2 Jam sudah berlalu dan sejak tadi, Brian terus mendiamkan Victoria, bahkan saat Victoria terus meminta maaf padanya. Brian terus mengabaikannya, menganggap seolah Victoria tidak ada di sampingnya.
"Kak, Athasyia minta maaf."
Lagi-lagi Brian memilih mengabaikan Victoria. Brian beranjak bangkit dari duduknya, menghindari Victoria yang sejak tadi duduk di samping kanannya.
"Kalian kenapa sih?" tanya Pauline jengah. Sejak tadi, Pauline terus mendengar Victoria yang meminta maaf pada Brian, lalu Brian sendiri sejak tadi memilih bungkam.
"Kakak marah sama Athasyia, Mom," sahut Victoria dengan raut wajah kecut.
"Karena?"
"Mom, Brian pergi ya." Tanpa menunggu persetujuan Pauline, Brian pergi berlalu begitu saja meninggalkan ruang keluarga, mengabaikan teriakan Pauline yang terus memanggil namanya.
"Mom, Kakak marah ya sama Athasyia?" Sebenarnya tanpa harus bertanya pun Victoria tahu kalau Brian memang marah padanya.
"Sebenarnya marah karena apa?" tanya Pauline penasaran.
Victoria mulai menjelaskan mengapa Brian bisa marah padanya.
"Makanya jangan suka usil, sudah bagus Kakak kamu mau tobat dari perbuatan maksiatnya."
"Iya Mom, maaf." Victoria menunduk, tidak berani menatap Pauline yang kini sedang menatapnya tajam.
"Ya sudah, sekarang Mommy mau istirahat dulu, kepala Mommy pusing."
"Iya Mom."
Pauline bergegas memasuki lift menuju kamarnya, sedangkan Victoria sendiri memilih untuk menonton televisi.
15 menit kemudian, Victoria merasa bosan karena itulah Victoria memilih untuk pergi ke kamarnya. Lebih baik ia pergi tidur.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, lebih tepatnya kurang lebih 1 jam lamanya, akhirnya Brian sampai di salah satu club yang sangat terkenal.
Brian memasuki club dan memesan minuman yang mungkin mampu membuat rasa pusing di kepalanya sedikit berkurang.
"Oy!"
Brian mendongak begitu sebuah panggilan yang di iringi tepukan di bahu kanannya ia rasakan.
"Ngapain lo ada di sini?" tanya Brian pada Duke. Ya orang yang kini sudah duduk di sampingnya adalah Duke. Astaga, dari sekian banyaknya tempat yang ada, kenapa ia harus bertemu lagi dengan Duke?
"Lo sendiri ngapain ada di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Brian, Duke malah balik bertanya, membuat Brian kesal bukan main.
Brian memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Duke dan kembali meminum, minuman yang belum sempat ia tenggak.
"Jadi, bagaimana masalahnya? Apa sudah selesai?"
"Belum." Singkat, padat dan jelas, itulah jawaban yang Brian berikan pada Duke.
Duke mengangguk lalu memesan minuman yang sama dengan Brian.
"Jangan terlalu banyak Brian, nanti mabuk." Peringat Duke saat melihat banyak sekali minuman yang Brian tenggak.
Brian tertawa lalu menunjuk 2 orang pria berjas hitam yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. "Ada pengawal, jadi tidak masalah kalau gue mabuk," jawabnya santai.
Duke mengikuti arah telunjuk Brian dan benar saja, tak jauh dari posisi mereka duduk ada dua pengawal Brian yang selalu senantiasa mengikuti kemanapun Brian pergi.
Brian dan Duke mulai terlibat dalam obrolan. Tak butuh waktu lama bagi Brian untuk mabuk berat, berbanding terbalik dengan Duke yang masih tetap sadar karena ia tidak minum banyak seperti Brian.
"Maaf Nona, Tuan Brian tidak tidak menerima pelayanan." Beberapa penjaga Brian langsung menghalau beberapa perempuan yang berniat untuk mendekati dan merayu Brian yang kini sudah mabuk berat.
Inilah salah satu alasan kenapa Williams tidak pernah melepas Brian dari pengawasnya, karena jika Brian di biarkan pergi ke club seorang diri, Brian tidak akan selamat dari jeratan wanita-wanita yang berniat merayunya.
Williams takut kalau Brian meniduri salah satu perempuan dari club tersebut, lalu berakhir dengan si perempuan yang hamil, meminta pertanggung jawaban pada Brian.
Williams hanya takut, takut kalau perempuan tersebut hanya berniat untuk memeras anaknya, itulah salah satu alasan kenapa Williams menempatkan dua pengawal untuk menemani Brian, kemanapun Brian pergi.
Brian di bawa pergi oleh kedua pengawalnya, sedangkan Duke sendiri pamit setelah membantu kedua pengawal Brian untuk membawa Brian ke mobil. Brian jika sedang mabuk benar-benar sangat merepotkan.
Alih-alih membawa Brian ke apartemennya seperti permintaan Brian sesaat sebelum tumbang, kedua pengawal Brian malah membawa Brian pulang ke kediaman kedua orang tuanya, tentu saja itu semua atas perintah Williams, mereka jelas akan menuruti perintah Williams karena mereka di gaji oleh Williams bukan oleh Brian.
Tentu saja kedatangan Brian yang mabuk berat di sambut oleh Pauline dengan amarah dan amukan. Tapi Brian yang memang benar-benar sudah mabuk berat sudah tidak sadar. Brian malah menanggapi amarah dan amukan Pauline dengan tawa, membuat Pauline kesal dan rasanya ingin sekali Pauline mencakar wajah Brian saat Brian terus meracau tidak jelas.
Pauline sempat menampar wajah Brian, tapi bukannya meringis kesakitan, Brian malah tertawa terbahak-bahak.
Pauline akhirnya meminta agar kedua pengawal Brian membawa Brian ke kamar yang berada di lantai 1.
***
Malam berlalu dengan sangat cepat. Saat ini hari sudah berganti, pagi yang cerah sudah kembali menyapa.
Tok... Tok... Tok...
Pauline mengetuk pintu kamar Brian dengan tidak sabaran, tadinya Pauline berniat untuk membuka pintu kamar Brian tapi ternyata tidak bisa karena Brian sudah menguncinya terlebih dahulu.
Tak berselang lama kemudian, pintu kamar terbuka. Saat itulah Pauline melihat sosok Brian yang sudah rapi dengan setelan kerjanya. Brian terlihat tampan sekaligus juga sangat mempesona.
"Ad–" Belum sempat Brian menyelesaikan ucapannya, Pauline sudah terlebih dahulu menamparnya.
Pauline baru saja menampar pipi kanan Brian.
Brian tentu saja terkejut, ia tidak menyangka kalau Pauline akan menamparnya. Memang tamparan yang Pauline berikan tidak terlalu kuat, tapi tetap saja rasanya sakit.
"Mom, kenapa Brian di tampar?" tanya Brian lirih, menatap Pauline dengan raut wajah kecut.
"Siapa yang bilang kalau kamu boleh mabuk-mabukan lagi, hm?" tanya sinis Pauline dengan kedua tangan bersedekap.
Brian sontak gelagapan begitu mendengar pertanyaan Pauline yang sinis dan juga jangan lupakan tatapan matanya yang setajam elang, seolah Pauline siap untuk memangsanya hidup-hidup.
"Maaf Mom, Brian tahu Brian salah," ujar Brian dengan kepala tertunduk.
Pauline menghela nafas panjang lalu memilih untuk pergi dari hadapan Brian tanpa membalas ucapan Brian.
Brian tahu kalau Pauline marah padanya. Padahal ia sudah berjanji pada sang Mommy kalau ia tidak akan mabuk-mabukan lagi, tapi semalam ia malah mabuk-mabukkan.
Brian meremas kuat rambutnya, frustasi. Brian kesal pada dirinya sendiri karena semalam memilih untuk mabuk.