Cik Susan menggila menjelang event pameran wedding. Bagaimana tidak? Terlalu banyak hal yang harus diperhatikan, mulai dari sewa gedung sampai vendor yang tak terbilang banyaknya, belum lagi urusan dengan sponsor. Akibatnya seisi kantor harus bekerja ekstra keras di luar jobdesc untuk mewujudkan event penting ini.
Kerja keras terbayar. Event yang berlangsung selama tiga hari berjalan sukses. Banyak calon pengantin yang mem-booking jasa wedding organizer sekaligus vendor yang ikut serta dalam event. Itu berarti uang mengalir masuk.
Bulan mendapat jatah dokumentasi di hari terakhir event. Dia berkeliling dengan kamera tergantung di leher, siap mengabadikan setiap momen berharga. Semua foto ini akan masuk ke bank data perusahaan yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
"Bulan?" Panggil seseorang.
Bulan terkesiap. Dia ingat suara ini! Bulan menoleh dengan gerakan lambat. Dilihatnya Lios berdiri di belakang, tinggi, ganteng, dengan pakaian santai kaos, jeans, dan jaket berwarna krem. Wow, penampilannya sekeren artis!
"Lios! Kamu ikut serta dalam event?" Bulan tersenyum lebar, pipinya merona.
"Aku cuma ikut sebagai pemain cadangan. Pelaku utamanya dia." Lios menarik lengan seorang lelaki yang berdiri membelakanginya.
"Hei, gue lagi ngobrol...." Ferdi terdiam begitu melihat Bulan, "Oh, hai, temannya Lios?" Senyuman penuh arti terkembang di wajah Ferdi.
"Hai, aku Bulan."
"Oooh, Bulan. Kenalkan aku Ferdi, manager Lios." Ferdi mengulurkan tangan.
Bulan menyalaminya, "Manager? Kalian terdaftar sebagai vendor?"
"Nggak. Kami cuma lewat sambil bagi-bagi kartu nama. Ini silakan. Ada nomorku dan nomor dia." Ferdi menunjuk ke arah Lios.
"Oke." Bulan juga memberikan kartu namanya untuk Ferdi.
"Baiklah kalau begitu. Kalian lanjutkan ngobrolnya, aku cari klien." Ferdi mendorong Lios maju sementara dirinya menghilang di tengah kerumunan.
"Sorry, dia memang sulit diam di satu tempat," kata Lios.
"Nggak apa-apa. Disini memang tempat yang tepat untuk promosi." Bulan tertawa.
"Waktu itu aku lupa minta nomormu." Lios menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Senyumnya manis sekali seperti anak remaja sedang jatuh cinta.
Bulan terpukau pada senyuman itu, "Untung kita masih bisa ketemu."
"Betul. Kalau nggak aku bakal bingung mencari ke mana."
"Kata orang dunia sesempit daun kelor." Bulan tersipu mendengar bahwa Lios mencarinya.
"Terbukti?"
"Mungkin. Kita bergerak di bidang yang sama jadi daun kelornya semakin kecil."
"Ehm... kamu sendiri?"
"Maksudnya?"
"Pulang sendiri?"
"Oh, aku ikut mobil kantor sih. Kenapa?" Jantung Bulan berdebar kencang.
"Boleh kuantar pulang?"
Tepat saat itu Ferdi menyeruak di antara mereka dengan wajah sumringah. Lios terlihat keki karena pembicaraannya terpotong.
"Hei, Pemusik, ayo mainkan sesuatu di piano!" Ferdi setengah menyeret Lios menuju sebuah grand piano yang ditempatkan di tengah hall.
Bulan mengikuti kedua lelaki itu. Ferdi mendorong Lios untuk duduk. Bulan memperhatikan sosok Lios yang berubah menjadi tenang dan luwes ketika menarikan jemarinya di atas tuts piano. Bulan mengarahkan lensa kamera dan mulai menjepret.
Alunan musik menarik pengunjung. Ferdi tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan berkeliling menyapa pengunjung dan membagikan kartu nama. Sesekali Lios memandang Bulan dan melempar senyum. Ferdi memperhatikan semuanya.
"Bagaimana? Ada yang berminat memakai jasa kalian?" tanya Bulan.
"Lumayan, ada beberapa." Wajah Ferdi terlihat sangat cerah.
Lios bergabung dengan mereka. Matanya tidak lepas dari sosok Bulan. Tampaknya dia sudah bertekad tidak akan membiarkan kesempatan ini terlepas lagi. Lios berbisik pada Ferdi yang mengangguk paham.
