LARA - 15

1736 Kata
Keesokan harinya, Riri ke kantor Bagas dan bertemu dengan Alesha di kantor Bagas. Riri sedang di kantor Bagas dengan Alex, karena Alex ada urusan soal kantor dengan Bagas. “Alesha?” panggil Riri saat Alesha akan kembali duduk di depan meja kerjanya. Alesha baru saja dari pantri, habis membuat kopi untuk dirinya. “Tante Riri? Mau bertemu Bagas?” tanya Alesha. “Iya, ayahnya Bagas mau menemui Bagas,” jawab Riri. “Boleh tante bicara denganmu, Al?” tanya Riri. “Boleh, Tante, silakan duduk,” jawab Alesha. Riri melihat Alesha tidak seperti biasanya. Dia terlihat lebih dewasa, tidak seperti kemarin-kemarin, saat bertemu dengan dirinya pasti langusng berlari, berbaur memeluk dirinya dengan manja. “Tante mau bicara apa?” tanya Alesha. “Mau tanya saja, tapi ini tante gak ganggu kamu, kan?” jawab Riri. “Enggak, tante mau tanya apa?” “Kamu kemarin ke Jogja?” tanya Riri. “Iya, kemarin ke sana,” jawabnya. “Kenapa enggak bilang tante? Kan kita bisa barengan ke sana, Al?” ucap Riri. “Ya, aku pengin sendiri saja, ngasih kejutan sama Bima,” jawab Alesha. “Lalu Bima bagaimana sama kamu? Dia masih kasar sama kamu? Dia pasti marahin kamu, kan?” “Ehm ... enggak sih? Kan memang Bima seperti itu.” Jawabnya dengan sedikit mengingat kejadian kemarin di toko bunga Sovia. Bima membentak dirinya di depan umum, saat toko bunga Sovia rame pengunjung. Alesha sebenarnya sudah tidak ingin lagi membahas Bima. Dia ingin melupakan, meski dalam hatinya sangat mencintai Bima. Alesha merasa akan sia-sia saja, meski memaksa papanya untuk menjodohkan dirinya dengan Bima. Hanya mamanya Bima saja yang berpihak padanya. Yang lainnya, berpihak pada Sovia. Tentunya yang akan menang adalah Sovia. Apalagi papanya juga selalu menasihatinya, supaya dirinya tidak memaksakan Bima untuk mencintai dirinya. “Tante bulan depan mau ke Jogja, kamu mau ikut?” tanya Riri. “Bulan depan papa sama mama pulang dari Jakarta, jadi Alesha tidak bisa, Tante,” jawab Alesha. “Kamu yakin tidak mau ikut? Mau ketemu Bima lho?” Riri seperti mengiming-imingi Alesha supaya ikut ke Jogja. “Nanti lihat keadaan ya, Tante,” jawabnya. “Oh iya, kamu asli Jogja, kan? Dulu sebelum kamu pindah ke Surabaya dengan keluargamu, kalian tinggal di Jogja, kan? Terus papa dan mamamu mengurus perusahaan di Surabaya, lalu pindah ke Jakarta, dan kamu yang masih tetap menetap di sini?” tanya Riri. Alesha langsung terdiam. Dia masih berpikir soal pertanyaan Riri. Alesha tidak tahu di mana dulu ia tinggal bersama dengan orang tuanya. Alesha hanya tahu dulu tinggal dengan orang tuanya di sebuah rumah yang mewah, di sebuah kota, dan Alesha tidak tahu itu di kota mana. Alesha mengingat dulu, dia di sana sangat bahagia, memiliki banyak teman, memiliki teman yang sudah seperti kakaknya sendiri. Tapi, ingatan itu seakan samar, dia lupa itu di mana, di Jogja atau di rumah Surabaya. Karena rumahnya sama-sama mewah. Dan, setelah kejadian kecelakaan itu, dia sedikit berkurang tentang ingatannya. Yang ia ingat hanya dia memiliki teman yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Tapi, setelah kejadian itu, mereka berpisah. “Al, kok diam?” Riri menyentuh tangan Alesha, hingga Alesha terjingkat. “Iya, aku, mama, dan papa, asli orang Jogja, tapi kata mama, setelah aku lahir, dan aku masih bayi, kita pindah ke sini,” jawab Alesha. “Oh, ya?” Riri merasa seperti ada yang ditutupi Alesha, karena jawaban Alesha tidak meyakinkan dirinya. Padahal Riri dan Alex tahu, keluarga Alesha pindah ke sini saat Alesha berumur lima tahun. “Iya, Tante. Kata papa sih seperti itu,” jawab Alesha. “Benar kamu tidak pernah tinggal di Jogja sampai kamu berusia lima tahun? Bukannya keluarga kamu pindah ke sini saat kamu mau masuk TK?” tanya Riri. “Alesha tidak tahu, Tante. Mama sama papa bilangnya, setelah mama melahirkan aku pindah ke sini,” jawab Alesha. Alesha benar-benar lupa bagaimana masa kecilnya dulu, dia tinggal di Surabaya atau di Jogja. Yang ia tahu, dia punya banyak teman, dan ada satu teman baru yang ia anggap seperti kakaknya sendiri. Kalau dia tinggal di mana dulu saat kecil, dia benar-benar lupa. Yang ia tahu dia tinggal di Surabaya dari bayi. Sejak kepulangannya dari Jogja, Alesha lebih banyak diam. Apalagi setelah Bima memarahinya di depan umum, di toko bunga Sovia. Dia semakin yakin, Bima tidak pernah mencintainya. Terlebih, saat melihat Sovia kemarin, dia seperti sudah lama kenal dengan Sovia. Padahal dia kalau bertemu Sovia, dia selalu menampakkan wajah tidak suka sama Sovia. “Kenapa aku dari kemarin kepikiran wajah Kak Sovia terus sih? Padahal aku benci sekali sama Kak Sovia dari dulu, dari aku tahu kalau Bima itu suka sama Kak Sovia,” gumam Alesha. “Al, kamu sedang sakit?” tanya Riri yang melihat Alesha dari tadi berubah, tidak seperti biasanya. “Sa—sakit? Enggak tante,” jawab Alesha. “Kamu dari tadi diam, tidak seperti biasanya, tante kira kamu sedang sakit? Jai benar nih kamu enggak mau ikut tante ke Jogja?” tanya Riri. “Enggak tante, lagian kemarin kan Alesha sudah ke sana, dan sudah tahu rumah Bima juga,” jawab Alesha. “Tante, Alesha pamit ke toilet dulu, ya?” pamit Alesha. Alesha mengambil ponselnya dan membawanya ke toilet. Dia ingin menanyakan semua yang tadi mamanya bima katakan. Dia masih penasaran dengan dirinya dulu saat kecil tinggal di mana. Yang dia tahu, dia dari kecil ya tinggal di Surabaya, tidak pernah berubah sama sekali, yang berubah hanya kehilangan temannya itu. Apalagi tadi mamamnya Bima bilang, kalau dia pindah ke sini waktu usianya lima tahun. Alesha mencari kontak papanya di ponselnya. Setelah itu dia menelefon papanya, menanyakan apa yang terjadi setelah kecelakaan tragis itu pada dirinya dan temannya. “Sayang, ada apa pagi-pagi sudah telefon papa? Mau bicara soal Bima lagi? Minta papa bujuk Om Alex buat cepat-cepat jodohin kamu dengan Bima? Sayang, papa kan bilang, jangan paksakan seseorang untuk mencintaimu, Nak.” “Papa ... Alesha belum bicara sudah gitu ih! Alesha gak mau bilang itu. Urusan Bima, Alesha rasa biar Tuhan yang mengatur, Pa. Kalau jodohnya sama Alesha, ya akan sama Alesha, kalau sama kekasihnya Bima, ya berarti Bima jodohnya sama dia. Kan papa dan mama tahu Sovia anak teman papa itu pacaranya Bima, kan?” “Lalu mau bilang apa? Kan biasanya kalau kamu telfon Cuma mau bicara soal Bima? Ini tumben bilangnya kek gitu? Ada apa, mau tanya apa?” “Pa, apa waktu Alesha kecil, tinggalnya di Jogja? Terus pas mau sekolah TK baru pindah ke Surabaya?” “Ehm ... ka—kamu kok bicara seperti itu? Mama sama papa kan sudah pernah cerita sama kamu, Nak? Kamu memang lahir di Yogyakarta. Itu kota kelahiran kamu, kelahiran papa dan mama juga. Eyang kamu semua asli Jogja. Tapi, setelah papa ada proyek di Surabaya, saat usia kamu baru dua bulan, kita pindah ke Surabaya. Mama sama papa bukannya sudah cerita soal ini, Nak? Kok kamu tiba-tiba tanya ini?” “Ya, pengin tanya saja, memastikan. Karena, tadi Tante Riri tiba-tiba bilang waktu aku kecil tinggal di Jogja, terus saat usiaku lima tahun baru pindah ke sini.” “Mamanya Bima bilang gitu?” “Iya, Pa. Makanya aku tanya papa, memastikan lagi. Apa benar yang Tante Riri ucapkan, karena Alesha tidak ingat itu, dan entah kenapa kemarin saat Alesha diam-diam ke Jogja menemui Bima, Alesha bertemu Bima dan Kak Sovia, Alesha ingat kecelakaan itu. Alesha ingat lagi, Pa. Alesha takut.” “Kenapa kamu tidak bilang papa kamu ke Jogja, Nak. Kamu baik-baik saja, Sayang?” “Alesha baik-baik saja di sini, Pa. Tapi, Alesha kebayang terus kejadian itu, Pa. Lalu teman Alesha dulu bagaimana, Pa?” “Nak, sudah stop jangan bicara itu lagi. Papa sama mama pulang ke Surabaya besok pagi. Jangan memikirkan itu lagi, ya? Papa mohon sama kamu, kamu sebisa mungkin jangan mengingat itu lagi. Kalau kamu ada apa-apa, kamu langsung hubungi Dokter Irma.” “Papa Alesha tidak apa-apa.” “Kamu nangis gitu, kamu bilang tidak apa-apa? Papa minta, sudah jangan ingat itu. Fokus kerja, katanya Bos kamu galak sekarang?” “Ya gitu, Pa. Bagas memang galak, tapi ada benarnya sih, memang Alesha kerjanya enggak benar. Kadang dimarahin, Alesha juga mikir lagi, memang semua salah Alesha, jadi Bagas berhak marah.” “Gitu dong tertawa. Sudah ya, jangan memikirkan yang tidak-tidak lagi. Papa sama mama, sayang kamu. Nanti kami pulang, besok atau lusa.” “Iya, Pa.” Alesha mengakhiri panggilannya dengan papanya. Sebelum keluar dari toilet, dia membersihkan wajanya dari sisa-sisa air matanya. Mungkin sekarang dia sudah kuat, tidak seperti dulu, saat ingat kejadian mengerikan waktu kecil dia langusng pingsan dan ketakutan menyelimutinya lagi. “Kamu harus kuat, Al! Kamu harus cari tahu apa yang terjadi dulu setelah kecelakaan itu. Tapi, rumah, kamar, dan semuanya masih sama, tidak ada yang berubah,” gumam Alesha. Alesha kembali ke ruang kerjanya. Dia berpapasan dengan Riri dan Alex yang mau pulang. “Al, kamu lama sekali di toilet. Tante pamit pulang, ya?” ucap Riri. “Iya, Tante. Alesha rada sembelit tadi,” jawabnya, dengan beralasan. “Kamu habis nangis, Al?” tanya Alex. “Enggak, Om,” jawab Alesha. “Benar kamu baik-baik saja, Al?” tanya Riri. “Iya, Alesha baik-baik saja, Tante,” jawabnya. “Oh ya sudah, Tante pamit, ya? Masih ada urusan dengan ayahnya Aina,” ucap Riri. “Iya, tante,” jawab Alesha. “Om pamit, ya? Kamu baik-baik saja, banyakin sabar sama bos kamu sekarang, dia memang agak keras orangnya, dan tidak bisa tolerir sama sekali,” ucap Alex. “Siap, Om!” jawab Alesha dengan semangat. Riri sedikit penasaran dengan Alesha, saat dia bicara soal Jogja dan masa kecilnya itu, Alesha menjadi berubah. Dia seakan sedang mengingat sesuatu yang menakutkan dan menyakitkan. “Yah, dulu Alesha waktu kecil di Jogja, kan?” tanya Riri. “Ehm ... iya, kenapa mama tanya itu?” jawab Alex. “Tapi, kata Alesha dia tinggal di sini dari kecil, dari bayi. Padahal kan dia pindah ke sini saat usianya lima tahun, kan? Waktu itu papa kan ajak mama ke rumah papanya Alesha, waktu acara pindahan,” ucap Riri. Alex lupa, kalau dia pernah diceritakan papanya Alesha soal kejadian yang menimpa Alesha saat sebelum pindah ke Surabaya. Dan, saat kepindahannya itu pun Alesha masih dalam pengawasan dokter. “Hampir saja aku menceritakan itu pada Riri, aku tidak mau Alesha jadi mengingat kejadian yang menakutkan itu. Kalau Riri tahu pasti dia menceritakan pada Alesha, karena dia dekat sekali dengan Alesha,” gumam Alex.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN