Sudah satu tahun lebih semenjak kepergian Nadira dalam kehidupan Keenan. Lambat laun Keenan pun mulai terbiasa dan kembali menjalani aktivitas hariannya seperti biasa lagi.
Jam lima pagi, Keenan membuka mata dan mematikan alarm di smartphonenya. Seperti biasa dia langsung mandi dan kemudian memakai baju olah raga, siap untuk jogging. Meskipun dia berprofesi sebagai seorang dosen di kampus yang lebih membutuhkan keahlian berpikir, tapi Keenan punya prinsip dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Karenanya dia selalu rutin melakukan jogging pagi setiap harinya, tak peduli hari libur sekali pun.
Keenan membuka pintu apartemen miliknya dan terkejut ketika melihat sebuah keranjang yang terbuat dari anyaman rotan berada tepat di terasnya. Dengan mata yang memicing, Keenan penasaran dan menyibak kain yang menutupi keranjang tersebut.
“Astaga, bayi! Siapa pula orang yang telah meletakkan keranjang dan bayi di depan pintuku?!” Kenan sangat terkejut ketika menyaksikan ternyata keranjang rotan itu berisi bayi, bukan hanya satu malah dua bayi sekaligus. Kedua bayi itu sepertinya kembar. Salah satu bayi kembar itu masih tidur sementara saudaranya sudah terbangun dan kini menghisap jempolnya sendiri dengan asyik.
Sejenak tertegun, Keenan segera celingukan mencari siapa pelaku yang telah menaruh keranjang berisi dua bayi kembar di depan pintunya tersebut. Tapi percuma, selain karena hari masih pagi, biasanya para penghuni apartemen memang tidak saling mengenal satu sama lain dan bersikap individualistis.
“Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin meninggalkan kedua bayi dalam keranjang rotan ini begitu saja kan?” gumam Keenan bertanya kepada dirinya sendiri.
Keenan mengurungkan niatnya untuk berolahraga pagi dan kembali masuk ke dalam kamar apartemennya sambil membawa kedua bayi kembar tersebut. Ia lalu meletakkan keranjang berisi kedua bayi kembar itu di atas sofanya.
“Sebaiknya aku menghubungi dinas sosial. Mereka tentu tahu apa yang harus dilakukan terhadap bayi-bayi ini,” ucap Keenan sambil meraih smartphone miliknya.
Keenan menelepon dinas sosial dan melaporkan penemuan bayi kembar di depan pintunya tersebut, orang yang menerima telepon dari Keenan kemudian mengatakan akan mengirim petugas mereka untuk mengeceknya.
Selesai menelepon, salah seorang bayi itu menangis dan membuat saudaranya yang sedang tertidur pun menjadi terganggu lalu kompak mereka berdua menangis bersama-sama. Membuat apartemen milik Keenan yang biasanya sunyi dan sepi kini mendadak menjadi hingar bingar.
“Cup! Cup! Cup! Jangan menangis! Aduh apa yang harus aku lakukan?” Keenan berusaha untuk meredakan tangis kedua bayi kembar tersebut, meski sebenarnya dia bingung. Ia menepuk-nepuk tubuh kedua bayi itu dengan perlahan-lahan dan berharap akan reda tangis keduanya.
Tapi tentu saja hal tersebut tidak cukup untuk membuat kedua bayi kembar itu berhenti menangis. Membuat Keenan menjadi merasa semakin bingung, namun beruntung ia melihat ada dua botol s**u yang ditaruh di pinggir keranjang rotan tersebut. Berpikir kalau mungkin kedua bayi itu sedang merasa lapar, maka Keenan pun mengambil kedua botol s**u tersebut dan memberikannya kepada keduanya.
Benar saja, kedua bayi itu langsung berhenti menangis dan kini sedang menikmati s**u dari botol yang diberikan oleh Keenan. Membuat Keenan menghela nafas dengan lega dan membuat situasi tenang kembali.
“Kenapa ya, kalau aku perhatikan wajah kedua bayi kembar ini sepertinya tidak terlalu asing. Seperti wajah seseorang yang pernah aku kenal. Tapi siapa ya?” Keenan yang mengamati wajah kedua bayi kembar itu membenak dan meski ia merasa kalau pernah mengenal wajah seseorang yang sama dengan kedua bayi kembar ini tapi siapa?
Setelah selesai memberikan s**u, kedua bayi kembar itu kembali tertidur. Tapi hanya sebentar saja sekira setengah jam dan lepas itu mereka kembali menangis. Kali ini Keenan dengan terpaksa menggendong mereka berdua secara bergantian. Mengajak mereka bermain agar tetap anteng dan tidak menangis.
Sekitar jam sembilan barulah dua orang petugas dari dinas sosial datang ke apartemen Keenan, mereka menyelidiki beberapa hal berkenaan dengan penemuan keranjang rotan yang berisi bayi kembar tersebut.