"Baiklah, senang berkenalan denganmu. Aku harus pergi. Biar temanku ini yang mengawalmu. Jangan takut, dia belum berpengalaman dengan wanita." Ferdi kabur sebelum Lios mencekalnya.
"Oke, sampai bertemu lagi." Bulan tersenyum geli melihat tingkah Ferdi.
"Anak istri sudah mencari," cetus Lios.
"Oh, bapak rumah tangga yang baik."
"Ehm... Ngomong-ngomong yang tadi...."
"Ya?"
"Boleh kuantar pulang?"
Tepat saat itu Yunita yang baru tiba menyeruak di antara mereka. Lios mengusap wajah dengan keki karena pembicaraannya lagi-lagi diinterupsi. Bulan tersenyum geli.
"Heiiii ketemu lagi!" seru Yunita. "Gue dicariin Cik Susan nggak?" tanya Yunita pada Bulan.
"Hah? Emang Cik Susan datang?"
"Lo nggak tahu?" Yunita terbelalak.
Bulan menggeleng. Celaka, kalau ada Cik Susan mereka harus berada di event sampai titik darah penghabisan.
"Kamu Lios kan?" Yunita mengalihkan perhatian pada lelaki tinggi di hadapannya.
"Benar. Kok tahu?" Lios melirik Bulan.
"Tahu dong. Lios yang lupa minta nom–"
Bulan membekap mulut Yunita sebelum mengeluarkan kata-kata yang memalukan.
"Sorry, dia memang hiperaktif sejak kecil." Bulan meringis.
Yunita menepis tangan Bulan dengan keki, "Ya udah, gue setor muka dulu ya. Kalian ngobrol aja."
Lios terlihat pasrah.
"Kamu mau pulang bareng aku?" tanya Bulan, "Tapi tunggu sampai semuanya beres, nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa." Senyum terkembang di wajah Lios. Tidak disangka Bulan yang berinisiatif menanyakan kembali.
"Oke."
Lios pun menjadi pengawal Bulan sepanjang event hari ini. Dia membuntuti kemana pun Bulan pergi, kecuali ke kamar kecil. Bulan tidak tega melihat Lios mengikutinya seperti ini.
Menjelang sore mereka berdua duduk berdampingan di pojok. Bulan melihat kembali foto-foto yang diambil sepanjang hari ini. Semua oke.
"Banyak sekali fotonya?" Lios turut mengamati.
"Iya, sayang kalau ada yang terlewat. Nanti disortir lagi kok."
"Pekerjaanmu banyak kalau ada event ya?"
"Betul. Kamu juga kan?"
Lios tersenyum menyetujui.
"Aku ke sana dulu ya, lihat situasi. Kalau nggak ada atasan kita bisa langsung pulang. Kamera bisa kutitip ke temanku yang tadi."
"Oke. Aku nggak kemana-mana."
Bulan pun bergegas ke meja tempat kru You&Me berkumpul. Dilihatnya cuma ada Yunita dan beberapa karyawan, tidak ada Cik Susan.
"Yun, gue titip kamera ya? Gue mau pulang duluan," kata Bulan.
"Mau nge-date ya? Sini kameranya."
"Thanks, Yun!"
"Udah sana pergi! Have fun!" sorak Yunita.
Bulan berlari kecil menghampiri Lios. Lelaki itu masih duduk menunggu dengan setia. Sampai malam pun dia pasti akan menunggu Bulan.
"Ayo, kita jalan," ajak Bulan.
"Kamu mau langsung pulang atau mampir dulu?" tanya Lios.
"Mmm... Mampir dulu deh. Aku lapar."
"Oke, aku juga."
Lios mengajak Bulan ke sebuah rumah makan. Mereka makan sambil mengobrol dengan akrab. Sesuatu mulai bertumbuh dalam hati mereka.
Ketika hari beranjak malam barulah mereka puas mengobrol. Lios melajukan motor dengan kecepatan sedang supaya tidak terlalu cepat tiba di tujuan. Kedua tangan Bulan berpegangan di pinggang Lios. Hati mereka menginginkan agar perjalanan ini tidak berakhir.
Bulan merasa sedikit kecewa saat rumahnya terlihat di kejauhan. Lios menghentikan motor di gerbang rumah Bulan.
"Thanks ya." Bulan melompat turun.
"Boleh kutelepon, atau sms?" tanya Lios.
"Boleh dong. Kamu udah ada nomorku?"
"Nanti kuminta dari Ferdi."
"Oke. Hati-hati di jalan." Bulan memberikan senyum termanisnya.
Lios menunggu sampai Bulan masuk ke dalam rumah sebelum melaju pergi.
Tidak buruk untuk pertemuan pertama, batin Lios.