Pukul: 07. 00
Pagi ini semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama. Edgar duduk di samping Rachelta sedangkan Papa, Mama dan Zoya duduk di depan mereka berdua.
"Ma, Kakak temanku kemarin ada yang melahirkan dan anaknya lucu sekali." ucap Zoya semangat.
"Benarkah? Laki-laki atau perempuan?" tanya Viola.
"Perempuan, dia sangat cantik." puji Zoya.
"Anak Edgar pasti nanti akan lebih lucu." ucap Vardy.
"Uhukk." Rachelta tersedak mendengarnya, membuat Edgar langsung memberikan minum untuk wanita itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Edgar lembut dan Rachelta hanya tersenyum membalasnya. Senyum terpaksa tentunya.
Edgar mengerti perasaan Istrinya. Wanita itu sudah pernah bilang bahwa takut jika tidak bisa hamil dengan cepat.
"Oh, Maaf Rachelta." ucap Vardy yang mengerti suasana saat ini.
"Tidak. Papa tidak salah apa-apa" balas Rachelta.
"Tidak perlu membahas anak. Nanti jika sudah waktunya pasti dia akan hadir. Mungkin Tuhan masih ingin kalian berdua lebih dekat lagi, ya hitung-hitung pacaran sesudah menikah." ucap Viola.
"Benar sekali." ucap Edgar menyetujui.
Setelah itu acara sarapan mereka berlanjut tanpa obrolan. Setelah menyinggung masalah yang cukup sensitif membuat suasana menjadi canggung.
***
Sejak pulang dari rumah kedua orang tua Edgar tadi pagi, suasana keduanya menjadi ikut canggung. Edgar dapat melihat jika Istrinya menjadi lebih diam dan mudah melamun, pria itu yakin pasti karena ucapan Papa nya tadi pagi berimbas ke pikiran Rachelta.
Edgar mendekati Rachelta yang sedang berdiri di balkon kamar, lalu memeluknya dari belakang, lalu mencium bahu wanita itu lembut. Pria itu menarik tangan Rachelta untuk mengelus pipinya.
"Di sini dingin sebaiknya kita masuk." ucap Edgar lembut.
"Aku masih ingin di sini." balas Rachelta pelan.
"Aku tahu kau memikirkan ucapan Papa tadi pagi kan." ucap Edgar.
"Aku hanya takut Kak." balasnya dengan nada bergetar. Sepertinya dia akan menangis.
"Semua akan baik-baik saja." ucap Edgar menenangkan-nya.
Lalu suasana menjadi hening, Edgar semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil Istrinya. Bersama-sama menikmati angin malam yang sagat dingin dan menangkalnya dengan sebuah pelukan hangat, itu sudah cukup bagi mereka.
"Aku besok akan pergi dengan Tania. Apa boleh?" tanya Rachelta pelan.
"Jika itu bisa membuatmu senang, kau bisa pergi tapi akan diantarkan sopirku." balas Edgar.
"Iya. " jawab Rachelta.
Sekali lagi Edgar mengeratkan pelukannya. Membiarkan malam ini berakhir dengan keheningan. Apapun yang di minta Rachelta pasti akan Edgar berikan jika memang itu bisa membuatnya lebih baik dan bahagia.
****
Pukul: 07. 10
Pagi ini sepasang Suami Istri itu melakukan sarapan mereka dengan keheningan, hanya ada suara dari alat makan mereka yang terdengar.
Edgar menghentikan makannya, pria itu menatap Rachelta lekat sedangkan wanita itu masih asyik dengan makanannya yang sebenarnya hanya ia mainkan dari tadi.
Edgar berdiri setelah itu berjalan ke arah Rachelta. Ia menjajarkan tubuhnya dengan wanita yang sedang duduk tersebut, lalu memeluknya dari samping.
"Kak." ucap Rachelta kaget saat tiba-tiba Edgar memeluknya, bahkan ia tidak tahu sejak kapan pria itu ada di sampingnya.
"Aku sudah bilang semua akan baik-baik saja." ucap Edgar lembut.
"Bagaimana Kakak bisa tahu jika aku masih memikirkannya?" tanya Rachelta.
"Aku tahu dari tingkahmu yang tidak biasa." balas Edgar sambil melepas pelukannya.
"Sekarang makanlah dengan benar." suruh Edgar.
"Aku tidak bernafsu." jawab Rachelta pelan.
"Aku tidak akan memaksa tapi nanti sebelum waktunya makan siang kau harus sudah makan." ucap Edgar lalu berdiri.
"Kak Edgar, mau berangkat sekarang?" tanya Rachelta sambil ikut berdiri dari duduknya.
"Iya." balas Edgar sambil tersenyum.
Rachelta merapikan jas dan dasi Suaminya yang sedikit berantakan, lalu mengalungkan tangannya di leher pria itu, entah kenapa tapi ia tidak ingin ditinggal Edgar.
Edgar menatap Istrinya sambil tersenyum lalu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Rachelta.
"Kau ingin sesuatu?" tanya Edgar.
"Tidak. Aku hanya ingin Kakak." balas Rachelta sambil mendekatkan wajahnya hingga menyisakan lima cm dari wajah Edgar.
"Aku ingin berangkat, jadi jangan menggodaku." ucap Edgar.
"Aku tidak menggoda." balas Rachelta lalu mencium bibir pria itu cepat.
"Lalu itu tadi apa?" tanya Edgar.
"Hanya kecupan supaya Kakak semangat bekerja dan cepat pulang." jawab Rachelta.
"Sikapmu berubah dengan cepat, apa kau sedang datang bulan?" tanya Edgar.
"Tidak." jawab Rachelta
"Benarkah?"
"Iya."
"Kalu begitu siap-siap nanti malam." goda Edgar sambil tersenyum jail.
"Aku harap nanti malam diriku kedatangan tamu bulanan supaya tidak diterkam hewan buas." cibir Rachelta.
Membuat Edgar tertawa puas mendengarnya, dan Rachelta pun ikut tertawa melihat pria itu. Ia akan senang jika Edgar juga senang dan ia akan bahagia jika Suaminya bahagia.
"Sudahlah Kak, nanti kau bisa terlambat." ucap Rachelta.
Edgar memeluk Rachelta dengan sangat possessive lalu mencium bibir Istrinya itu degan memberikan satu gigitan gemas sebelum melepasnya.
"Aku berangkat." ucap Edgar lalu pergi meninggalkan Rachelta di apartemen sendirian.
Rachelta harus membersihkan apartemennya terlebih dulu sebelum nanti pergi dengan Tania.
Setelah beberapa pekerjaan rumah sudah selesai, Rachelta sekarang ini tengah membersihkan lantai. Saat sedang asyik menyanyi sambil menyapu, wanita itu merasakan mual yang sangat luar biasa di perutnya. Ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya yang cuma berupa air sampai tiga kali ia memuntahkan-nya.
"Ini tanda-tanda orang hamil." ucap Rachelta pada dirinya sendiri.
Rachelta mengetahui tanda-tanda ini karena ia adalah seorang Dokter, meskipun belum pernah bekerja tapi saat kuliah ia sudah belajar tentang hal ini.
"Atau karena aku belum makan jadi muntahannya cuma air?" tanya Rachelta lagi-lagi pada dirinya sendiri.
"Ah, sudahlah ini malah membuatku pusing."
Rachelta pergi melanjutkan menyapunya lalu mandi dan berganti baju untuk pergi bersama Tania.
***
Pukul: 09. 30
Sekarang ini dua orang bersahabat tersebut tengah menikmati waktu luang mereka di kafe yang sudah sering mereka kunjungi dulu.
"Hel, mukamu sedikit pucat, apa kau sakit?" tanya Tania khawatir.
"Aku sehat." jawab Rachelta cepat.
"Jadi Suamimu serius melarangmu untuk bekerja?" tanya Tania mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya, dia memang keras kepala." kesal Rachelta.
"Suamimu itu sangat dingin dan cuek, tapi hebat sekali jika kalian bisa cepat saling mencintai." ucap Tania.
"Dia tidak seperti itu." balas Rachelta.
"Itu sudah jelas tidak usah dibela" ucap Tania.
"Jika kau mengenalnya kau akan tahu sifat aslinya." ucap Rachelta.
"Memang bagaimana sifat aslinya?" tanya Tania penasaran
"Dia itu baik, penyayang, hangat dan tidak akan tahan jika melihatku diam atau menangis." jawab Rachelta sambil membayangkan wajah Edgar.
"Saat aku berkenalan waktu itu sikapnya tidak begitu." cibir Tania.
"Sudahlah jangan membicarakan Suamiku terus. Lebih baik kita pergi dari sini." ucap Rachelta.
Mereka keluar dari kafe itu dan berjalan kaki menuju tepat belanja yang jaraknya agak jauh. Mereka memang sengaja untuk berjalan kaki hanya karena ingin menghabiskan waktu yang lebih lama, tapi panas matahari yang cukup menyengat membuat kepala Rachelta sangat pusing. Jika Edgar melihatnya seperti ini pasti pria itu akan mengamuk.
Sedetik berikutnya Rachelta langsung ambruk sambil memegangi tangan Tania dengan erat. Refleks Tania yang melihatnya langsung berteriak khawatir.
"Rachelta, kau kenapa? " tanya Tania khawatir sambil menepuk pipi sahabatnya pelan.
Orang- orang yang melihat kejadian itu pun langsung berbondong-bondong membantu mengangkat Rachelta ke dalam taksi.
Setelah sampai di rumah sakit, Tania langsung mencari kontak Suami sahabatnya itu di ponsel Rachelta. Bagaimanapun ia harus menghubungi Edgar.
"Iya, sayang ada apa? tanya Edgar saat sambung telepon mereka terhubung.
"Maaf Kak Edgar, tapi aku Tania." ucap Tania.
"Kenapa kau memakai ponsel Rachelta?" tanya Edgar.
"Rachelta tadi pingsan, sekarang dia seng ada di Rumah Sakit pusat kota." jelas Tania.
"Apa kau bilang?" tanya Edgar cepat.
"Ini benar cepatlah ke sini."
Sambungan terputus sepihak tanpa mengucapkan salam atau apa pun. Tania memaklumi mungkin Suami Rachelta sedang sangat khawatir sekarang.
"Bagaimana dengan kondisi Rachelta?" Tanya Tania khawatir saat Dokter sudah selesai memeriksa sahabatnya.
"Kondisi pasien baik." balas Dokter sambil tersenyum.
"Tapi kenapa tadi dia pingsan?" tanya Tania.
"Itu karena dia sedang hamil muda, membuat daya tahan tubuhnya menjadi agak melemah." jelas Dokter tersebut.
Tania membelalakkan matanya terkejut. Benarkah sahabatnya ini sedang hamil?
"Berapa usia kandungannya?" tanya Tania.
"Baru empat minggu." jawab Dokter.
"Terima kasih Dokter, aku akan memberitahukan kabar baik ini padanya nanti." balas Tania sambil tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi." ucap Dokter itu lalu keluar dari ruangan Rachelta.
Tania mendekati Rachelta yang masih terbaring tak sadarkan diri. Ia tersenyum melihat sahabatnya itu.
"Rachel." panggil Edgar tiba-tiba saat baru masuk ruangan inap Rachelta.
Pria itu mendekati Rachelta dengan tampang khawatir, setelah itu menatap Tania.
"Apa yang terjadi?" Tanya Edgar khawatir.
"Rachelta tadi pingsan karena kepanasan saat-"
"Kenapa bisa kepanasan? Jangan bilang jika kalian jalan kaki?" sela Edgar cepat.
"Iya kita memang jalan kaki." jawab Tania sambil menunduk, ia sebenarnya takut dengan tatapan tajam dari pria itu.
"Ya tuhan!" ucap Edgar kesal.
"Itu karena dia juga sedang hamil." ucap Tania cepat.
"Apa?" tanya Edgar sambil menoleh cepat.
"Iya, Rachelta sedang hamil satu bulan." jelas Tania.
"Benarkah?" tanya Edgar sekali lagi dengan antusias.
"Iya." jawab Tania sambil tersenyum.
Edgar tersenyum lalu melihat ke arah Istrinya, ia membungkukkan tubuhnya lalu menciumi wajah Rachelta berkali-kali dari mulai, dahi, kedua mata, kedua pipi, hidung dan berlama-lama di bibirnya, ia mencium bibir Rachelta dengan lembut bahkan ia tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya.
Tania yang melihatnya langsung dibuat melongo dengan aksi Edgar saat ini.
Merasakan ada yang mengusiknya, Rachelta perlahan membuka matanya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati seseorang sedang mencium bibirnya. Refleks wanita itu mendorong dengan sekuat tenaga d**a orang yang sedang menciumnya tersebut.
"Apa aku membangunkanmu?" tanya Edgar lembut sambil mendekatkan wajahnya. Posisi mereka menjadi sangat dekat sekarang.
"Kak Edgar." Panggil Rachelta terkejut saat mengetahui bahwa itu adalah Suaminya.
"Iya." jawab Edgar sambil tersenyum bahagia.
"Kenapa Kakak terlihat sangat senang? Apa Kak Edgar senang jika melihatku terbaring di rumah sakit?" tanya Rachelta sambil cemberut.
Edgar terkekeh melihatnya, ia mencium bibir Rachelta sekilas lalu menatap dalam mata wanita itu.
"Jangan banyak marah-marah karena itu akan berpengaruh dengan kesehatan anak kita." ucap Edgar.
"Apa maksud Kakak?" tanya Rachelta sambil membelalakkan matanya.
"Iya kau hamil sayangku." balas Edgar sambil tersenyum sangat bahagia.
Rachelta pun ikut tersenyum, meskipun masih merasa tidak percaya dengan ucapan Edgar, ia menitihkan air mata bahagia saat pria itu memeluknya dengan sangat erat, ia membalas pelukan itu sambil menyelusupkan kepalanya di d**a bidang milik Suaminya tersebut.
"Kak, aku merasa tidak percaya." ucap Rachelta saat pelukan mereka sudah terlepas.
"Kau harus percaya sayang." balas Edgar.
Rachelta mengecup bibir Suaminya, niatnya hanya sekilas tapi Edgar malah menahan kepalanya dan melumat bibirnya dengan sangat lembut.
Tanpa sengaja pandangan Rachelta mengarah ke sisi kiri ranjang inapnya dan menemukan Tania berdiri dengan setia di sana sambil melihat aksinya dan Edgar, ia mendorong d**a Edgar menjauh untuk melepaskan kontak fisik mereka.
"Tania, maaf aku tidak melihatmu." ucap Rachelta malu.
"Tidak apa-apa, sepertinya aku yang mengganggu kalian." balas Tania tidak enak dengan situasi saat ini.
"Aku akan memberi tahu keluarga dan membuat pesta untuk kehamilanmu." ucap Edgar dengan antusias.
Rachelta hanya mampu melihatnya sambil tersenyum. Melihat Suaminya yang begitu bahagia mendengar kabar ini, membuat harinya menjadi tenang.