Ezra dan Nova sudah pulang. Menyisakan Lean yang marah mengurung diri di kamarnya. Sementara itu Vian berdiri di depan pintu bergelut dengan pikiran gusarnya. Kunci di tangannya tentu saja bisa mengantarnya masuk tanpa harus menunggu dibukakan pintu. Tapi tidak, itu akan jadi opsi terakhir jika calon istrinya benar-benar ngambek tidak mau keluar menemuinya. Anggaplah dia sedang sial, karena sebelum berangkat omnya juga tidak bilang kalau mama Lean bakal datang bersama mereka. Vian juga paham kenapa Lean bisa semarah itu, karena apapun menyangkut orang tua dan keluarganya adalah luka menganga yang bukannya sembuh justru makin berdarah-darah. Itu kenapa dia berusaha sebisa mungkin menjauh dari mereka, namun sayang Tuhan sepertinya belum cukup menguji kesabaran Lean dengan terus menoreh luka