GLSM7 Menikmati Hidup

1502 Kata
Renata sudah bersiap-siap untuk pergi ke Mall. Dia sudah terlihat cantik, dengan riasan yang natural. Wajahnya terlihat ceria. "Nona Renata mau ke mana?" tanya sang pelayan, saat dirinya menuruni anak tangga. "Saya ingin ke Mall dulu. Jenuh terus menerus di Mansion," jawabnya. "Kami akan mengantar Anda, dan ingat jangan pernah berniat untuk kabur! Tuan Kenneth akan menghukum Anda dengan sangat kejam," jelas sang bodyguard. "Ya, saya mengerti. Saya tak akan kabur dari tuanmu itu, kecuali dia yang membuang saya," sahut Renata ketus. Rasanya begitu menjenuhkan, bagai hidup di sebuah penjara. Merasa terkekang, apa yang dilakukan selalu diawasi. Namun sekarang, dirinya berusaha untuk bersahabat dengan keadaan. Dia tak ingin ambil pusing. Lebih baik dia menikmati hidupnya, meskipun dirinya tak tahu akhirnya akan seperti apa. "Ri, aku jalan sekarang ya. Kita ketemu di Mall." Renata menghubungi Rianti. Saat ini Renata sudah dalam perjalanan menuju Mall yang di tuju. Jarak dari Mansion milik Kenneth cukup jauh. Renata pergi dengan di dampingi kedua bodyguardnya. "Aku seperti tawanan saja. Mau ke Mall saja harus diikuti dua bodyguard. Semangat, Ren! Kamu pasti bisa melewatinya. Lebih baik sekarang, kamu nikmati saja hidupmu!" Renata memberi semangat pada dirinya sendiri. Dia tampak menghela napasnya panjang, untuk menghilangkan perasaan dan pikiran yang cukup mengganggu dirinya. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, akhirnya mobil yang membawa Renata sampai ke tempat yang di tuju. Renata turun dari mobil, diikuti juga oleh dua bodyguardnya. Semua mata kini menatap ke arahnya, membuat Renata merasa malu. "Tenangkan hati kamu, Ren ! Tak usah peduli apa kata mereka. Toh, yang menjalani kehidupan itu kamu, mereka tak tahu apa yang terjadi dengan kamu." Dia masih terus menguatkan dirinya. Kini, dia sudah terlihat lebih rileks. Tak peduli dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. "Anggap saja, kalau kamu itu arti papan atas yang sedang di dampingi bodyguard kamu! Jangan berpikir, kalau kamu itu seorang tawanan." Renata berkata dalam hati. Renata mengambil ponsel dari dalam tasnya dan menghubungi Rianti. "Kamu dimana, Ri? Aku sudah sampai nih di Mall. Aku langsung ke Kafe Violet ya. Aku tunggu kamu di sana ya!" Renata berkata kepada Rianti. "Kita sekarang mau ke Kafe Violet. Nanti, kalian pesan saja yang kalian inginkan," ucap Renata kepada kedua bodyguardnya. Namun, kedua bodyguard itu masih terus seperti sebuah robot. Tak ada sepatah katapun terlontar dari bibir keduanya. "Parah. Mereka berdua bayarannya gede kali ya? Kaku banget. Aku ajak bicara saja, mereka masih diam seperti patung. Bilang iya atau menganggukkan kepalanya kek, atau apa gitu. Sepertinya aku benar-benar harus memiliki stok sabar yang banyak menghadapi orang-orang aneh seperti mereka," gerutu Renata dalam hati. Renata merasa kesal, karena mereka justru duduk di meja yang sama dengannya. "Aku harus gimana ya, membuat mereka pergi dari meja ini? Jika mereka ada di sini, bagaimana aku bisa mengobrol Rianti dengan nyaman?" Renata tampak sedang berpikir keras. Hingga akhirnya dia mengusir kedua bodyguardnya, dari mejanya. Menyuruh mereka duduk di meja yang berbeda. Renata berusaha menyakinkan kedua bodyguard itu, kalau dirinya tak akan kabur dari mereka. "Percaya deh sama saya. Saya hanya butuh waktu untuk bersantai berdua dengan sahabat saya," ucap Renata. Kedua bodyguard itu masih saja tak mau beranjak pergi dari mejanya, membuat dia merasa semakin geram dengan sikap kedua bodyguardnya itu. "Serius deh. Lama-lama gue jadi emosi, kalau begini. Gue kasih sianida juga ini keduanya. Sama aja bohong, kalau mereka di dekat gue. Ya Tuhan, mengapa gue harus merasakan seperti ini." Renata mengumpat dalam hati. Dia juga terlihat mengepalkan tangannya. Ingin rasanya dia menonjok kedua bodyguard itu, agar pergi dari tempatnya. Rianti paham kalau sahabatnya itu sedang merasa kesal, karena ulah dua bodyguard yang saat ini bersamanya. "Tenangkan hati lo, Ren! Sudah biarin saja mereka di sini! Anggap saja mereka enggak ada!" Rianti mencoba menenangkan hati sahabatnya itu, hingga akhirnya Renata menganggukkan kepalanya. Perlahan Renata sudah terlihat menikmati makanannya. Dia memesan banyak makanan untuk dirinya dan juga sang sahabat. Rasa kesal yang dia rasakan, membuat dia bersikap masa bodo kepada kedua bodyguardnya. "Rasain pada gak makan lo. Lagipula, robot 'kan gak suka makan." Renata berkata dalam hati. Dia tertawa geli sendiri, karena berhasil mengerjai dua robot di sebelahnya. "Lo enggak beliin mereka makanan atau minuman? Parah lo, kejam banget. Lo pesan makanan banyak banget. Emangnya, lo bisa habiskan makanan sebanyak ini," Rianti berkata kepada sahabatnya, dan Renata justru malah terkekeh. "Sudah, enggak usah dibuat pusing! Mereka itu robot. Jadi, tak perlu makan dan minum. Udah cuekin aja. Yang penting kita happy dan kenyang," sahut Renata. Renata terlihat begitu bahagia, berbeda halnya dengan Rianti yang justru geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Dia pun kini makan begitu lahap. Rianti sampai dibuat bingung. Kenapa sahabatnya bisa berubah menjadi orang yang seperti itu? Dia melakukan hal itu, karena menutupi perasaan kecewanya, terhadap keadaan. Setelah selesai makan, mereka melanjutkan dengan berbelanja. Renata mengajak Rianti ke outlet yang menjual tas branded. Dia tampak begitu antusias memilih beberapa tas. "Mahal banget Ren, itu harga tasnya. Lo bisa beli rumah dengan harga segitu. Yakin lo, kalau nantinya lo gak akan masalah di kemudian hari sama laki-laki itu," cicit Rianti. "Entahlah! Paling nanti gue disuruh memuaskan dia dengan cara yang dia inginkan. Gue gak mau ambil pusing. Gue berusaha untuk happy. Biar gue gak stres lagi dengan sikap gila dia ke gue," jawab Renata dengan santainya. Renata berbelanja macam-macam. Mulai dari dress, gaun, jam tangan mewah, tas, high heels branded, kosmetik, dan semua yang dia inginkan. Dia juga berniat membahagiakan Kenneth. Kini, dirinya berada di sebuah outlet pakaian dalam. Renata membeli dua buah lingerie. Satu berwarna hitam dan yang satunya berwarna merah menyala. Warna yang Kenneth sukai. "Pasti dia senang kalau dia pulang nanti, gue memakai ini," ucap Renata pelan. Namun, masih terdengar Rianti. "Jangan bilang lo sudah jatuh cinta sama laki-laki itu! Kenapa ya? Gue lihat, lo melakukannya seperti tak ada beban." Rianti berkata. Renata langsung tertawa, mendengar penuturan sahabatnya itu. "Cinta? Ya enggaklah! Dia itu gak butuh cinta dari gue. Yang dia butuhkan hanya tubuh dan servis gue di ranjang. Jujur, kalau nurutin frustasi. Gue sebenarnya udah frustasi banget. Gue masih gak menyangka, kalau hidup gue akan sehancur ini. Rasanya, menangis darah pun tak akan ada artinya. Tak akan mengubah semuanya. Lebih baik gue bersahabat dengan keadaan. Gue harus mulai terbiasa menjalani kehidupan baru gue. Sampai akhirnya, laki-laki itu nantinya akan membuang gue seperti sampah yang sudah dia tak butuhkan lagi," ungkap Renata. Wajah Renata tiba-tiba saja berubah sendu. Meskipun, dia terlihat menikmati hidupnya. Namun sebenarnya di lubuk hatinya paling terdalam, tersimpan rasa kecewa terhadap hidupnya saat ini. Impian memiliki sebuah keluarga, musnah sudah. "Iya, Ren. Maafin gue ya bicara seperti itu. Apapun keputusan lo, gue akan selalu mendukung lo. Gue berharap, semoga lo bisa mendapatkan kebahagiaan." Mereka saling berpelukan. Hati Renata terasa sakit, kala mengingat hidupnya yang seperti sekarang ini. "Sudah yuk kita lanjut lagi! Gue gak mau meratapi kesedihan gue.Hari ini gue ingin bahagia, menghapus kesedihan yang gue rasakan. Gue gak mau melow lagi. Lagipula, tak ada gunanya juga. Semua tak akan mengubah hidup gue," ucap Renata. "Iya. Sabar ya, Ren! Gue do'ain. Semoga suatu saat nanti, lo bisa hidup bahagia dengan laki-laki yang tulus mencintai lo." Rianti berkata kepada sahabatnya. "Iya. Makasih ya. Lo memang selalu menjadi sahabat yang baik untuk gue. Sahabat sejati, yang tak pergi di saat hidup gue seperti sekarang ini." Renata melanjutkannya kembali. Dia menanamkan pada dirinya, bahwa dirinya harus hidup bahagia. Berbeda halnya dengan Renata yang sedang asyik berbelanja, Kenneth justru sedang sibuk dengan berkas-berkas di mejanya. Dia terlihat fokus dalam bekerja. Kehidupan masa lalunya begitu kejam, sehingga membuat dirinya merasa dendam dengan. Hal itu yang selalu dia jadikan motivasi untuk selalu melakukan yang terbaik. "Tuan, apa Anda tak berniat pulang dalam waktu dekat ini ke Indonesia?" tanya Jack kepada tuanya. Akhirnya, Kenneth menghentikan pekerjanya dan kini menatap ke arah asistennya. "Memangnya, tak ada lagi yang harus di urus di sini? Lebih baik sekarang, kamu pastikan dulu saja!" sahut Kenneth. Tiba-tiba saja Kenneth teringat pada Renata. Hingga akhirnya dia berniat melihat tayangan CCTV dari Macbooknya. Dia terlihat menatap layar monitornya dengan serius. Kenneth ingin tahu apa saja yang Renata lakukan selama di Mansion. "Ke mana dia? Mengapa dia berpakaian rapi seperti itu? Apa dia ingin menemui mantan suaminya?" Kenneth bermonolog. Kenneth terlihat sudah mengepalkan tangannya. Padahal, Renata tak melakukan hal itu. Lagipula mana mungkin Renata mau berhubungan kembali dengan Alan. Dia sudah membenci Alan. Kedua bodyguardnya pun, akan selalu mengikuti ke mana dia pergi. Tak mungkin, jika dia selingkuh. Kenneth langsung menghubungi salah satu bodyguard yang mengikuti Renata. Dia ingin bertanya kepada bodyguardnya. "Kemana wanita itu?" tanya Kenneth tanpa basa-basi kepada sang asisten. "Mall, Tuan. Renata bertemu dengan temannya dan juga berbelanja," jelas sang bodyguard. "Pantau terus apa yang dia lakukan! Jangan sampai kalian lengah, dan membuat wanita itu akhirnya berhasil kabur!" perintah Kenneth kepada bodyguard. Kenneth tersenyum kala mendengar laporan dari bodyguardnya, Bodyguardnya mengatakan, kalau Renata membeli lingerie untuk dia pakai saat bosnya pulang nanti. Tentu saja hal itu membuat Kenneth begitu bersemangat untuk kembali ke Indonesia. "Ah, Baby. Aku jadi merindukan kamu. Ingin rasanya aku segera kembali ke Indonesia, dan menjamah tubuh indah kamu," ucap Kenneth. Tanpa sadar Kenneth melebarkan senyumannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN