STOP CALLING ME DADDY!

1206 Kata
"Maura, apa kamu sudah selesai?" "Ya, sebentar, Yah!" "Aku tunggu kamu di mobil aja ya. Kalo bisa sih agak cepetan, biar nanti pas di jalan kita gak kebagian macet." "Iya, Yah. Maura nyusul sebentar lagi!" Setelah mendengar sahutan sang gadis, Indra pun memutuskan untuk melenggang ke arah mobil dan menunggu Maura di dalam mobilnya saja. Ia harap sih Maura segera datang supaya mereka bisa langsung berangkat tanpa perlu terjebak oleh macet sepanjang perjalanan. Pria itu sudah duduk anteng di belakang kemudi. Sembari menunggu Maura datang menyusul, Indra pun memilih untuk mengecek beberapa hal yang wajib ada di dekat jangkauannya selama dirinya mengemudi nanti. "Aku harap tidak ada satu hal pun yang kurang yang harus selalu ada di dekatku selama perjalanan berlangsung nanti. Sebab jika salah satunya tidak ada, maka mungkin aku harus segera mengadakannya agar perjalanan yang kutempuh ini selalu lancar tanpa hambatan," gumamnya memulai mengecek. Hal pertama yang wajib ada di dekatnya adalah ponsel. Karena ponsel merupakan barang paling penting yang akan ia gunakan ketika dirinya perlu menghubungi seseorang yang sekiranya hendak ia tanyai mengenai kegiatan yang akan dilakukannya di tempat yang ditujunya nanti. Untungnya, Indra sudah menyeting ponselnya di atas dashboard mobil ditambah dengan earphone bluetooth yang sudah ia pasang di salah satu telinganya. Supaya jika ada telepon masuk, ia bisa langsung menekan tombol jawab dan suara si penelepon pun dapat tersambung langsung pada earphone yang dipakainya. Kedua, persediaan air mineral. Ya, mengingat ia akan melakukan perjalanan yang cukup jauh dari lokasi rumahnya, Indra pun selalu mewajibkan banyak minum karena posisinya yang duduk berkemudi biasanya akan berimbas pada nyeri pinggang dan punggung andai Indra tidak mencukupi kebutuhan minumnya. Dan beberapa botol air mineral berkemasan biru tersebut tentu sudah Indra siapkan di jok belakang sana. Sehingga ketika botol air yang ada di dekat jok kemudinya sudah habis, maka pria ini pun bisa langsung meminta Maura untuk mengambilkan botol yang baru. Ketiga, stok permen yang ada kandungan kopinya. Barang ketiga ini sangat wajib untuk dia kantongi. Bagi Indra, mengemut permen rasa kopi ketika berkemudi dapat menghilangkan rasa kantuk selama perjalanan ditempuh. Untuk itu, Indra akan selalu membutuhkan permen tersebut dan tentu saja sudah ia siapkan cukup banyak di dalam masing-masing saku celananya. "Astaga... Maura kenapa lama sekali sih. Entah apa yang dia kemas di dalam tasnya. Padahal aku sudah memberitahukannya bahwa ia hanya perlu membawa sedikit barang saja agar tidak terlalu berat saat dijinjingnya nanti. Tapi mungkin sudah menjadi kebiasaan para wanita, setiap diajak pergi, pasti selalu ada banyak benda yang wajib dimasukkan ke dalam tasnya. Entah itu, beberapa potong pakaian yang sebelum dimasukkan ke dalam tasnya harus dipilih-pilih agak lama dulu, skin care yang dirasa sangat penting untuk dia ikutsertakan juga dan tektek bengek lainnya yang menurutku pribadi tidak perlu dibekal pun biasanya akan selalu dibawa juga oleh kaum wanita. Huft... Sungguh sangat ribet jadi wanita itu," celoteh Indra di tengah keluh kesahnya yang menunggu Maura tak kunjung muncul. Hingga di detik Indra yang sudah merasa perlu mengingatkan sang gadis agar segera datang menyusul, barulah Maura muncul bersama koper merah mudanya yang digeret menuju keluar. Melihat itu, Indra pun refleks menepuk dahinya. Padahal mereka hanya akan pergi ke Anyer selama tiga hari saja, tapi mendapati barang bawaan sang gadis yang sekoper begitu, Indra seperti merasa bahwa mereka akan berlibur selama satu minggu saja. *** Sesuai informasi lengkap yang sudah disampaikan kembali oleh Belia, rupanya peserta workshop boleh membawa satu atau dua orang kerabat apabila mereka ingin mengikutsertakannya. Akan tetapi, ketika jadwal workshopnya itu sendiri berlangsung, peserta tidak diperkenankan untuk membawa serta kerabatnya masuk ke aula yang sudah disediakan hanya untuk para peserta workshop semata. Sekiranya, begitulan informasi yang sudah Indra terima dari pegawai kepercayaannya. "Hari ketiga di Anyer, aku akan mengikuti semacam seminar khusus untuk para pengusaha di berbagai bidang. Mungkin akan memakan waktu setengah hari, tergantung durasi yang diatur oleh para kru yang bekerja. Selama aku mengikuti workshop bersama peserta lainnya, aku harap kamu gak akan merasa bosan ya, Ra. Gak usah khawatir... Kayaknya bakal ada banyak kerabat para peserta juga yang akan bernasib sama sepertimu. Menunggu kami sampai acara workshopnya sendiri hingga selesai. Mungkin kamu bisa bermain-main sendiri di sekitar penginapan. But, selalu hati-hati ya selama aku gak di dekatmu. Jangan coba-coba main di sekitar jembatan yang condong ke tengah pantai. Bahaya! Pokoknya, kamu harus pandai menjaga diri selama aku ada di aula," tutur Indra mewanti-wanti. "Iya, Yah. Tenang aja. Maura akan selalu berhati-hati selama Ayah sedang mengikuti acara workshop-nya. Makasih ya, Yah. Karena Ayah udah bersedia mengajak Maura untuk pergi berlibur ke Anyer. Ya walaupun konteksnya gak sepenuhnya berlibur sih, tapi tetep aja... Ayah udah mau mengikutsertakan Maura ke Anyer aja Maura udah seneng. Lagipula, rasanya Maura pun udah lama juga gak liburan. Tapi berkat ajakan Ayah, akhirnya Maura bisa liburan juga walau dicampur sama kegiatan kerjanya Ayah," ucap Maura nyengir lebar. Indra merasa bersyukur karena setidaknya, kini raut wajah Maura sudah sedikit lebih bersinar lagi daripada sebelum-sebelumnya. Minimal, gadis ini sudah bisa tersenyum kembali setelah beberapa waktu yang lalu dirinya hanya menangis saja meratapi nasib yang menimpanya. Indra pun berharap, semoga Maura tidak mengalami peristiwa-peristiwa yang membayahakan dirinya lagi di masa mendatang. Sudah cukup rasanya ujian yang dia terima. Untuk itu, Indra pun memanjatkan doa agar supaya Maura hanya tinggal diberi kebahagiaan di tengah kehamilannya yang semakin ke sana akan semakin menonjol. Dan ya... Berkat Makaroni Schotel yang Indra buatkan kemarin, suasana hati Maura pun berubah membaik. Meski sang gadis belum meminta dibuatkan lagi, tapi Indra berjanji, sepulangnya mereka dari Anyer nanti, Indra akan membuatkan Maura makaroni schotelnya lagi. Mungkin nanti porsinya harus ditambah. Sebab ketika Indra membuat 4 potong pun, Maura seperti belum merasa kenyang meski dirinya menunjukkan rasa puasnya tersendiri. "Oh ya, Maura. Terima kasih ya, karena kamu sudah berkenan untuk aku ajak ikutserta ke lokasi workshop. Tapi sebelumnya, ada satu permintaan yang akan aku layangkan kepadamu. Aku harap sih kamu mau memenuhi permintaanku ini," gumam Indra setengah meragu. "Tentang apa itu, Yah?" lirik Maura bertanya. Untuk sesaat, Indra tak langsung menjawab. Sejujurnya, ia merasa sangat takut kalau Maura akan kembali menolak melakukan permintaannya ini. Akan tetapi, Indra harus tetap mengutarakannya walau hasilnya tak sesuai yang diinginkannya kelak. Ya, setidaknya, Indra harus mencoba. Sebab jika tidak dicoba, Indra pun tidak akan pernah tahu respon Maura seperti apa. Terlepas dari apakah sang gadis berkenan atau tidak, Indra pikir itu urusan belakangan. Maka setelah sempat menarik napasnya dalam-dalam dan Indra pun mengembuskannya dalam satu desahan yang agak panjang, ia pun balas melirik sekilas dan berkata, "Berhentilah memanggilku dengan sebutan Ayah, Maura. Karena mau bagaimanapun aku ini bukan ayahmu lagi. Aku hanya seorang pria single yang kebetulan diutus Tuhan untuk membesarkanmu. Jadi aku mohon padamu, Maura. Belajarlah untuk menerima kenyataan ini. Kamu bisa memanggilku dengan sebutan yang lebih santai dari sekadar Ayah. Plis, Maura... Jangan bebani aku lagi dengan status seorang Ayah. Karena jika aku adalah ayahmu yang sebenarnya, maka mungkin aku akan lebih bisa memantaumu dan menghindarkanmu dari kejadian lalu yang menyebabkanmu seperti sekarang. Ya, Maura... Berhentilah memanggilku Ayah! Aku mohon," cetus Indra mengiba. Paling tidak, Maura harus sudah bisa merelakan Indra untuk tidak lagi disebutnya Ayah. Seperti yang sudah lebih dulu Indra lakukan terhadap Maura. Sejak ia memutuskan untuk menguak tabir besarnya di masa lalu, ia pun bertekad untuk tidak lagi memposisikan dirinya sebagai seorang ayah di kehidupan sang gadis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN