“Lo nggak makan siang, Gree? Ini udah jam makan siang loh,” ucap laki-laki yang berada di depannya dengan tatapan tajam.
Greesa menghembuskan napasnya perlahan, ia menutup berkas yang ada dihadapannya. “Kerjaan gue masih banyak, Ra, lo duluan aja deh makan siangnya. Nanti gue nyusul, Pak Aksa juga belum keluar dari ruangannya masih banyak juga kerjaannya. Lo duluan aja deh, gue gampang nanti."
“Lo juga butuh isi nutrisi, Greesa, kalau lo kerja terus ntar bisa sakit. Udah sekarang ayo makan siang sama gue, ntar si Aksa sekalian lo beliin deh biar dia makan di ruangannya sambil kerja. Jangan terlalu memfosir tenaga lo,” jawab Sagara dengan menatap Greesa sengit.
“Nggak bisa, Sagara, gue sebentar lagi ikut Pak Aksa rapat di luar. Sekalian makan siang mungkin nanti, udah lo tenang aja gue pasti makan siang kok nggak usah khawatir sama gue. Harusnya lo mikirin kesehatan lo sendiri, Ra, lo juga perlu makan siang, badan lo juga butuh nutrisi buat bisa ngerjain tugas-tugas lo. Sekarang lo cari makan siang gih nggak usah nungguin gue, ntar gue cari makan siang juga kok.”
Sagara mengangguk pasrah, ia akhirnya meninggalkan Greesa yang menolak ajakannya makan siang bersama. Perempuan itu kembali berkutat pada tumpukkan berkas dan layar monitor laptopnya.
“Gree, berkas yang saya minta tadi udah selesai?” Suara Aksara membuat perempuan tersebut terkejut bukan main, Greesa mengelus dadanya perlahan.
“Udah, Pak, maaf tadi belum saya kasih ke Pak Aksa.” Greesa menyodorkan dua berkas kea rah Aksara.
Aksara terkekeh kecil, ia menerima berkas tersebut, “Maaf, kamu kaget ya? Oh iya, Gree, tungguin saya sebentar ya mau ambil kunci mobil dulu. Rapatnya diundur sekitar jam dua, kita berangkat sekarang aja sambil nunggu bisa makan siang. Kamu pasti juga lapar kan, butuh asupan.”
“Baik, Pak. Berkasnya biar saya aja, Pak, yang bawa.” Aksara mengangguk.
“Terus tadi ngapain diambil, Pak, kalau ujung-ujungnya saya yang bawa. Emang nih Pak Aksa ribet banget, segala nggak sekalian dibawa kuncinya mobil. Kan kalau mau berangkat sekalian aja dibawa kuncinya, daripada bolak-balik kek gini. Hemat tenaga dong, Pak.” Batin Greesa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Aksara kembali masuk ke dalam ruangannya.
###
“Sagara kenapa nggak diajak sekalian, Pak, soalnya tadi dia ngajak saya buat makan siang bareng. Karena udah janji sama Pak Aksa ya saya tolak deh, kasihan dia sendirian keknya.” Aksara melirik Greesa sebentar lalu berdehem kecil.
“Dia nggak ikut rapat kali ini, Gree, kan udah ada kamu. Lagian yang jadi sekretaris saya itu kamu, jadi kalau udah ada kamu kan udah cukup. Sagara itu juga udah ada tugasnya sendiri, dia mewakili saya kalau lagi ada urusan ke luar kota atau ke luar negeri. Paling dia sama karyawan lain yang ada di sini, kamu nggak usah khawatir nanti sore kita kan bisa makan bareng lagi.”
Greesa tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan semangat, mereka berjalan beriringan menjadi sorotan oleh karyawan dan karyawati di sana. “Ada yang salah ya, Pak, dari pakaian saya? Kok semua pada lihatin saya sih?”
“Mereka lihatin kamu itu karena mereka iri sama kamu, Gree, bisa deket sama atasan mereka. Karyawati di sini pengen berada diposisi kamu sekarang tapi mereka nggak bisa, apalagi kita bisa jalan berdua kek gini pasti nanti banyak berita miring tentang kita berdua. Jadi kamu harus terbiasa sama mereka semuanya ya,” bisik Aksara dengan mengacak-acak rambut Greesa hampir semua karyawati di sana menjerit histeris.
“Apa sih, Pak Aksa? Lihat tuh mereka kek cacing kepanasan,” ucap Greesa dengan terkekeh. Dengan telaten Aksara membukakan pintu mobil untuk Greesa, nampaknya laki-laki tersebut ingin sekali karyawatinya mikir yang enggak-enggak tentang hubungan mereka berdua.
Mobil melaju meninggalkan bangunan megah tersebut, Greesa menghembuskan napasnya perlahan semua rasa penatnya seakan memudar sedikit demi sedikit. “Pusing banget ya, Gree? Apa beli obat dulu aja?”
“Nggak usah, Pak, lagian ini cuma pening biasa. Dari dulu kalau kelamaan di depan komputer atau laptop emang suka pusing,” jawab Greesa dengan tersenyum kecil.
“Beneran nih, Gree? Kita mampir apotik aja dulu, beli obat ya? Kamu kok nggak pakek kaca mata? Apa ke optik aja, beli kaca mata?” Greesa menggelengkan kepalanya kuat.
“Kita langsung ke restorannya aja, Pak, saya nggak papa kok. Nggak usah khawatir, Pak, mending fokus sama jalan aja.”
Aksara akhirnya menyerah, ia menganggukkan kepalanya. Gadis di sampingnya ini memang terlihat sangat sederhana sekali, wajahnya bersih dan cantik dengan sentuhan make up tipis. Tak mungkin jika tak ada yang jatuh hati pada paras ayu seorang Greesa, semua terlihat sempurna dari gadis mungil ini. Nampak tak ada cela kekurangan sama sekali, tak dipungkiri bibir Aksara menyunggingkan senyuman tipis. Di ruang yang begitu dalam, ada setitik dingin yang kemudian meluruh tiba-tiba seiring dengan kehangatan yang menyapu.
“Kamu gimana, Gree, udah enakan kan hatinya?”
Greesa menoleh lalu tersenyum canggung. “Percuma juga kan, Pak, kalau saya masih mikir orang yang nggak pernah mikirin saya. Jadi, menurut saya lebih baik nggak buang-buang waktu buat mikirin dia, saya mencoba ikhlas dan merelakan. Tuhan sudah memberi petunjuk pada saya kalau dia itu sebenarnya nggak baik buat saya dan saya bersyukur sekali petunjuknya itu datang sebelum langkah saya terlalu dalam. Saya nggak bakal bisa bayangin kalau dia selingkuh pas status kita udah suami istri, pasti ada banyak hati yang terluka. Tuhan masih sayang banget sama saya, Pak, jadi dibongkar semua ternyata selama ini dia itu banyak selingkuhannya. Nyatanya pas saya belanja itu dia udah jalan sama cewek yang beda lagi, emang ya cowok kalau udah mapan nggak bakal cukup sama satu cewek aja.”
“Kamu nggak boleh ngomong gitu, Greesa, nggak semua cowok kek gitu kok. Di dunia ini cowok nggak cuma satu spesies aja, kan saya juga udah pernah bilang kan. Kamu sekarang itu hanya salah hati untuk jatuh cinta, masih ada banyak waktu untuk kamu menemukan laki-laki yang tepat untuk kamu kasih cintamu. Belum bukan berarti tidak ada,” ucap Aksara dengan menoleh ke arah Greesa yang terlihat tak baik-baik saja.
“Pak Aksa pernah patah hati terdalam nggak?”
“Sebagai makhluk hidup dan saya normal tentunya pernah dong, Gree, gini-gini saya masih disebut sebagai manusia. Masalah patah hati saya udah jadi alumni, Gree, lulusan cumlaude. Tapi saya biasa aja sih, bagaimana pun saya harus bisa ngontrol semuanya kalau nggak ntar saya bisa gila. Kamu juga harus bisa ngontrol, Gree, dengan siapa kamu berteduh dan dengan siapa kamu harus jadi sinar mentari. Nggak semua bisa menjadi tempat teduh kamu, nggak bisa semua orang kamu orang percaya gitu aja. Bayangan kita sendiri aja bisa ninggalin kita kalau pas gelap,” jawab Aksara santai dengan tersenyum miris.
“Kadang-kadang nggak ada yang bisa kamu percaya selain diri kamu sendiri, Gree, itu makanya kamu kadang-kadang harus bisa sendiri dan mandiri dalam situasi dan kondisi apa pun. Kamu punya kekuatan sendiri di dalam diri kamu tanpa kamu sadari,” lanjut Aksara dengan mematikan mesin mobilnya.