia teringat dengan sesuatu dan segera mencari remote TV yang ada di kamarnya. Ia menyalakan TV lalu memilih channel yang menayangkan acara masak yang dibintangi Kay bersama Ghali.
David tersenyum sinis saat melihat Ghali sedang memasak bersama seorang gadis yang tak ia kenal. Hati David semakin terbakar amarah. Adiknya sedang terbaring sakit sedangkan lelaki itu masih bisa bersenang-senang.
“Lihat aja, Ghal. Gue gak akan biarin lo senang sementara adek gue sakit menderita kayak gini. Lo udah rebut Shayna dari gue dan bikin Kay sakit. Tunggu aja pembalasan gue!” ucap David lalu kembali menenggak minumannya.