GLSM5 Kejam

1079 Kata
Malam ini Rianti hendak menemui Alan di apartemen miliknya. Dia tak terima dengan perlakuan Alan kepada sahabatnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 19.00, Rianti sudah terlihat bersiap-siap. Dia pergi dengan mengendarai sepeda motornya. Kini Rianti baru saja sampai di apartemen Alan, dia berjalan mencari nomor kamar apartemen Alan. "Ya ini benar, nomornya sesuai yang diberitahu Renata." Rianti berkata. Dia pun langsung menekan bel apartemen kamar Alan. Saat itu Alan baru saja selesai mandi, baru pulang bekerja. Mendengar suara bel berbunyi, dia langsung buru-buru memakai pakaiannya, dan bergegas untuk membuka pintu. Awalnya dia sempat merasa bingung, siapakah gerangan yang datang menemui dirinya. Karena, tak banyak orang yang tahu tempat tinggal dia. "Rianti? Ada apa?" tanya Alan. Dia begitu terkejut, melihat Rianti sudah berdiri di hadapannya. Rianti langsung mendorong tubuh Alan, agar dirinya bisa masuk. Kemudian, dia juga menutup pintu dengan kasar. Satu tamparan mendarat di wajah Alan. Rianti terlihat begitu marah. Terlihat sekali, saat Rianti menatap Alan tajam. "Apa-apaan lo nampar wajah gue? Emangnya, gue punya salah apa sama lo," ucap Alan geram. Dia terlihat kesal. "Semua ini, karena lo udah mempermainkan perasaan sahabat gue. Lo pantas mendapatkan tamparan dari gue. Sebenarnya, ini belum seberapa dibandingkan dengan apa yang lo lakukan sama gue. Dasar laki-laki b******k!" umpat Rianti, sambil mendorong tubuh Alan dengan kasar. Membuat Alan terjatuh ke lantai, karena tak ada persiapan lebih dulu. Alan tertawa begitu keras, menggema di ruangan. Membuat nyali Rianti menciut. Terlebih tatapan Alan begitu menakutkan. Sosok Alan yang sekarang telah berubah, tak seperti dia yang dulu bersikap lugu. "Oh, ternyata lo sudah mengetahui semuanya? Siapa yang memberitahu lo? Sahabat lo?" Sarkas Alan. "Ya, lo benar. Gue udah tahu kebusukan lo selama ini kepada Renata. Lo itu laki-laki paling b******k yang pernah gue temui di dunia ini. Gue akan melaporkan lo ke polisi, supaya lo di penjara." Rianti mengancam. Hal itu membuat Alan naik pitam. "Gue gak akan melakukan hal itu, kalau teman lo duluan yang memulainya. Dia yang membuat gue seperti itu. Luka yang dia goreskan di hati gue begitu dalam, dan bahkan sulit untuk sembuh. Gue ingin dia menerima balasan apa yang dia lakukan selama ini kepada gue. Lagipula, gue yakin kalau ini yang terbaik. Bukannya bagus, gue justru membantu dia? Dia itu hanya membutuhkan uang, bukan sebuah cinta. Gue udah menolongnya, mempertemukan dia dengan laki-laki kaya raya, tampan, dan pastinya masih muda. Daripada dia harus menjual diri dengan laki-laki buncit," jelas Alan. "Iya. Tapi, asal lo tahu. Betapa menderitanya dia sekarang. Lo menyerahkan Renata kepada laki-laki yang kejam. Tadi gue sempat berbincang dengannya di panggilan telepon, kalau laki-laki yang membelinya memiliki kelainan seksual, memiliki sensasi yang liar dalam bercinta. Renata sampai di cambuk dan diikat tangannya," jelas Rianti. Alan begitu terkejut mendengarnya. Ada perasaan iba yang dia rasakan. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Tak akan pernah kembali lagi seperti dulu. "Sekarang, gue mau tanya sama lo, Lan. Memangnya, sekarang lo udah gak mencintai Renata lagi? Lo kok rela membiarkan wanita yang lo cintai, dimiliki laki-laki lain? Bahkan, lo bukan yang pertama kali mendapatkannya," ujar Rianti. Penuturan Rianti, membuat Alan menjadi stres. Hatinya terasa panas. Di lubuk hatinya yang paling terdalam, dia masih mencintai Renata. Dia terlihat lesu dan serba salah. Keduanya kini sudah terlihat lebih tenang, tak lagi saling mengotot dengan pemikiran masing-masing. Alan juga menyuruh Rianti untuk duduk. Kemudian dia