Ken membuka pintu mobil di sebelahnya.
"Ayo kita turun sebentar," ajaknya pada gadis yang tadi sempat dia lihat identitasnya bernama Danisha.
Dengan ragu-ragu akhirnya Danisha turun dari mobil, berjalan mengekori Ken dan dua orang satpam tadi. Danisha menunduk dalam tak berani mengangkat wajahnya.
Saat jarak mereka sudah dekat dengan pos security Ken melihat ada beberapa orang sedang bergerombol di sana. Ada sekitar sepuluh orang bapak-bapak dan empat orang ibu-ibu. "Ada apa ini?" Ken bertanya-tanya dalam hati.
Orang-orang tampak menatap Ken dan Danisha. Ibu-ibu pada berbisik-bisik dan mampu didengar oleh Ken. "Anak jaman sekarang kelakuan sudah tak bermoral. Tak peduli tempat yang penting seneng."
Dan masih ada beberapa kata-kata yang mereka lontarkan. Ken yang mendengarnya agak sedikit bingung dan tak mengerti tentang ucapan mereka. ‘Apa sebenarnya maksud omongan mereka.’ Ken bertanya dalam hati.
"Silahkan kalian masuk ke dalam dulu," ucap salah seorang satpam sambil menarik dua kursi untuk Ken dan Danisha.
Ken pun menurut meski pikirannya berkecamuk. Pria itu melirik Danisha yang masih saja menunduk.
"Ayo kita masuk," ajakan yang dia lontarkan pada Danisha. Gadis itu pun menurut. Masuk dan duduk di samping Ken.
Tak berapa lama datang dua orang bapak-bapak berkumis, menghentikan sepeda motor maticnya di depan pos security. Beberapa orang yang bergerombol di sana menyapa mereka.
"Selamat malam Pak Lurah, Pak RT. Ini dua orang yang tadi saya ceritakan." Salah seorang security mempersilahkan bapak-bapak itu untuk masuk ke dalam pos.
Pak Lurah duduk di hadapan Ken dan Pak RT duduk di sebelahnya.
"Selamat malam, perkenalkan saya Hadi Lurah di kampung ini dan ini Pak Rusman ketua RT perumahan ini." Pak Lurah memperkenalkan diri dan mereka berdua mengulurkan tangan pada Ken.
"Saya Ken, Pak. Eum ... sebenarnya ini ada apa, ya, Pak kalau saya boleh tahu? Kenapa kami diminta datang ke sini dan ini kenapa ada banyak orang di sini?" Keean menunjuk beberapa orang yang masih bergerombol di sekitar pos.
"Jadi begini ... mereka adalah warga perumahan dan ada juga yang tinggal di kampung depan perumahan ini. Tadi saya dapat laporan katanya ada beberapa warga yang memergoki ada orang asing yang sedang berbuat hal tak senonoh di dalam mobil yang diparkir tak jauh dari pos satpam."
"Maksud Pak RT apa, ya?" Ken semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Pak Rusman.
"Bapak-bapak yang ada di sini ini mereka tadi melihat Anda ada di dalam mobil sedang ... ah, bagaimana saya ngomongnya."
"Maaf sebelumnya, Pak. Tapi saya tidak berbuat apa-apa. Saya hanya ___"
Ucapan Ken belum selesai sudah disela oleh salah satu warga.
"Ngaku aja kalian tadi berbuat mesumm, kan. Kita di sini saksinya."
"Iya betul. Kita semua juga lihat kalian peluk-pelukan," ucap bapak satunya lagi. Yang juga di-iyakan oleh mereka semua.
"Sabar-sabar bapak-bapak ... ibu-ibu. Jangan ribut. Kita selesaikan masalah ini baik-baik," ucap Pak Lurah menenangkan warganya.
"Jadi begini, mereka itu tadi kebetulan lewat di jalan ini. Awalnya hanya Pak Nardi tadi yang melihat kalian," jelas Pak RT sambil menunjuk salah satu warga yang menggunakan kaos berwarna hitam.
"Iya, tadi saya melihat mereka berduaan deket-deketan juga tarik-tarikan," ucap lelaki bernama Pak Nardi
"Selanjutnya ada lagi warga yang juga menyaksikan kalian. Akhirnya mereka sepakat melapor ke Pak Satpam. Dan melapor ke saya selaku ketua RT di sini. Karena Pak Lurah yang berwenang di kampung ini, jadi saya bawa Pak Lurah sekalian untuk turut hadir di sini," lanjut Pak RT menjelaskan.
"Maaf, bapak-bapak ini hanya salah paham. Kami tidak melakukan apapun. Apa yang kalian lihat tidak seperti apa yang kalian kira." Ken berusaha membela diri.
"Halah, masih aja nggak mau ngaku. Lihat bagaimana berantakannya kalian. Kalau benar tidak terjadi apa-apa kenapa tampilan kalian seperti itu," tuduh salah seorang ibu yang berdandan sedikit menor.
"Sudah ngaku aja nggak usah ngelak. Kita nggak bisa kalian kelabuhi," ucap ibu satunya lagi menimpali.
Dan suara-suara lain dari bapak-bapak juga ikut menghakimi Ken dan Danisha.
Ken mengusap wajahnya frustrasi. Dia melirik Danisha yang rambutnya tampak acak-acakan. Gadis itu masih menunduk dan sepertinya ketakutan. Jika dilihat lagi memang penampilan Danisha tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Itu semua karena ulahnya ketika di dalam mobil tadi. Gadis itu menangis histeris sambil memukuli Ken. Bahkan saat Ken berusaha menenangkan, gadis itu justru semakin meronta-ronta, mencakar dan memukuli Ken dengan membabi buta.
Ken memejamkan mata, lantas berpikir, ‘Pasti orang-orang itu salah sangka padaku. Apa mungkin mereka melihat saat Danisha meronta histeris di dalam mobil. Dan aku ingat tadi memang sempat memeluk gadis itu,’ pikir Ken dalam hati.
Penampilan Ken sendiri juga sudah awut-awutan. Kemeja batiknya sudah lecek. Tangannya ada bekas cakaran. Sepertinya lehernya juga terluka karena Ken merasakan perih di area sana.
"Sudah ... nikahkan saja mereka Pak Lurah, Pak RT. Daripada mereka berbuat mesumm lebih baik dinikahkan saja."
Ken terbelalak tak percaya dengan ucapan salah satu warga yang malah disetujui oleh warga lainnya. Usulan macam itu. Pikir Ken dalam hati merasa tidak terima. Tapi dia tidak bisa mengelak karena kondisi dirinya dan Danisha menambah kerumitan masalah ini.
"Sudah ... sudah kalian tenang. Eum ... Ken apa yang disampaikan warga ada benarnya. Lebih baik kalian menikah saja. Bagaimana pun juga kalian telah merusak reputasi kampung kami. Saya sebagai ketua RT di perumahan ini juga Pak Lurah sebagai ketua kampung bertanggung jawab penuh pada nama baik dan kenyamanan warga. Dan karena ulah kalian berdua nama baik warga jadi tercoreng. Ibaratnya sebuah aib karena kami bisa kecolongan membiarkan orang asing melakukan perbuatan zina di kampung kami."
Ken yang masih tak terima berusaha membela diri. "Tapi, Pak. Apa yang kalian sampaikan tidak sesuai dengan fakta. Kami tidak melakukan perbuatan zina." Ken masih keukeh membela diri karena apa yang mereka tuduhkan tidak sesuai dengan kenyataan.
"Jika melihat kondisi kalian yang seperti ini sudah menunjukkan pada kami jika memang kalian berbuat hal yang tak lazim," ucap Pak RT tidak mau kalah.
"Sudahlah Pak RT. Kita nikahkan saja. Daripada kampung kita kena sial."
"Iya setuju. Kita nikahkan saja."
Mereka semua sudah ramai menghakimi Ken dan Danisha.
***
Setelah debat panjang yang tak berkesudahan sampai hampir tengah malam akhirnya keputusan warga telah bulat yaitu menikahkan Ken dengan Danisha. Saat ini mereka masih berada di dalam pos security komplek perumahan. KTP milik Ken dan Danisha disita Pak RT.
Rencana awal Ken yang ingin mencari alamat Danisha dan Ken yang tak sengaja memarkir mobilnya di depan sebuah kompleks perumahan di area perkampungan, ujungnya berakhir petaka. Ken dipaksa menikah dengan gadis yang tidak dikenalnya. Bahkan saat ini si gadis masih menangis. Ken sempat berpikir jika ada yang tidak beres pada gadis itu. Mungkin saja sebuah trauma jika melihat betapa gadis itu tadi begitu histeris dan ketakutan.
Tak seberapa lama datanglah seorang pria setengah baya dengan dua orang perempuan yang turun dari mobil dan segera menghampiri gadis yang bernama Danisha.
"Eyang!" Danisha menangis memeluk Eyang putrinya.
"Ada apa ini sebenarnya?" Wanita berusia lebih dari enam puluh tahun yang merupakan eyangya Danisha bertanya pada Pak RT dan Pak Lurah.
Dan mengalirlah cerita dari Pak RT kepada wanita tersebut. Eyang hanya bisa mengangguk dan pasrah menerima kenyataan serta keputusan yang telah diambil warga.
Eyang menoleh pada lelaki yang tadi memperkenalkan diri bernama Ken. Eyang bisa melihat jika lelaki yang membawa cucunya ini adalah lelaki yang baik. Oleh karenanya, Eyang menyetujui jika Danisha dinikahkan paksa dengan Ken meski Eyang masih sedikit khawatir dengan kondisi Danisha.
"Nak ... apa kamu bersedia menikahi cucu saya?" tanya Eyang pada Ken. Bagaimana pun juga ini semua sudah terjadi. Ada rasa marah, kecewa, sedih saat mengetahui cucu kesayangannya harus mengalami nasib disidang di kampung orang dan mendapat hukuman seperti ini.
"Iya. Saya bersedia." Ken menjawabnya dengan suara yang berat tanda dia juga keberatan dengan keputusan warga yang mengharuskannya menikahi Danisha.
"Terima kasih, Nak." Eyang merasa lega mendengar jawaban Ken.
Tadi Pak Tejo sopir pribadi Eyang mencari Danisha, tapi tidak ketemu. Padahal sesuai janji mereka akan bertemu di minimarket yang tak jauh dari rumah teman Danisha. Saat Pak Tejo menelepon, Danisha hanya bilang agar membawa eyang ke tempat di mana dia sekarang berada. Sejak dari rumah tadi Eyang sudah merasa tidak tenang akan apa yang terjadi pada Danisha. Dan ternyata apa yang ditakutkan Eyang terjadi. Cucu kesayangannya harus menikah karena digrebek warga sedang berduaan dengan lelaki yang bahkan tidak dikenal.
***
Ken sedang perjalanan kembali ke hotel. Tadi Dio sempat menelepon dan bertanya sedang berada di mana dia sekarang. Ken hanya bisa mengatakan jika dia sedang berjalan-jalan keliling kota. Sejujurnya Ken sedang banyak pikiran pasalnya besok pagi dia harus menikahi gadis yang baru saja ditemuinya tadi. Sedikit cerita dari Eyangnya Danisha membuat Ken merasa shock. Ternyata benar dugaannya tadi jika Danisha pernah mengalami trauma hingga gadis itu bertindak di luar batas kewajaran. Danisha akan ketakutan jika berada di dekat lelaki asing.
Sampai di hotel tempatnya menginap, Ken menuju kamar yang ditiduri oleh bundanya.
"Bun ... sudah tidur belum?" Ken mengetuk kamar Bunda Anyelir begitu dia berdiri di depan kamar sang bunda.
Tak berapa lama pintu dibuka dan muncullah sosok bunda yang begitu dicintai olehnya. "Baru pulang? Habis dari mana, Ken? Tadi Dio nyariin. Ayo masuk jangan berdiri di situ." Bunda Anyelir membuka pintu lebih lebar agar putranya bisa masuk. Bunda Anyelir dapat melihat aura tak biasa dari wajah putranya seperti sedang ada masalah berat.
"Ada apa? Apakah ada masalah?" Bunda bertanya saat Ken sudah duduk di sofa.
"Bun. Besok dampingi Ken, ya?" Ken menggenggam tangan bundanya.
"Mendampingi ke mana, Ken?"
"Besok Ken mau menikahi seorang perempuan. Jadi Bunda harus mendampingiku."
"Ngomong apa kamu?"
"Bun ... Ken capek sekali. Ken akan ceritakan semuanya besok."
"Bunda masih tidak mengerti. Apa maksudnya menikah. Jangan bercandain Bunda."
"Ken tidak sedang bercanda, Bun. Sekarang Bunda tidur, ya. Ken juga ingin istirahat. Ken janji besok pagi akan menceritakan semuanya pada Bunda." Ken berdiri dan mengecup pipi Bunda Anyelir sebelum pergi meninggalkan bundanya yang masih sibuk mencerna ucapan putranya.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Danisha Revaldy binti Revaldy dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar satu juta rupiah dibayar tunai." Dengan sekali tarikan napas, Ken mampu mengucapkan ijab qobul di hadapan semua orang dengan lancar.
"Bagaimana para saksi. Sah ... "
"SAH .... " Teriak semua yang hadir dalam pernikahan ini.
"Alhamdulillah." Kemudian seorang penghulu membacakan doa untuk kedua mempelai.
Bersambung