Di saat para prajurit sibuk merayakan keberhasilan dari latihan gabungan, Hansa, Hara dan Haridra sedang berdiskusi untuk memecahkan masalah mengenai pengungsi ilegal. Dengan adanya kejadian pencurian tadi malam, Hansa semakin ingin memberi kewarganegaraan yang sah kepada para pengungsi.
"Apa yang harus aku lakukan untuk membujuk ayah agar ia bersedia memberi suaka pada para pengungsi?" Gumamnya.
Hansa bukan tidak tahu masalah apa yang menunggu jika kerajaan Narayana memberikan suaka pada mereka, akan tetapi hati nurani Hansa tak bisa membiarkannya begitu saja.
"Untuk sekarang kita apakan para pencuri yang telah kita tangkap kak?" Tanya Hara pada Hansa
"Aku berencana menyerahkannya pada ayah, karena ayahlah yang berhak memberi hukuman atau pengampunan."
Haridra yang sedari tadi diam mulai berbicara. "Semoga saja ayah tidak memberi mereka hukuman yang berat."
Tak lama berselang datanglah Laksmana, ia masih dengan topengnya mengenakan jubah ksatria menambah aura kepemimpinannya. Haridra yang menyadari kedatangan Laksmana pun mempersilahkannya duduk untuk ikut berbincang-bincang.
"Terima kasih atas kerja keras anda Pangeran Laksmana, dengan adanya anda latihan gabungan ini bisa terlaksana tanpa hambatan." ucap Haridra sembari mempersilahkannya duduk.
Hansa dan Hara juga tampak menyambut kedatangan Laksmana.
Laksmana mengangguk menerima sambutan hangat dari Haridra. Ia duduk tepat disebelah Hara karena hanya kursi itu yang kosong, sontak hal itu membuat Hara tampak canggung.
"Apa yang sedang kalian perbincangkan, kalian sangat serius dalam perbincangan tadi?" Tanya Laksmana karena penasaran.
"Kami berencana untuk membawa para pencuri kehadapan ayah kami, karena ayah kamilah yang dapat memutuskan hukuman apa yang akan mereka dapatkan." jawab Hara.
Hansa yang melihat Laksmana tampak tak ingin terlibat masalah dengan para pencuri itu pun langsung mengubah topik pembicaraan, Hansa membahas kerja sama antar kedua kerajaan kedepannya, karena mereka sama-sama calon pemimpin di masa mendatang. Mereka tampak antusias membahas diplomatik. Sedangkan Hara dan Haridra yang tak tertarik tentang politik itu pun hanya diam dan mendengarkan obrolan mereka.
"Bukankah kerajaan Narayana penghasil gandum terbesar di benua? Kerajaan kami sedang kekurangan gandum karena hasil panen tahun ini kurang bagus. Bagaimana jika kita menjalin kerja sama dalam hal pangan."
"Ya, itu merupakan usulan yang bagus, aku akan menyampaikan hal ini pada ayahku setibanya di Narayana." Hansa tampak bersemangat dengan adanya kerja sama dalam hal pangan. Hal itu juga dapat mempererat hubungan antar dua Kerajaan adidaya tersebut.
"Tetapi bukankah tahun kemarin kerajaan Janardana menghasilkan gandum yang berkualitas? Tapi kenapa tahun ini malah kekurangan." Tanya Hansa sembari memegang dagunya.
"Akhir-akhir ini hama belalang berkembang dengan sangat cepat, sehingga gandum yang hendak di panen menjadi rusak dan tak layak makan." Jawab Laksmana. Selain masalah eksternal kerajaan Janardana juga memiliki masalah internal yang cukup sulit, mereka harus gagal panen akibat hama belalang yang semakin merajalela.
Hansa yang mendengar hal itu memberi saran kepada Laksmana. "Anda bisa menaburkan tepung di bagian atas tanaman. Tepung akan mengalir ke bawah tanaman, meninggalkan lapisan berdebu yang akan membuat mulut belalang lengket dan akan mati kelaparan."
Hansa adalah anak tertua dan ia jugalah yang akan mewarisi kursi takhta kerajaan Narayana, sedari kecil ia sudah dibekali ilmu baik dalam politik, militer, dan pertanian. Hal itu jugalah yang membuat ia pantas mendapatkan gelar Putra Mahkota.
Mendengar saran dari Hansa, Laksmana tampak senang walau senyuman tak terlihat di wajahnya. Karena Ia masih kaku dalam mengekspresikan kegembiraan. "Apakah hal itu bisa dilakukan? Tak buruk juga untuk mencobanya." Jawab Laksmana.
Sedangkan di waktu yang sama di istana Narayana, Ankara yang telah sampai dari perbatasan bergegas untuk menemui Jyotika dan Mahabala.
"Keponakanku, Adikku!" Panggil Ankara dari pintu ruangan.
Mahabala yang mendengar teriakan pamannya itu bergegas dan diikuti oleh ibunya. "Ada apa paman kenapa kau teriak-teriak di depan pintu?" Sahut Mahabala sembari menaikkan sebelah alisnya.
"Aku telah berhasil, Keponakanku. Aku telah berhasil untuk menghasut para pengungsi untuk melakukan tindakan pencurian, dan hal itu dapat menurunkan nama baik Hansa. Orang-orang akan berfikir menjaga lumbung penyimpanan saja tak bisa bagaimana jika ia menjadi raja kelak." Dengan senyuman jahatnya ia memberi tahu adik dan keponakannya itu.
"Benarkah itu, Paman?" Sontak hal itu membuat Mahabala dan Jyotika tampak sumringah kegirangan.
"Itu artinya kau bisa memiliki kesempatan, Putraku." ujar Jyotika sembari mengelus kepala anaknya. Di saat mereka sedeng berbahagia mereka tak menyadari ada seseorang yang mendengar pembicaraan mereka. Pembicaraan mereka itu didengar oleh Panglima Pranaya yang tak sengaja lewat didepan ruangan.
Pranaya ialah Panglima perang milik kerajaan Narayana, kesetiaannya tak perlu di ragukan lagi. Ketangguhan dan kehebatannya mampu melindungi kerajaan ketika ada serangan-serangan dari musuh. Ia juga dikenal memiliki sifat nasionalis tinggi pada Narayana.
Segera setelah mendengar pembicaraan mereka Pranaya langsung melaporkannya kepada Raja Rawindra. Raja yang tengah duduk di singgasana didatangi oleh Pranaya.
"Hamba menghadap yang mulia Raja Rawindra Raja Kerajaan Narayana memberi hormat." Sesampainya Pranaya di hadapan sang Raja.
Raja Rawindra mengangkat tangannya memberi isyarat bahwa salam hormatnya diterima.
"Apa yang membuatmu mendatangiku, Panglima Pranaya?" Raja menanyakan kedatangan Pranaya.
Pranaya pun menceritakan apa yang ia dengar kepada sang Raja. Sontak hal itu membuat Raja Rawindra marah besar kepada Ankara, ia tidak menyangka bahwa kakak iparnya akan melakukan hal yang seburuk itu. Tak lama berfikir Raja Rawindra mengutus prajurit tuk menyeret Ankara ke hadapannya, para prajurit bergegas untuk melaksanakan titah yang diberikan. Tampak prajurit memasuki ruangan milik Ankara tanpa hormat dan langsung menyeret Ankara.
"Lancang sekali kalian masuk ke ruanganku tanpa seijinku, dan apa yang kalian lakukan, lepaskan tanganku." Ankara tampak marah karena seakan direndahkan oleh prajurit.
"Kami diperintahkan untuk membawa Tuan Ankara ke hadapan Raja Rawindra." Ujar salah satu prajurit sembari memegangi tangan Ankara.
Mahabala dan Jyotika yang ingin menghentikan prajurit itu pun terdiam kala prajurit memberitahu mereka bahwa itu titah sang Raja, Karena tak ingin memperburuk hubungannya dengan suami mengingat apa yang telah ia lakukan. Ankara dibawa oleh para prajurit menuju singgasana Raja, Mahabala dan Jyotika hanya mengikuti dari belakang sembari berfikir apa yang sebenarnya terjadi.
Sesampainya ia di ruang singgasana terlihat Raja Rawindra tampak marah besar.
"Apakah kau menghasut para pengungsi ilegal untuk mencuri makanan persediaan untuk menjatuhkan nama Hansa?!" Murka Rawindra sembari memandang rendah Ankara dari atas kursi singgasana.
Sontak hal itu membuat Ankara kaget ia tampak bingung bagaimana Raja bisa mengetahui rencana yang telah ia rencanakan dengan matang.
"Apa yang anda bicarakan yang mulia, saya adalah paman dari Hansa mana mungkin saya tega menjatuhkan nama baik keponakan saya sendiri." Dengan wajah memelas seakan tak tahu malu.
Akibat dari keributan yang Ankara sebabkan, Ratu Daneswari yang awalnya sudah tertidur itu pun terbangun dan menuju ke singgasana untuk melihat ada keributan apa pada malam-malam begini. Sesampainya ia di sana ia bertanya kepada sang Raja. "Ada apa ini sebenarnya suamiku, kenapa kakak ipar diseret tak terhormat seperti ini."
"Maafkan aku istriku, kau pasti terbangun karena kebisingan ini."
"Tak apa, Suamiku, tetapi apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Daneswari semakin penasaran.
"Ankara berusaha menjatuhkan nama baik putramu Hansa." Rawindra menjelaskan apa yang telah Ankara perbuat untuk menjatuhkan nama baik Hansa. Daneswari seakan tak percaya mendengar kata-kata dari suaminya itu pun memastikan kepada Ankara.
"Apakah benar kakak ipar berusaha menjatuhkan nama baik dari anakku Hansa." Tanya Daneswari, ia yang memiliki sikap berhati lembut dan penyayang itu pun tak dapat membendung air matanya.
"Tidak aku tidak pernah melakukan hal tersebut, percayalah padaku, Adik Ipar." Ankara menyangkal hal tersebut dan ia memanfaatkan ketulusan hatinya Daneswari untuk meminta belas kasihan.
Pranaya yang tak tahan melihat sifat licik dari Ankara pun Masuk dalam perbincangan itu.
"Tuan Ankara berbohong yang mulia, saya sendiri yang mendengar ia berbicara kepada Selir Jyotika dan Pangeran Mahabala telah berhasil menghasut para pengungsi." Terjawab sudah bagaimana Raja Rawindra mengetahui rencana jahat dari Ankara.
Mahabala dan Jyotika yang mendengar hal tersebut menyangkal bahwa mereka tak ada sangkut pautnya dalam masalah ini. Raja berencana menghukum Ankara dengan cara mengusir dia dari Narayana. "Sebagai hukumanmu aku akan mengusirmu dari Narayana, jangan pernah kau menginjakkan kakimu lagi di tanah Narayana." Sontak itu membuat Ankara takut dan gemetar.
"Maafkan saya, jangan lakukan itu. Saya mengaku salah tapi sama sekali tak bertujuan untuk menjatuhkan nama baik Pangeran Hansa." Tangis Ankara sembari memohon ampunan kepada Raja.
"Aku akan memberimu kesempatan hanya jika Hansa juga memaafkanmu."
Lalu Raja Rawindra mengirim pesan untuk Hansa yang berisi untuk menyuruhnya pulang ke istana pada malam ini juga, Raja Rawindra mengutus burung elang peliharaannya untuk mengantar pesan agar cepat tiba.
Singkat cerita burung elang telah tiba di kamp pelatihan gabungan, burung tersebut terbang menghampiri Hansa yang saat itu sedang berbincang dengan Laksmana, Hara dan Haridra. Hansa yang menyadari ada gulungan surat yang terikat di kaki burung elang itu bergegas mengambilnya.
Hansa membuka gulungan itu dan membacanya, "Bukankah itu burung Elang peliharaan ayah?" celetuk Haridra.
"Iya itu adalah burung pengantar pesan milik ayah, apa isi dari surat itu, Kak? Hara menjawab Haridra sembari bertanya pada Hansa.
"Ayah memperintahkanku untuk kembali ke istana sekarang juga, tak disebutkan apa yang terjadi sampai aku harus pulang malam ini juga." balas Hansa dengan kening mengkerut kebingungan.
"Aku akan ikut pulang denganmu, Kak."
"Tertulis hanya aku yang diperintahkan untuk pulang, kau tetap lah di sini untuk memandu jalan pulang para prajurit dan membawa para pencuri esok hari." Sahut Hansa menanggapi adik bungsunya itu. Setelahnya Hansa pamit undur diri kepada Laksmana ia bergegas mengambil kuda dan langsung menuju istana.
Karena Hansa undur diri Laksmana juga pamit undur diri, tinggal Hara dan Haridra yang berada di sana. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" Haridra bergumam dengan dirinya sendiri.
"Esok hari kita juga akan tahu apa yang sedang terjadi" jawab Hara sembari meyakinkan adiknya.
Hansa yang menunggangi kuda dengan amat cepat telah sampai di depan gerbang istana ia disambut oleh prajurit dan mempersilahkannya untuk bertemu sang Raja di singgasananya.
"Selamat datang Pangeran, Raja Rawindra telah menunggu Pangeran di singgasananya."
Sesampainya Hansa di ruangan singgasana ia terkejut tampak banyak orang telah berkumpul di sana, "Hansa Ekata menghadap serta memberi hormat pada yang mulia Raja Rawindra."
Walaupun buhungan Hansa dan Rawindra sangat akrab tapi ia masih harus bersikap sopan jikalau di hadapan banyak orang.
"Aku menerima salammu."
"Ada apa ayah memanggil Hansa untuk pulang malam ini."
"Aku menyuruhmu pulang karena ingin menyampaikan sesuatu." Raja Rawindra memberi tahu Hansa tentang rencana dari Ankara. Hansa yang mendengar hal itu langsung menatap Ankara yang sedang berada di sampingnya. "Apakah itu benar Paman?"
Ankara yang tak bisa mengelak lagi itu pun mengakuinya walau dicampur dengan kebohongan.
"Maafkan aku keponakanku Hansa, aku tak bermaksud menjatuhkan nama baikmu aku hanya memberi tahu para pengungsi itu bahwa kau masih memiliki pasokan makanan yang cukup, aku bertujuan untuk membantu mereka karena kasihan, tapi mereka malah mencurinya. Aku mohon maafkan lah aku, Keponakanku Hansa." Semua kata dan air mata dikeluarkan untuk menarik simpati Hansa.
"Tetapi apa tujuan paman memberi tahu mereka bahwa pasokan makanan masih banyak di dalam penyimpanan?"
"Seperti tadi yang ku katakan aku kasihan dengan mereka. Jika mereka mengetahui bahwa kau punya makanan yang cukup, mereka akan berpikir bahwa kau akan memberikannya makanan lagi. Hal itu juga akan membuat namamu semakin naik dan terkenal." Masih berkata licik, Ankara sembari meneteskan air mata palsunya.
Hansa yang memiliki ketulusan hati yang dapat dengan mudah dimanfaatkan itu pun memaafkan Ankara. "Usap lah air matamu paman, aku telah memaafkanmu."
Senyum lega dari Mahabala dan Jyotika terpancar, begitu pun juga dengan Ankara, Karena ia tak jadi menerima hukuman pengusiran. Rawindra tak kaget dengan keputusan Hansa melihat watak anak sulungnya yang tulus dan pemaaf.
"Baiklah aku tak akan memperpanjang masalah ini karena Hansa sendiri yang telah memaafkan Ankara, tetapi aku tetap akan menghukumnya. Mulai sekarang Ankara tak boleh mencampuri urusan politik di Kerajaan Narayana." Keputusan yang di buat oleh Raja Rawindra telah bulat.
Walau Ankara tak jadi di usir tapi ia tak memiliki suara lagi dalam hal politik di Narayana. Tetapi selama Ankara masih berada di Narayana ia pasti akan merencanakan kejahatan selanjutnya.
"Untuk sekarang pergilah kalian ke kamar masing-masing." Setelah Raja Rawindra membubarkan, Rawindra pun pergi keluar ruangan yang disusul oleh Ankara, Jyotika dan Mahabala. Sedangkan Hansa dan Daneswari masih berada di situ.
Daneswari tampak menghampiri Hansa.
"Apakah latihan gabungannya lancar?" Tanya Daneswari seakan ingin merubah suasana hati sang anak.
"Iya Bu, latihan gabungan berhasil selesai tanpa hambatan, dengan adanya Pangeran Laksmana para prajurit dilatih dengan disiplin." jawab Hansa sembari tersenyum kepada ibunya.
"Istirahat lah di kamarmu nak kau pasti lelah telah menempuh perjalanan dari perbatasan." Daneswari merentangkan tangannya.
"Terima kasih Bu, aku akan beristirahat di kamar sekarang." ucap Hansa sembari masuk dalam pelukan sang ibu.
Daneswari dan Hansa keluar dari ruangan bersama dan Daneswari mengantar Hansa sampai di depan pintu kamarnya. "Selamat beristirahat anakku Hansa."
Hansa langsung memasuki kamar dan berganti pakaian karena pakaian yang telah ia kenakan terkena debu di saat perjalanan menuju ke istana Narayana, setelahnya berbaring di ranjangnya dan tertidur pulas