langsung ke dapur membuatkan orange jus yang berada di kulkas, dan memberikannya kepada Rianti. "Please, Lan! Tolong bebaskan Renata," pinta Rianti, yang kini menatap lekat wajah Alan. "Maaf, Ri. Gue enggak bisa. Jujur, sebenarnya gue juga merasa enggak tega mendengarnya. Tapi, gue yakin. Perlahan dia akan menikmati kehidupannya. Berdoa saja, semoga laki-laki itu bisa berubah," sahut Alan. Hatinya terasa sakit, kala bicara tentang Renata. "Gue yakin, kalau perasaan dia ke gue enggak tulus, Ri. Dia mau nikah sama gue, karena gue sekarang udah memiliki segalanya Termasuk bisa membelinya. Kalau saja, sekarang gue gak kaya. Pastinya, sahabat lo akan menolak gue lagi mentah-mentah. Pastinya, lo sangat tahu sifat sahabat lo itu. Gue gak mau menjalani pernikahan sesungguhnya, dengan orang yang munafik. Menghalalkan segala cara, demi mendapatkan uang. Gue rasa, Laki-laki itulah yang tepat untuknya. Gue hanya ingin menikah dengan wanita yang tulus mencintai gue apa adanya, bukan karena ada apanya," jelas Alan dan Rianti menganggukkan kepalanya. Renata jadi teringat sahabatnya itu. Memang, ada benarnya juga apa yang dikatakan Alan tentang sahabatnya itu. "Semoga, suatu saat nanti lo bisa mendapatkan wanita yang tulus mencintai lo," ucap Rianti tulus. Dia justru sekarang merasa iba kepada Alan "Terima kasih atas doa lo! Maaf, jika gue menyakiti sahabat lo," sahut Alan. Akhirnya, Rianti pamit pulang. Alan mengantarkan Rianti sampai depan pintu apartemennya. "Aku pulang ya, next time kita bertemu lagi," pamit Rianti. Alan menganggukkan kepalanya. Kenneth terlihat sedang berada di markasnya. Dia terlihat begitu menakutkan, meskipun wajahnya tertutup topeng. Jika sudah seperti ini, tentu saja dia akan mengeksekusi musuhnya. Dia adalah seorang yang kejam, yang tak pandang bulu oleh siapa pun. Ibarat kata, Kenneth adalah seorang pencabut nyawa. Dia paling tak suka dengan seorang pengkhianat. Dia tak segan-segan menguliti orang itu hidup-hidup. "Saya mohon, Tuan. Tolong bebaskan saya! Saya janji akan menjadi orang yang baik setelah ini," ucap seseorang yang kini kedua tangannya sudah terikat. Wajahnya terlihat penuh ketakutan. Bahkan air matanya terus mengalir. "Diam! Saya tak butuh penyesalanmu. Kamu harus menerima balasan apa yang kamu lakukan. Sebelum ini, apa kamu ingat kalau kamu telah banyak membunuh dan merugikan orang? Tidak 'kan jawabannya? Jadi, tak ada gunanya kamu meminta saya untuk membebaskan kamu? Saya akan membuat kamu menderita dulu, udah cukup lama saya tak bermain-main dengan seorang pengkhianat model kamu," sahut Kenneth tegas. "Cepat kalian siapkan untuk eksekusi!" titah Kenneth. Kenneth tampak duduk, menunggu orang suruhannya menyiapkan alat-alat untuk eksekusi. Patrick berteriak meminta membebaskan dirinya. Dia terlihat tak peduli, dan justru malah asyik melihat Renata yang saat itu sedang tertidur Tanpa sadar, dia merindukan sosok wanita yang beberapa hari kemarin menemani dirinya, dan sebagai tempat pelampiasannya. "Maaf Tuan, semua sudah selesai di siapkan," ujar orang suruhannya. Kenneth langsung bangkit untuk mengeksekusi Patrick. Suara jeritan dan tangisan menggema di ruangan itu. Patrick tampak kesakitan, dan bahkan dirinya sampai jatuh pingsan. Karena menahan rasa sakit yang luar biasa atas siksaan yang dilakukan Kenneth. Tubuhnya kini sudah mengelupas. Tak tanggung-tanggung langsung menyiram tubuh Patrick dengan air keras. Dia ingin melakukan dengan cepat, agar tugasnya selesai dan bisa beristirahat. "Jika dia sudah terbangun, kamu baru bunuh dia!" titah Kenneth kepada tim pembunuh darah dingin. Kali ini, Kenneth tak melakukan sendiri. Dia tak akan segan-segan membunuh orang yang sudah masuk markasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN