Anggasta Chapter 09

1042 Kata
Selama masa hukuman yang diberikan Bu Beti diberikan, Angga diterima tidak disetujui. Justru sekarang cowok itu sangat menikmatinya. Ini merupakan hari terakhir. Angga sangat berterima kasih kepada Bu Beti, terima kasih atas bantuannya, Angga kini tersedia di kamarnya, menikmati waktu liburannya yang baru lagi akan sirna. Memang menyebalkan. Klik di sini untuk video game yang ia mainkan. Jari dikirim bergerak dengan lihai diatas stik. Ditemani beberapa camilan ringan membuat Angga betah berlama-lama memainkan itu. Begitulah siklus kehidupan Angga, makan, utama, dan tidur. Begitu seterusnya. Merasa jengah dan terlalu lama main, akhirnya Angga istirahat sebentar. Lehernya terasa pegal dan terasa sakit. Angga langsung menubrukkan seluruh badannya di kasur empuk. Cowok itu memejamkan matanya sementara. Ia tidak tidur, hanya menutupinya yang sedikit pegal. Ting! Suara itu datang dari ponsel Angga. Layar ponsel yang semula redup sekarang berubah menyala, itu tandanya ada notifikasi pesan yang masuk. Aplikasi bergambar hijau bergambar ikon telepon. Kribo: Dapatkan didepan rumah lo nih, buruan keluar! Benarkah? Kribo datang kerumah Angga. Tapi tunggu, mau apa cowok beruntung kribo itu datang kesini? Bukannya ini masih jam pelajaran. Ah bodo amatlah, Angga lantas bergerak menuruni anak tangga. Setelah sampai di pintu, cowok itu lantas membukanya. "Lo ngapain kesini?" tanya Angga berdiri diambang pintu. Rupanya Kribo tidak sendiri, ia datang bersama dengan Ical. Angga masih belum tahu kedatangan kedua sahabatnya ke rumah itu mau apa, mereka juga masih memakai seragam putih abu-abunya. Apakah mereka membolos? Kribo menghela napas. "Duh nih abang nggak ada etika atau gimana si? Kalau ada tamu itu suruh masuk dulu. Setelah itu buatin munum, terus pijitin berusaha," seloroh Kribo. Angga memberi jalan kepada Kribo untuk masuk, ia diam bergeming. Malas membalas ucapan Kribo lebih layak. Itylah Kribo, kadang mulutnya suka asal kalau ngomong. "Lo tunggal mau apa sih?" tanya Angga langsung ke intinya. Kribo menggelengkan kepalanya seraya bibirnya berkecap. "Duh Angga! Lo diajarin supaya menghormati tamu nggak si? Gue haus nih, nggak pekaan lo jadi orang," cibir Kribo untuk kedua kalinya. "Tau nih b*****t, kita haus woy!" Ical menimpali. Mendapat dukungan seperti itu membuat Kribo merasa menang. Setelah itu yang dilakukan Kribo dan Ical bertos ria sambil tertawa lebar. Angga kembali menemui kribo dan Ical di ruang tamu sambil membawa jus strober dan camilan ringan yang diletakkan di atas piring. Bola mata Angga teebuka lebar ketika melihat kelakuan dua sahabatnya itu. Bagaimana tidak kaget coba? Mereka berdua dengan lancangnya menyalakan televisi, apalagi ketika ia melihat Kribo dan Ical sedang melakukan perang bantal. Angga menghela napas berat. Bantal yang semula tertata rapi diatas sofa kini terbang kemana-mana. Duh, mereka memang mempunyai masa kecil kurang bahagia kayaknya. Angga meletakkan nampan di meja. Angga berasa seperti pembantu dirumahnya sendiri. Bagaimana tidak? Setelah menuruti Kribo dan Ical yang mau dibuatkan minum, setelah itu ia harus menata kembali bantal yang berserakan dilantai. "Lo berdua berhenti nggak?!" Emosi Angga memuncak. "Siap, lo pengertian banget si. Lo nyuruh kita untuk minum dulu, kan sebelum lanjutin main? tau aja nih kalau kita haus. Hehehe," ucap Ical enteng. Ia lantas meneguk jus stroberi itu sampai tersisa setengah gelas. Kribo juga sama melakukan hal itu. "Gue tanya sekali lagi, lo berdua mau apa kesini?" tanya Angga untuk kesian kalinya. "Mainlah, b**o