Selir Jyotika uring-uringan karena ia tak mendapat perhatian dari suaminya, ia memang marah karena keinginannya untuk memiliki wilayah Saroja ditolak. Namun, sebagai wanita ia juga ingin dibujuk suaminya, bukan malah didiamkan seperti ini.
“Kakak, aku harus bagaimana?” Selir Jyotika mengadu pada kakaknya—Ankara. Ia benar-benar frustrasi, hubungannya dengan Raja Rawindra juga retak akibat perseteruan beberapa hari yang lalu.
“Jyotika, kau bodoh!” Ankara duduk tenang sambil menyesap teh hangatnya.
Selir Jyotika mendelik mendengar penuturan kakaknya yang begitu terang-terangan.
“Harusnya kau bertindak dengan hati-hati dan jangan gegabah, buru-buru meminta wilayah Saroja dalam keadaan tak terdesak sama saja hendak merebut kekuasaan.”
“Lalu, aku harus bagaimana?”
“Ikut lah pertemuan dengan kerajaan Janardana, apa kau rela Daneswari menjadi satu-satunya wanita yang disayang oleh suamimu itu?”
Ya, bodohnya Jyotika sampai melupakan hal itu. Hanya karena kekesalannya akibat permintaannya tak dituruti, ia jadi mengabaikan Raja Rawindra dan memberikan Daneswari kesempatan untuk berduaan dengan suaminya.
“Aku seperti tidak memiliki muka di sana.” Jyotika menghela napas kasar, apa tidak apa-apa jika tiba-tiba ia ikut dalam pertemuan itu? Jujur saja ia takut diabaikan dan berakhir mempermalukan dirinya sendiri.
“Sesekali kau harus mengorbankan diri jika ingin meraih hal besar. Bujuk lah Rawindra, kalau perlu minta maaf juga karena aksimu yang gegabah itu. Untuk ini bermain aman adalah pilihan yang terbaik,” tutur Ankara.
“Baiklah-baiklah, aku akan ikut sarapan bersama mereka.”
Selir Jyotika bangkit dari duduknya, ia memperbaiki penampilannya dengan berkaca di cermin perunggu di sana. Dirasa penampilannya sudah baik, ia pun melenggang pergi dari kediamannya.
“Selir Jyotika memasuki ruangan.” Penjaga memberikan pengumuman sesaat sebelum ia masuk ke ruang makan.
Di sana sudah ada keluarga inti kerajaan, ditambah dengan Raja Shangkali dan Putra Mahkota Laksmana. Selir Jyotika memberikan salah hormat pada suami dan tamunya, senyuman lebarnya ia tujukan dengan begitu sopan.
“Adik Jyotika, duduk lah di sampingku.” Ratu Daneswari meminta Selir Jyotika untuk duduk disebelahnya, selama ini ia memperlakukan madunya dengan baik. Justru Jyotika lah yang sering berbuat ulah dan ingin menyingkirkan sang pemaisuri sah Narayana tersebut.
Raja Rawindra hanya melirik sekilas pada selirnya, ia sendiri tidak menyangka jika Selir Jyotika akan datang ke sini untuk bergabung.
“Silahkan dinikmati.”
Mereka makan dengan tenang, sesekali Selir Jyotika memerhatikan suaminya yang diam saja tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, kini ia harus bermain cantik untuk mendapatkan kepercayaan dari Raja Rawindra lagi, sudah cukup ia gegabah kemarin.
“Aku dengar kemarin Putra Mahkota Hansa tengah membahas soal kepemerintahan dengan putraku, bagaimana hasil dari pemikiran kalian?” Raja Shangkali membuka obrolan.
Hansa dan Laksmana saling melirik lalu mengangguk pelan.
“Rencananya kami ingin menggabungkan pelatihan prajurit dari dua kerajaan, dengan begitu kita bisa melihat apa saja yang kurang dan perlu dibenahi.” Hansa menjawab.
“Wah, ide yang bagus. Sudah lama aku melihat sendiri kehebatan para prajurit kerajaan Narayana, akhirnya kerajaan kita dapat bergabung bersama.” Raja Shangkali setuju dengan ide dari anak muda itu.
“Ayah, kita akan mempersiapkan pelatihan gabungan ini, hanya saja mengenai lokasinya belum ditentukan.” Setelah terdiam cukup lama akhirnya Laksmana ikut membuka suara.
“Bagaimana dengan saranmu, Rawindra sahabatku?” Raja Shangkali melempar pertanyaan pada sahabatnya, mengenai lokasi pelatihan memang harus dipikirkan matang-matang. Selain harus strategis, tempatnya pun harus lapang dan dapat menjangkau dua kerajaan.
Raja Rawindra memelankan kunyahannya sambil berpikir. “Padang rumput perbatasan, di sana tempat yang cocok karena ada lahan luas beserta sumber air.”
Tepat sekali, kenapa mereka tidak terpikirkan oleh padang rumput?
“Ide bagus, Sahabatku. Padang rumput juga dekat dengan kerajaan Janardana, dengan begitu kita sama-sama dapat memantau jalannya pelatihan.”
Akhirnya mereka pun setuju dengan lokasi pelatihan, tinggal menunggu waktu yang pas untuk berlatih di sana.
Setelah acara sarapan usai, Raja Rawindra dan Raja Janardana pun pergi bersama untuk membahas kelanjutan dari latihan gabungan ini. Selir Jyotika terlihat kesal karena lagi-lagi ia tidak memiliki waktu untuk berbicara dengan suaminya.
“Adik, ada apa?” Ratu Daneswari melihat keresahan adik madunya, ia pun memberanikan diri untuk bertanya.
Selir Jyotika melirik Ratu Daneswari dengan malas, tapi bagaimana pun juga ia harus bersikap baik agar tidak ada yang mencurigainya.
“Aku ingin meminta maaf padamu dan pada Raja Rawindra,” cicitnya dengan suara pelan.
Tiga bersaudara itu masih di sana, mereka saling melirik dan bertanya-tanya kenapa Selir Jyotika tiba-tiba berubah dalam sekejap? Aneh.
Ratu Daneswari mengangguk mengerti. “Aku sudah memaafkanmu, lagipula kau adalah seorang ibu yang ingin memperjuangkan putramu, aku sangat tahu dengan hal itu.”
Selir Jyotika meremas jari-jarinya erat.
‘Jika sudah tahu, maka harusnya kau mengalah dan memberikan hak putra mahkota kepada putraku—Mahabala.’
“Ahh, terima kasih karena sudah memaafkanku, Kakak. Aku menyesal karena gegabah kemarin, sekarang aku mengerti bahwa diriku telah bersalah.” Selir Jyotika menyeka ujung matanya dengan sok tulus, padahal dalam hatinya masih bercokol dendam luar biasa.
Ratu Daneswari memeluk adik madunya dengan erat, memberikan dukungan moral padanya.
“Semua orang pasti pernah bersalah, sudah kewajiban sesama manusia untuk memaafkannya.” Ratu Daneswari hanya tidak tahu bahwa Selir Jyotika sangat lah mematikan, wanita itu bahkan tak segan-segan menyingkirkannya dari sisi Raja Rawindra.
Langkah pertama yang akan dilakukan Selir Jyotika adalah berpura-pura baik nan lemah, suatu hari nanti ia yakin pasti bisa merebut posisi putra mahkota untuk Mahabala, dan posisi permaisuri untuk dirinya sendiri. Hari ini ia sudah merendahkan diri untuk memohon maaf, tapi kelak ia akan membuat orang-orang ini bertekuk lutut padanya.
“Kakak sangat baik hati.” Selir Jyotika melepaskan pelukan keduanya, senyuman liciknya masih terpasang di sana.
Ratu Daneswari membalasnya dengan senyuman kecil. Setelahnya Selir Jyotika pun pamit undur diri.
Hara mendekati ibunya lalu berkata, “Ibu, sepertinya Selir Jyotika memiliki rencana lain, ibu harus berhati-hati dengannya.”
“Tidak boleh bicara seperti itu, Hara. Ibu melihat permintaan maaf yang tulus dari Selir Jyotika, bisa saja ia telah berubah baik dan benar-benar menyesal ‘kan?” Ratu Daneswari menyentuh lembut bahu putrinya.
Hara mengangguk pelan tanpa ingin menyangkal lagi. Ibunya mempunyai hati yang bersih, tidak heran jika wanita itu selalu baik hati dan menganggap orang lain juga demikian. Faktanya, tidak semua orang di dunia ini baik. Ada kalanya penjahat yang sembunyi di balik selimut, hal seperti ini lah yang paling membahayakan.