Keenan menjelaskan semua hal yang terjadi dengan sejelas dan sejujurnya.
“Baiklah kalau demikian, Pak Keenan. Kami akan membawa kedua bayi kembar ini ke kantor terlebih dahulu. Kalau ada informasi lain atau sesuatu yang ingin anda tanyakan kepada kami, anda bisa langsung menghubungi saya saja!” ujar salah seorang petugas dinas sosial tersebut sambil memberikan kartu nama yang berisi nomor telepon pribadinya.
Keenan mengangguk, “Iya, terima kasih atas kerja sama Anda.”
“Sama-sama Pak Keenan, ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kami. Memang sangat disayangkan karena akhir-akhir ini banyak sekali kasus penelantaran bayi. Sebagian kasus itu dilakukan oleh anak-anak muda yang melakukan hubungan suami istri sebelum pernikahan. Usia muda yang belum siap menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu membuat mereka memilih untuk membuang dan menelantarkan bayinya sendiri,” jelas sang petugas.
“Anda benar, pergaulan bebas di kalangan remaja memang sangat mengkhawatirkan belakangan ini,” sahut Kenan seraya mengangguk setuju.
“Kalau begitu kami permisi, Pak Keenan,” pamit sang petugas sambil menggendong salah seorang bayi kembar itu dan rekannya pun menggendong bayi yang lainnya.
“Bagaimana dengan keranjang rotannya?” tanya Keenan.
“Kalau anda tidak keberatan maka kami titipkan saja di sini. Lebih mudah membawa kedua bayi kembar ini dengan cara begini, lagi pula di mobil kami pun sudah ada ranjang bayi untuk mereka yang jauh lebih nyaman ketimbang keranjang rotan tersebut,” jelas sang petugas.
Keenan mengangguk, “I see, selamat menjalankan tugas kalau demikian.”
Kedua petugas itu melangkah keluar dari dalam apartemen milik Keenan dengan menggendong bayi kembar yang ia temukan.
Keenan melambaikan tangan kepada kedua bayi kembar itu yang melihat ke arahnya dengan tatapan polos mereka. Keenan menghela nafasnya, kehidupannya kembali ke garisnya semula yang sepi dan sunyi. Ia melirik ke arah jam tangan dan terkejut sebab ia hampir saja terlambat untuk berangkat mengajar ke kampus.
Keenan segera berganti baju dan sarapan dengan sepotong roti dan segelas s**u yang ia ambil di kulkas. Dengan mobilnya ia melaju menuju ke kampusnya, beruntung ia tidak terlambat dan bisa datang tepat pada waktunya.
Tapi celakanya, sepanjang mengajar, Keenan tidak fokus dan sesekali malah terlihat seperti sedang melamun. Ia selalu terkenang dengan kejadian tadi pagi, tentang kedua bayi kembar yang menatapnya dengan tatapan polos lalu wajah mereka berdua yang sepertinya familiar dengannya.
Tiba-tiba, seperti sebuah lampu yang dinyalakan dengan menekan tombol sakelarnya, Keenan menyadari kemiripan wajah kedua bayi kembar yang ia temukan tadi pagi dengan seseorang yang sangat penting dan berharga baginya. Orang yang pernah mengisi hidupnya dengan penuh makna dan keceriaan tapi kemudian menghilang dan meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya.
“Nadira! Kenapa bayi kembar itu wajahnya mirip sekali dengan wanita itu? Apa jangan-jangan mereka memiliki hubungan?” gumam Keenan.
Keenan kemudian menghubungi petugas dinas sosial yang tadi memberikan nomor teleponnya.
“Halo, dengan Pak Rusdi?” sapa Keenan begitu panggilan teleponnya diangkat.
“Benar dengan siapa ini?” tanya Pak Rusdi.
“Saya Keenan, yang menemukan bayi kembar di apartemen dan menghubungi anda berdua tadi,” jelas Keenan.
“Owh iya saya ingat, Pak Keenan ada apakah?” tanya Pak Rusdi.
“Mengenai kedua bayi kembar itu, Pak Rusdi. Apakah yang akan anda lakukan kepada mereka?” selidik Keenan.
“Heum, karena kita tidak memiliki informasi apa pun mengenai identitas dari orang tua mereka. Maka mau tidak mau kita akan mengirimkan mereka berdua ke panti asuhan saja,” tukas Pak Rusdi.
“Begitukah? Anu ... Pak Rusdi, kalau saya ingin merawat mereka untuk sementara ini sampai kita menemukan identitas dari kedua orang tua mereka, apakah itu boleh?” tanya Keenan.
“Kalau berbicara boleh dan tidak, mungkin saja boleh, tapi apa anda yakin Pak Keenan? Anda ini kan seorang dosen yang hidup sendiri. Untuk merawat bayi apalagi kembar, apa anda tidak akan merasa kelimpungan? Butuh tanggung jawab besar untuk bisa merawat kedua bayi kembar ini,” jelas Pak Rusdi.
***