lo ketololan banget," pekik Kribo setelah menaruh gelasnya kembali. "Ini masih jam pelajaran, lo berdua bolos?" Angga memicingkan alis kirinya. "Kenapa emangnya?" Ical membalas. "Nggak pa-pa." Angga menggelengkan kepalanya. "Kita kek gini juga ketularan lo t*i," alibi Kribo. "Baguslah, gitu dong sesama teman. Ikuti jejak sahabat lo ini." Angga tengah menyombongkan diri. Ival lantas menatap Angga setajam silet. "Yang ada kita terperosok masuk ke jurang yang lo buat t*i," emosi Ical. "Lo mau?" tanya Angga kepada Ical yang sedari tadi memperhatikan dirinya dengan telitih. Hal itu membuat Angga merasa risih. Cowok itu sedang berada di balkon kamarnya, menikmati udara malam yang sangat sejuk ketika menusuk pori-pori. Sebatang rokok ia selipkan diantara jari tengah dan telunjuk. Angga lalu menghisapnya hingga kepulan asap keluar dari mulutnya. Asap dari rokok itu terbang membumbung tinggi ke angkasa. Walaupun sering merokok, bibir Angga tidak menghitam. "Nggak, lo aja,"  jawab Ical sembari berjalan menghampiri Angga yang masih berdiri di balkon. Tangannya menggenggam besi penyangga balkon. Angga diam tak merespons ucapan Ical, batang rokok itu ia selipkan lagi dibibirnya yang tipis. "Lo nggak pulang?" tanya Angga setelah keheningan menyayat diantara mereka. "Nanti, nunggu tuh kebo bosan main," jawab Ical sembari menatap Kribo yang sekarang tengah asik memainkan video game milik Angga. Bagaimana bisa Kribo bermain selama itu? Dari tadi siang ia bermain video game itu tak bosan-bosan. Angga tak menghiraukan, ia membiarkan Kribo begitu saja. Sudah kurang lebih delapan jam mereka masih setia di rumah Angga. Jam di dinding sudah menunjukkan ke angka sembilan, namun Kribo tak mau berhenti main. Ical sudah memperingatinya berkali-kali hinggi ia merasa lelah sendiri. Bagaimaba tidak? Kribo hanya diam bergeming menatap layar lebar itu. Sepertinya ucapan Ical hanya dianggap angin lalu. "Nggak gosong tuh p****t?" gumam Angga terkekeh melihat Kribo yang betah duduk berlama-lama disana. "Nggak lah, kan lemak dipantatanya masih tersisa dua liter," jawab Ical asal. Setelah itu keduanya teekekeh ringan. Bayolan yang Ical buat sungguh membuat perut Angga seperti di kocok. "Eh, lo nggak potong rambut, Ngga?" tanya Ical sambil memandangi rambut Angga yang sangat acak-acakan. Perlu Ical akui bahwa rambut Angga memang sangat lebat, bak hutan yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. "Gih buruan yuk, gue anterin mumpung masih sempat. Dekat sini ada salon, kan?" Ical memungut putung rokok dari tangan Angga dan lantas ia buang ketanah. Angga melotot, tanda ia tidak suka perbuatan Ical yang menurutnya seenaknya sendiri. "Kenapa lo buang, sayang g****k! Itu masih panjang!" Dengan gerakan cepat, Angga menjitak kepala Ical. Ical mengadu kesakitan ketika mendapati itu. "Itu nggak penting, sekarang yang paling utama lo harus potong rambut!" Ical mendorong punggung lebar Angga agar masuk ke dalam kamarnya dan segera turun ke lantai bawah. Angga menghindar. "Lo mau apa si? Aneh banget, kenapa lo nyuruh gue potong rambut mendadak gini coba," gerutu Angga kesal. Pemandangan Angga memandang tubuh Ical dari atas sampai ujung kaki. Ia ragu jika Ical sekarang dalam keadaan baik-baik saja. Ical menghela napas panjang, lalu ia menghembuskannya dengan perlahan. "Angga sayang, besok Pak Tigor mau ngecek satu persatu siswa. Lo nggak mau rambut lo habis ditangan tuh guru, kan?" ucap Ical terdengar manis. Ia bak menjelma menjadi seorang cewek. Angga bergidik ngengi membayangkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN