Berita duka yang tidak terduga. Ayah Dizka harus pergi meninggalkan keluarga untuk selamanya. Selena dan Cintya selalu mendampinginya selama prosesi pemakaman.
"Diz, mungkin ini jalan yang Tuhan berikan untuk papa kamu. Perannya di dunia sudah selesai jadi kamu harus ikhlas," kata Selena.
"Kita akan selalu ada buat lo, jangan bersedih lagi kita akan selalu bersama." Cintya yang berjongkok di kiri Dizka pun memeluk sahabatnya. Selena juga melakukan hal yang sama.
"Thank you kalian sudah ada di sisi gue."
Selesai dari pemakaman, Selena dan Cintya mengantar Dizka ke rumah. Tidak ingin mengganggu waktu istirahat keluarga Dizka, mereka pun pamit pulang.
Sampai di rumah Selena merasa lelah. Rasa sedih merasuk saat mengingat sahabatnya menangis tadi.
"Pemakamannya sudah selesai, Sayang?" tanya Ara yang sedang menggandeng tangan Daffa yang baru pulang sekolah. Seminggu yang lalu Daffa menginap di rumah neneknya--keluarga Ara--dan baru pulang kemarin sore.
"Kakak mau dimakamkan?" tanya Daffa sembari melepas topinya.
"Huss, ngawur. Jangan bicara sembarangan kamu. Ayah dari teman kakak ada yang meninggal," kata Selena membuat Daffa mengangguk.
"Oh, temannya meninggal," gumam Daffa dengan suara rendah dan pelan sampai Ara pun tak mendengar.
Ara segera melepas seragam putra bungsunya. Seperti biasa Daffa akan berlari ke kamarnya tanpa atasan.
"Nemu anak itu di mana sih, Ma? Lebih aman dia di rumah nenek."
"Jangan bilang seperti itu, dia adik kamu."
"Tapi nyebelin."
"Kapan kamu mulai belajar? Sudah selesai ospek belum?"
Ara menyampirkan seragam Daffa ke bahunya lalu menuangkan air ke gelas. Rasa haus yang sedari tadi ia tahan kini terobati.
"Sudah, Ma. Besok mulai belajar. Mama tahu gak kalau Dizka terancam pindah kampus. Dia sempat bilang kalau rumahnya di sini akan dijual. Aku sedih dengernya."
Ara menghampiri Selena. "Terus kamu mau dia tetap kuliah di sini dan jauh dari keluarganya? Sayang, kita mungkin berharap orang yang kita sayangi ada di sisi kita selalu, tapi ingat kita tidak akan bisa memaksa mereka untuk tetap tinggal. Kadang keadaan yang memisahkan kita dari mereka."
Ara menggenggam tangan Selena. "Sekarang teknologi makin canggih, kamu bisa kasi kabar ke dia kapan pun."
"Iya, Ma, Selena paham."
"Mama kok gak ada baju spiderman Daffa?" teriak si bungsu dari anak tangga.
"Kayaknya mama setuju sama kamu, lebih baik Daffa di rumah nenek," ucap Ara membuat Selena menahan tawa.
"Iya sebentar mama carikan," sahut Ara lalu beranjak dari duduknya.
Selena kembali termenung. Ponselnya berdering membuat hayalan gadis itu buyar, terlebih ketika nama yang tertera pada layar membuat Selena merasa berada di dunia mimpi.
"Anthony?" gumamnya menyebut nama si penelepon. Selena memperbaiki rambutnya yang berantakan. Walau ia tahu Anthony tidak akan melihat wajahnya, tapi Selena lebih percaya diri saat berpenampikan cantik.
"Ha ... Halo?" Jantungnya berdebar kencang mendengar suara berat pria di seberang sana. Selena ingin berteriak, tapi coba ia tahan.
"Ayah Dizka meninggal, ya? Aku turut berduka. Kamu sudah ke pemakamannya?" tanya Anthony.
Selena mengangguk. Suaranya tercekat karena kaget.
"Halo Selena," panggil Anthony.
"I-iya sudah. Aku baru pulang dari pemakaman. Nanti akan aku sampaikan ke Dizka ucapan belasungkawanya."
"Terima kasih. Aku baru tahu kabarnya dari group kelas dulu."
"Ah, iya. Dizka memang tidak mau ngabarin tentang kepergian ayahnya."
"Tapi kamu baik-baik saja, 'kan?"
Jantung Selena berdebar-debar. Ia tidak yakin Anthony sedang mengkhawatirkannya. Senyum di wajah tidak bisa ia sembunyikan.
"Aku baik-baik saja," jawabnya.
"Bgaimana dengan keadaan Cintya?"
Senyum Selena seketika redup. Ia pikir Anthony hanya mengkhawatirkan dia seorang, tapi juga Cintya.
"Dia baik," jawabnya lemas.
"Bagus kalau kalian baik-baik saja. Aku tutup teleponnya"
Sambungan terputus membuat Selena kembali termenung. Kenapa perasaannya masih mengharapkan Anthony yang jelas-jelas tidak menyukainya. Berapa kali pun ia menolak kehadiran Anthony, tapi hatinya terus memanggil nama itu.
"Kapan perasaan ini akan reda? Aku lelah terus mengharapkannya," gumam Selena.
**
Anthony mengacak rambutnya kesal. Ia merutuki diri kenapa harus menelepon Selena. Dorongan keinginan itu membuat ia malu. Bagaimana kalau Selena salah paham?
"Harusnya aku tidak menanyakan Cintya juga," gumamnya. Helaan napas panjang kembali ia lepaskan untuk sekian kali.
Pintu kamarnya terbuka. Audrey masuk membawa bantal guling dan selimut yang kepanjangan melilit tubuh.
"Audrey?" panggil Anthony.
"Iya?" sahutnya sambil naik ke tempat tidur.
"Kamu ngapain?"
"Aku mau tidur."
"Kamu punya kamar sendiri, kenapa gak tidur di sana?" tanya Anthony sambil bersidekap.
"Kakak saja yang tidur di sana. Aku mau di sini. Aku duluan yang tidur, jadi kasur ini milikku," jawab Audrey membuat kakaknya memijit kening.
Berdebat dengan adiknya tidak akan berpengaruh. Anthony memilih mengalah lalu keluar dari kamarnya. Entah kenapa ia tidak memiliki energi untuk menggendong adiknya keluar dari kamar. Seperti biasa.
"Sudahlah ngalah saja sekali-kali," gumamnya lalu membuka kamar Audrey.
Anthony terdiam melihat kamar adiknya yang penuh boneka. Di atas tempat tidur hampir tidak ada tempat untuknya berbaring. Lemari kaca yang ada di dekat pintu pun sudah sesak dengan boneka. Benar saja Audrey lebih nyaman tidur di kamar kakaknya.
"Kalau kayak gini aku juga gak mau tidur di sini."
Malam ini tidak ada pilihan bagi Anthony. Terpaksa ia merebahkan tubuhnya di antara boneka-boneka itu. Siapa yang peduli dengan boneka sialan itu. Hanya perlu memejamkan mata untuk bisa terlelap.
**
Selena yang baru membuka ponsel saat sampai di kampus seketika dibuat tercengang. Group kelasnya waktu SMA yang selama ini sepi tiba-tiba ramai membuat Selena penasaran.
Baru membuka obrolan, Selena sudah disajikan screenshoot foto Anthony yang tidur diantara boneka. Yang membuat temannya heran adalah jumlah bonekanya yang cukup banyak ditambah caption "Aku diantara boneka". Banyak guyonan yang mereka lemparkan, bahkan tidak tanggung-tanggung ada yang meng-editnya menjadi meme dan stiker.
Selena penasaran dengan foto itu lalu melihat daftar story kontaknya. Kembali ia dibuat kaget saat melihat nama Anthony ada di daftar itu. Saat di klik seketika membuat Selena tertawa. Foto itu bukan editan, tapi memang asli foto Anthony.
"Imut banget. Ternyata dia suka boneka?" ucap Selena berusaha untuk menahan tawa. Dizka dan Cintya datang menghampiri Selena. Dua sahabatnya pun ikut membicaran Anthony.
"Jangan-jangan dia sengaja ngejauhin cewek-cewek biar gak ada yang tahu dia mengoleksi boneka," duga Cintya yang membuat Selena dan Dizka mengedikkan bahu.
"Tapi kayaknya itu bukan kerjaan Anthony. Ada orang yang sengaja upload pakai hp dia," ucap Selena. Ia pun penasaran siapa orang iseng itu. Begitu juga dengan teman-temannya yang juga penasaran.
"Teman-teman sebenarnya aku mau bilang sesuatu," ujar Dizka membuat tawa kedua temannya berhenti.
"Kamu baik-baik saja, Diz?" tanya Selena membuat Dizka menggeleng.
"Aku lagi hancur. Aku harus pergi ninggalin kalian."
Selena dan Cintya saling bertatapan lalu memeluk Dizka.
"Lo pasti kuat jalanin hidup baru. Kalau lo butuh teman curhat lo bisa hubungi kita di group," ucap Cinta lalu melepas pelukan.
"Sebenarnya gue punya satu permintaan sebelum pergi."
"Permintaan apa?" tanya Selena dan Cintya bersamaan.
***