7. Nekat

1483 Kata
Drrrrtttt.... Kak Clarissa Panggilan Suara w******p. Rachel langsung antusias mengangkat telepon dari kakak perempuannya. semenjak menikah dengan Alexander, Clarissa tak pernah menghubunginya, Rachel tahu, Clarissa memusuhinya karena tidak memberi penolakan atas keputusan Alexander untuk menikahinya. Rachel tak ambil pusing, ia pikir dirinya sama sekali tak bersalah. Dengan santai, Rachel melakukan pijatan kecil di wajahnya, seraya menjepit ponselnya di antara bahu dan daun telinganya. Sebagai seorang Model, penampilannya dituntut untuk sempurna dan cantik. jadi ketika sedang senggang berada di Mansion milik orang tua Alexander, Rachel memanfaatkannya dengan melakukan perawatan wajah sederhana ala tangannya sendiri. "Hallo kak Clarissa?" Rachel menyapa lembut. "Rachel, tolong aku dek," terdengar suara panik Clarissa melalui panggilan suara. "Ada apa kak?, kenapa suara kak Clarissa seperti sedang panik?" Rachel bertanya serius. ia sampai menghentikan kegiatannya yang sedang membersihkan wajahnya. Dirinya memang baru saja selesai mandi pagi hari. "Kesini sekarang! aku sangat membutuhkanmu. aku ditagih sama Bos Rentenir. dia membawa anak buahnya menemuiku di Rumah Sakit, aku tidak berani meminta tolong pada kak Erland apalagi Mama. kumohon cepatlah kesini Rachel bantu aku. kedatangan mereka merusak reputasiku sebagi seorang dokter," desak Clarissa meminta bantuan. Rachel seketika berdiri dari duduknya, merasa terkejut akan ucapan kakak perempuannya. sejak kapan kakak perempuannya memiliki keberanian meminjam uang pada orang mengerikan semacam itu. padahal kelihatannya semua kebutuhannya selalu dicukupi oleh Erland ataupun sang mama yang mengelola bisnis Perhotelan milik mendiang Brivan. tidak seperti dirinya, yang selalu berusaha sendiri tanpa meminta bantuan meskipun keluarganya kaya. "Apa?!!, tapi kenapa? untuk apa kak Clarissa sampai meminjam uang dengan Renternir?. tidakkah kak Clarissa memikirkan dampaknya?" cicit Rachel mulai gelisah memikirkan masalah kakak perempuannya. "Kau tidak perlu tahu alasanku, kau hanya perlu tahu berapa nominalnya Rachel!" decak Clarissa bernada sengit. Rachel membuang nafas kasar menghadapi cuitan kakak perempuannya, "Baiklah, berapa nominalnya?" "Satu Milyar," jawab Clarissa santai, sementara Rachel yang mendengarnya sampai tersentak. Mulut Rachel masih menganga mendengar penuturan santai Clarisa, kemudian ia mencoba menarik nafas panjang sebelum menyebut angka sebesar itu baginya, "Satu milyar? uang segitu banyaknya sebenarnya untuk apa kak?" Rachel memijat pelipisnya, mendadak terserang pening memikirkan masalah kakaknya sekarang, bukankah ia seharusnya meminta bantuan pada Erland saja atau Mama yang selalu memfasilitasinya uang? mengapa malah pada dirinya yang tidak memiliki apa-apa? bahkan harga diripun rasanya Rachel tak memilikinya semenjak malam kecelakaan itu. Rachel merasa tak habis pikir tindakan kakak perempuannya yang sangat berani. padahal sepengetahuan Rachel, Erland rutin memberikan uangnya kepada Clarissa, ia terlihat terang-terangan memanjakan Clarissa dibanding dirinya. apa yang kurang bagi Clarissa sampai ia harus membutuhkan uang dalam jumlah sebesar itu. "Ayolah Rachel, suamimu kan Alexander, kekayaannya sangat melimpah melebihi keluarga kita. mengeluarkan satu Milyar bukanlah apa-apa baginya. kau pasti memiliki uang lebih dari itu kan? kau sudah tidur dengannya, pasti dia memberikan banyak hal padamu," terka Clarissa, membayangkan kehidupan adiknya yang mewah dikelilingi banyak uang. padahal kenyatannya, selama ini Rachel selalu menolak uang dari Alexander. untuk kebutuhannya ataupun keperluannya, ia selalu menggunakan uangnya sendiri. kebenciannya membuatnya tidak ingin menerima apapun buah tangan dari pria itu termasuk uang. selagi Rachel mampu, ia akan mengatasinya sendiri tanpa bantuan tangan Alexander. Rachel kini terdiam berpikir mengulang perkataan Clarissa barusan. "Apakah Alexander benar-benar mau memberikan uang sebanyak itu jika aku meminta baik-baik padanya?" Batin Rachel bertanya ragu dalam dirinya. ia sampai menggigit bibir bawahnya menimang apa yang akan dia lakukan untuk membantu kakak tersayangnya. walaupun Rachel tahu, karena kesalahan Clarissa lah dirinya berada dalam lingkaran kehidupan Alexander, namun Rachel tidak bisa menampik ataupun menyalahkan sepenuhnya kejadian itu pada Clarissa. Rachel sangat percaya Clarissa sendiri tak memiliki niat sedikitpun untuk menjerumuskan dirinya, ia hanya melakukan hal yang tidak disengaja melihat bagaimana Clarissa sangat mengagumi Alexander, setidaknya begitulah di mata Rachel. "Kak Clarissa tenang, Aku akan segera kesana," ujar Rachel lantas mengakhiri gerakan membersihkan wajahnya. tanpa polesan apapun, ia membiarkan wajah naturalnya terpampang sambil meraih cepat slinbagnya di Almari. "Bawa uang satu Milyar ya, tolong lunasi hutangku," pesan Clarissa tersirat nada memohon. Rachel menghela nafas kasar, "Kenapa kak Clarissa tidak bilang sama Rachel dari awal? Kalau bilang kan seenggaknya Rachel bisa memikirkan cara lain agar tidak sampai seperti ini," Rachel menggerutu, merasa frustasi dengan masalah kakaknya yang dirinya malah dilibatkan kali ini. "Rachel, kau sama sekali tidak mengerti kebutuhan orang dewasa. usiamu masih di bawah dua puluh tahun. waktu meminjam uang itu, aku dalam keadaan terdesak, jadi tanpa berpikir panjang aku mengambil keputusan sendiri," Tukas Clarissa. ia selalu bersikap meremehkan, usia adiknya yang lebih muda darinya membuatnya beranggapan pemikiran Rachel tidak akan sampai seperti dirinya. "Yaudah kak Clarissa tenangin diri dulu, Rachel siap-siap ke sana," pungkas Rachel. klik, sambungan telepon ditutup oleh Rachel. "Alexander, apapun keadaanku, aku tidak akan meminta bantuanmu. aku tidak ingin memiliki hutang atas kebaikanmu," Batin Rachel menggebu, menolak keras pemikirannya yang sempat terbesit untuk meminta bantuan Alexander. "Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk membayar hutang kak Clarissa dalam jumlah besar itu? aku jual apa yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu?" Rachel bingung, ia menggigit bibir bawahnya, kemudian berjalan mondar mandir, memutar otak berpikir keras. Lalu ia melihat cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin berlian pernikahannya bersama Alexander. "Ah cincin ini saja, lagian cincin ini sama sekali tidak beharga untukku," Gumam Rachel mengambil keputusan yang menurutnya benar sambil memperhatikan bentuk cincin berkilau yang tersemat cantik di jari manisnya. Sementara itu di Rumah Sakit, tampak tiga orang pria bertubuh besar dan gagah sedang berkacak pinggang berdiri di depan ruangan yang disinggahi Clarissa. "Mohon bapak-bapak tunggu sebentar, adik saya akan membawa uangnya ke sini," ucap Clarissa berusaha tetap tenang meskipun yang sebenarnya ia merasa sangat khawatir akan nasibnya bila Rachel sampai tidak bisa menolongnya keluar dari masalah ini. "Saya beri waktu dua puluh menit dari sekarang," tekan bapak berjaket kulit hitam memandang tajam Clarissa. Clarissa sedikit bernafas lega, mereka memberi keringanan waktu karena jika tidak, Clarissa yakin ketiga orang di hadapannya tidak akan segan menyerangnya bahkan melukainya. Detik jam terus berlalu, ketiga pria tinggi besar ini merasa jenuh menunggu, rasanya sudah lewat dari dua puluh menit. "Mana adikmu?! jangan sampai kau membohongi kami," Bentak salah satu pria besar itu pada Clarissa. Clarisa melangkah mundur gemetar ketakutan. "Aku tidak mungkin membohongi kalian. aku tadi menelponnya di hadapan kalian. Sabar, beri waktu sebentar lagi pak, dia pasti sedang dalam perjalanan." Di Mansion orang tua Alexander, Rachel sudah rapi dengan dress bewarna biru muda yang dikenakannya, ia tampak tergesa-gesa menuruni anak tangga. Tujuannya adalah ke toko Emas dan Berlian untuk menukar cincinnya ini dengan uang. Alexander yang baru selesai berolahraga, kini tampak berkeringat, ia membawa botol minumnya lalu meneguk air minum dengan satu kali kandas. Meski disibukkan dalam pekerjaan di kantornya, Alexander selalu menyempatkan waktu berolahraga. ia paling tidak menyukai lemak menempel dalam tubuhnya, sehingga berusaha menjaga bentuk tubuhnya supaya tetap Atletis. Alexander mengernyitkan dahinya saat melihat penampilan Rachel yang baru menuruni anak tangga, mereka berpapasan. pagi-pagi begini sudah sangat rapi walau di wajahnya tanpa polesan. Terakhir, ia masih melihat Rachel dalam keadaan tidur lelap saat ia akan pergi berolahraga. Mereka memang satu kamar, namun tidak satu tempat tidur. Alexander tidur di kasur bagian Atas sementara Rachel tidur di kasur bagian bawah. "Mau kemana kamu?!" Tanya Alexander menuntut jawaban, ia tampak berdiri menghalangi langkah Rachel. Rachel membetulkan posisi slinbag yang dipakainya, ia menatap malas Alexander, "Bukan urusanmu!. Minggir!!" Rachel kembali melangkah mengibaskan tangannya menyuruh pria di hadapannya menyingkir, namun langkahnya masih dihalangi oleh tubuh besar Alexander. "Itu menjadi urusanku, istri pergi dari Mansion dan aku harus tahu," tekan Alexander, Rachel membuang wajah kesal. Alexander tampak menghela nafas, "Baik, tidak masalah kamu tidak memberitahu kemana tujuanmu pergi tapi biarkan aku mengantarmu," "Tidak memberitahu tapi kau akan tahu kemana tujuanku jika kau yang mengantarku," pikir Rachel, tanpa sadar ia memutar bola matanya, hal ini diperhatikan oleh Alexander yang hanya menaikkan sebelah alisnya. dari ekor matanya, Rachel mencuri pandang sebentar. tampak dari pandangannya, Tubuh atletis Alexander di tutupi oleh kaos bewarna hitam yang basah karena keringatnya, sedang untuk bawahannya, Alexander hanya mengenakan celana hitam selutut. Sudah pasti Rachel tidak mau Alexander mengantarkannya tapi bukan karena penampilannya, melainkan Rachel sangat tidak menyukai kehadiran pria ini di dekatnya. Sekalipun Alexander tidak di dekatnya, kenyataannya, memiliki gelar nyonya Alexander, membuat hari-hari Rachel gelap, ia merasa tidak memiliki warna dalam hidupnya, selalu dipenuhi dengan kebencian dan kekesalan. Yasmin datang dari arah kamarnya yang berada di depan, mama Alexander yang masih tampak muda itu terlihat cantik dan anggun dengan penampilannya yang terkesan mewah meskipun hanya berada di Mansion. "Sudah biarkan saja dia Alex, kamu tidak perlu terlalu peduli padanya!" sahut mama Alexander dengan pandangan yang menusuk ke arah Rachel. "Ma," panggil Alexander seolah ia tidak setuju dengan pendapat sang mama. Yasmin berjalan mendekati putra pertamanya, ia tersenyum penuh keangguanan, "sekali ini saja nak menurutlah sama Mama," pinta sang mama dengan tatapan yang lembut, lalu ia mengalihkan pandangan sinisnya ke wajah Rachel. "Pergilah lakukan urusanmu dengan benar!" Usir Yasmin, tangannya mengibas ke arah pintu keluar. Tanpa pamit pada Alexander dan Mama mertuanya, Rachel melangkah keluar Mansion mertuanya, Alexander hanya bisa menatap punggung Rachel yang perlahan semakin menjauh dari jarak pandangnya. ^^^ Bersambung...

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN