Bab 7

1851 Kata
"Kak Lolly, ngapain sih belum tidur? Ini udah jam setengah dua loh." Sesosok hantu cilik dengan rambut keritingnya melayang dari atas lemari ke samping tempat Lollypop bergelung nyaman seraya memainkan ponselnya. Lollypop melirik Gwen dengan senyum merekah. "Hari ini aku diajak sama Jonathan buat balapan malam." "Jonathan?" kerutan halus muncul dikeningnya yang putih pasi. "Pacar Kak Lolly ganti lagi?" "Enggak. Jonathan itu cowok kece yang tadi aku temuin. Temennya Edgar." Gwen menganggukkan kepalanya paham. Tubuhnya yang kurus melayang lagi dilangit-langit kamar. "Kak Lolly sama Kak Edgar udah temenan?" Lollypop mengedikkan bahu, ia asik memainkan salah satu games masak-masakkan diponselnya sejak tadi sembari menunggu Edgar yang akan menjemputnya sebentar lagi. "Kamu tumben muncul pas jam segini biasanya juga nangkring di kamar Bang Davin." Gwen mencebikkan bibirnya bete. Hantu berusia duabelas tahun tersebut menembus lemari pakaian Lollypop kemudian keluar menenteng sebuah jaket warna merah muda dicampur biru muda dan meletakkannya diatas ranjang Lollypop. "Kak Davin lagi nginep di rumah Kak Alsha. Besok Kak Alsha ada ulangan minta diajarin karena udah larut tadi Ayahnya Kak Alsha suruh Kak Davin nginep aja." Lollypop menurunkan ponselnya memperhatikan raut wajah hantu cilik itu yang masam. "Kamu ngikutin dia lagi?" Gwen hanya cengar-cengir menanggapi. "Ya ampun Gwen, Gwen... Percuma kamu ikutin, dia juga gak akan bisa liat kamu, tau?" Lollypop menaruh ponselnya ke atas nakas. Dilihatnya sebuah jaket tersampir diatas ranjang dekat kakinya otomatis kening gadis itu pun berkerut. "Kamu yang ngambil?" Gwen mengangguk. "Buat apaan?" Gwen berputar diudara. "Omong-omong aku gak peduli sih kalo Kak Davin gak bisa liat aku. Yang penting aku bisa jaga dia aku gak mau dia ngalamin hal kayak tahun kemarin lagi," lalu hantu cilik itu tersenyum semringah melayang kencang ke seluruh sudut kamar Lollypop. "Diluar sana dingin. Kalo gak diingetin sekarang Kak Lolly pasti bisa lupa bawa jaket." Lollypop tersenyum membalas perkataan Gwen. Ia tak heran mengapa Gwen saat ini lebih memilih untuk sering mengikuti Davin ketimbang dirinya. Karena setahun lalu, tepatnya kejadian pahit itu menimpa keluarganya. Gwen yang seharusnya tidak lagi memiliki perasaan karena sudah meninggal tak disangka-sangka menangis melihat betapa menderitanya Davin. Maka dari itu hantu cilik berdarah Padang tersebut bertekad akan melindungi Davin sekalipun ia hanyalah molekul koloid gas yang takkan bisa terlihat nyata. Saat Lollypop ingin memberikan satu pertanyaan lagi terdengar suara berisik dari lantai bawah. Seperti suara orang berteriak, ia melirik jam diatas dinding. Sudah pukul setengah dua lewat sepuluh menit. Kalau ditelisik lagi itu sih suara Bian. "Itu Papah kan Gwen?" tanya Lollypop menatap Gwen meminta persetujuan. Gwen mengangguk kepalanya ia melayang turun setengah tubuhnya menembus lantai. "Aku periksa dulu ya ada apa dibawah." lalu ia menenggelamkan seluruh tubuhnya. Sembari menunggu Gwen memeriksa keadaan dibawah Lollypop beranjak ke lemari. Memilih pakaian apa yang pantas ia kenakan malam ini untuk ikut balapan. Seumur hidup Lollypop tidak pernah membayangkan bahwa dirinya sebentar lagi akan menaiki motor antik-antik itu. Parahnya lagi saat tengah malam dan diboncengi sama Edgar pula! Ini Edgar loh! Lelaki yang disebelin Lollypop setengah mati. Ya, walau dipikir-pikir lagi sih Lollypop tak punya alasan kuat mengapa dirinya begitu membenci Edgar. Yang ia tau sifat buruk Edgar itulah yang membuatnya ogah banget buat dekat sama Edgar. Tetapi sekarang meskipun harus berberat hati mengakui. Lollypop cukup nyaman berada disamping Edgar. Jauh dari spekulasinya selama ini. Edgar tidak b******k. Ia tidak mencium bibirnya seperti yang sering dibicarakan anak sekolah selama ini. Gosipnya Edgar suka mencium bibir gadis-gadis ketika diajak pergi bersama. Namun, hingga saat ini. Lebih tepatnya beberapa kali Lollypop pulang bersama Edgar sekujur tubuhnya masih suci. Maksudnya tidak ada yang sampai disentuh Edgar memakai bibirnya. Bahu Lollypop menyusut, ia bersandar pada pintu lemari. Ingatan tentang kemarahan Edgar tahun lalu yang disebabkan oleh Derry membuat hati Lollypop jadi gelisah. Edgar terlihat begitu takut dan menegang kala tau Lollypop menangis karena nyaris diapa-apakan oleh Derry. Seakan hilang kendali atas emosinya Edgar tak berhenti memukuli Derry sekali pun kepolisian sudah mengepung mereka waktu itu. Lollypop menyentuh dadanya. Hangat. Debaran kencang. "Gue denger Edgar ngejar-ngejar lo kan selama ini?" Suara Laras menggema kembali diingatannya. Membuat hatinya semakin terenyuh dan memikirkan kembali semua perlakuan Edgar selama ini padanya. Edgar yang melindunginya. Edgar yang selalu tersenyum kala melihatnya. Edgar yang bersifat menyebalkan namun menyenangkan. Edgar yang... "Kak Lolly!" Gwen muncul secara mendadak dari balik lantai mengagetkan Lollypop yang sedang melamun. "Om Bian mau ke kamar Kakak!" seru Gwen panik. Lollypop melebarkan matanya terkejut. "Ha? Apa?" Tak. Lollypop dan Gwen bersama-sama mengalihkan pandangan keluar jendela-jendela besar dengan kusen yang didesain khusus oleh Bian untuk kamar putrinya. Gorden yang sengaja ia sibakkan untuk melihat kedatangan Edgar dari atas pun memunculkan sesosok bayangan hitam tinggi tegap. Kening Lollypop berkerut. "Siapa diluar?" "Ssstt... Ini gue. Edgar." "Edgar?" ulang Lollypop berusaha mencerna nama lelaki itu. Sejurus kemudian ia tersadar lalu berhambur membukakan pintu geser menuju balkon. Tubuhnya tersentak saat tau Edgar berpegangan pada tiang penyanggah rumahnya sementara kedua kakinya ia rentangkan, memberjalan penuh kehati-hatian karena ditengah kungkungan kakinya tidak ada jalan. Bila terpleset Edgar akan jatuh ke tanah. Lelaki itu menyengir lebar meskipun kakinya gemetaran karena takut. "Gila ya bokap lo galak amat. Untung aja ada pohon mangga disini jadi gue bisa manjat buat manggil lo." Lollypop semakin melotot, ia melangkah cepat menghampiri Edgar. Perutnya sampai tertekan sama penyanggah dibalkon sebelah kanannya saking khawatir sama aksi nekat Edgar. "Lo ngapain sih manjat-manjat segala? Kalo jatuh gimana?!" sentak Lollypop raut wajahnya pias akan kecemasan melihat Edgar berusaha menyeimbangan tubuhnya supaya tidak jatuh. Lelaki itu cengengesan. "Kalo gak gini gue gak bisa jemput lo. Tadi gue udah mau lewat pintu depan tapi sama bokap lo diusir." Lollypop menggeletukkan giginya gemas. "Jadi keributan yang tadi itu gara-gara lo nemuin bokap?" Edgar menaikkan kedua alisnya tanda iya. "Lo minta izin bokap buat ngajak gue pergi malem-malem?" Edgar mengangguk dengan fokus mata ada pada kedua kakinya. Lollypop mengerang kesal. "Astaga! Begoknya lo ya! Pantes bokap gue ngusir lo, Edgar. Lo sadar diri kenapa sih ini udah jam setengah dua malam. Lo ngajak gue buat keluar dan balapan malam! Mana ada seorang Ayah yang mengizinkan putrinya keluar malam apalagi sama seorang cowok!" Edgar menggaruk tengkuknya kikuk. "Gue cuma mau bersikap sopan. Gak enak kali tiba-tiba bawa kabur anak orang. Kalo lo kenapa-kenapa yang bakal disalahin siapa? Gue kan entarannya. Kalo mereka nyariin lo gimana? Bisa-bisa mereka langsung lapor ke kepolisian dan gue bakalan dipenjara atas tuduhan penculikan anak gadis Tuan Fabian, pengusaha kaya raya di Indonesia." Lollypop memutat bola matanya jengah ia berbalik memunggui Edgar. "Terserah deh, dasar g****k!" kesalnya kemudian tanpa sengaja ia melirik ke dalam. Gwen melambaikan tangannya menyuruh Lollypop masuk. "Apa?" "Om Bian depan tangga! Dia mau ke kamar kamu!" Tubuh Lollypop menegak kembali. Ia bergegas kembali masuk ke dalam. Lalu teringat akan adanya Edgar, ia menyembulkan kepalanya keluar. "Lo diem jangan berisik. Bokap gue mau ke kamar." Edgar langsung diam. Ia menyandarkan tubuhnya pada tembok dengan susah payah berharap tidak salah langkah dan malah membuatnya terluka. Ia mengangguk mengerti setelah itu Lollypop menutup pintu balkon kembali. Dengan cepat Lollypop melompat keatas ranjangnya. Ia menyuruh Gwen supaya mematikan lampu dan menutup gorden kamar. Ia memejamkan matanya. Beribu-ribu doa ia ucapkan semoga Bian tidak menyadari bahwa dirinya belum tertidur sejak tadi. Cklek. "Lollypop!" Mata Lollypop terbuka sempurna terlalu kaget akan seruan Bian yang sarat akan kejengkelan didepan pintu. Bahkan Bian pun terlihat tidak santai ketika kakinya melangkah mendekati ranjang anak gadisnya. Lollypop mendongakkan wajahnya menatap Bian. Wajah Ayahnya merah padam dengan mata tajam menusuk mata abu-abu miliknya. Lollypop menelan ludah susah payah. "Mana hape kamu?" todong Bian mengulurkan tangan kanannya kedepan hidung Lollypop. Lollypop berusaha terlihat linglung seperti orang baru bangun tidur. "Papah apa-apaan sih?" "Kamu janjian kan sama cowok buat pergi malem ini?" "Ha? Papah apaan deh? Ngaco ih." "Jujur sama Papah! Barusan ada cowok dateng ke rumah dia minta izin mau ngajak kamu keluar," Bian berdecak sambil berkacak pinggang. "Dasar sinting! Mana ada orang tua yang ngizinin anak perempuannya keluar malem-malem gini. Bener-bener gila." Lollypop menganggukkan kepalanya setuju. Ia mengambil ponselnya diatas nakas lalu meletakkannya ditangan Bian yang masih terulur dengan santai. "Ambil tuh hape. Aku ngantuk. Itu cowok mabok kali, aku aja gak janjian sama siapa-siapa," kilah Lollypop memeluk gulingnya kembali. Ia bersyukur karena jaketnya itu tertutup oleh selimut. "Udah ah Papah ini bikin aku kebangun aja deh. Pusing kan kepalaku jadinya. Kalo besok sakit aku gak mau tau Papah harus turutin semua kemauan aku!" Bian menghela napas panjang ia memijit keningnya. "Ya udah Papah minta maaf," sesal Bian meletakkan ponsel Lollypop keatas nakas lagi. Tak berniat mengambilnya seperti tadi. Sedikit membungkuk Bian mengecup kening Lollypop hangat. "Maafin Papah ya. Selamat tidur, Princess." Setelah itu Bian mematikan lampu kamar Lollypop lagi dan menutup pintunya. Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Lollypop langsung menyibakkan selimut hingga terjatuh. "Hampir aja gue mati!" keluh Lollypop menekan dadanya yang bergemuruh takut. Buru-buru Lollypop menyambar celana jeans yang tergantung disamping lemari. Mengganti piyamanya cepat. Terpaksa Lollypop hanya memakai kaus pas badan warna biru dongker. Ia menarik jaket dan ponselnya kemudian sambil berjalan ke arah balkon ia menguncir rambutnya asal. "Kak Lolly serius nekat nih?" tanya Gwen khawatir, ia menghadang jalan Lollypop. Lollypop mengangguk mengenakan jaketnya kilat. "Kamu jaga kamarku ya. Papah gak akan dateng lagi aku minta kamu jaga-jaga aja. Oh iya jam empat mungkin aku udah balik ke rumah." Gwen mengangguk meskipun terlihat ragu ia melayang ke atas membiarkan Lollypop menggeser pintunya lagi. Ia berkacak pinggang melotot pada Edgar yang masih nangkring diatas plafon rumah. Lelaki itu wajahnya sudah pucat pasi dengan keringat dingin bercucuran. "Cepetan lari ke sini! Begok banget sih jadi cowok." sungut Lollypop menghentakkan kaki kesal. Edgar menelan ludahnya yang mendadak jadi beku. "Gila lo! Gue jatuh bisa patah tulang." "Jangan lenjeh! Itu udah di desain khusus sama bokap. Bangunan rumah ini kuat dan kokoh. Mau diinjek gajah sekali pun plafon yang lo injek gak bakalan runtuh." Walau merugakan ucapan Lollypop, tak urung Edgar langsung melesat cepat melompati pembatas balkon. Jantungnya berdebar cepat mengingat apa yang baru saja ia alami. Memanjat pohon mangga yang rimbun dan berdaun lebat, sempat berpikiran bahwa pohon itu dihantui Kuntilanak tetapi saat ia berhasil ada diatasnya. Bukan hantu yang ia temui melainkan mangga dengan ukuran besar dan berbau enak. Lollypop mendecih ia melangkah ke sudut kiri balkon. "Ngapain lewat situ sih? Di sini kan lebih gampang! Langsung menuju ke tangga bagasi motor." Edgar mengikuti langkah Lollypop. Ia melongokkan kepalanya dan melihat ada jalanan kecil yang jauh lebih aman ketimbang tadi. Jalanan itu membawanya ke suatu turunan tangga gelap, memasuki ruangan khusus bagasi motor. Hanya dipisahkan oleh pintu kaca saja. "Ya mana gue tau. Ini kan rumah lo bukan rumah gue." Lollypop mengibaskan tangannya ke udara. "Motor lo dimana?" Edgar menunjuk ke satu titik kumpulan pepohonan besar ujung jalan. "Di sana." "Jauh banget sih!" protes Lollypop kemudian ia teringat suatu hal. "Tunggu. Di depan rumah gue kan ada Satpam. Dua lagi, kok mereka ngizinin lo masuk?" Edgar menyengir lebar. Dengan bangganya ia menepuk d**a semangat. "Gue manjat tembok samping rumah lo. Beruntung taman depan rumah lo itu luas, jarak rumah dengan Pos Satpam jauh. Jadi gak ketauan." Lollypop berteriak pelan. "Gue gak nyangka seorang pewaris tunggal keluarga Wibisono ternyata berpotensi jadi maling level dewa!" Edgar tertawa mengacak rambut Lollypop gemas. Ia melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul dua malem. Well, sepertinya ia akan telat datang malam ini bersama Lollypop. "Ya udah ayo! Udah jam dua. Kita bakalan telat." Dan Edgar pun menggandeng Lollypop menelusuri jalan kecil yang akan membawa mereka ke bagasi motor. Dalam hati Lollypop merutuki dirinya mati-matian. Bagimana mungkin jantungnya meloncat hanya karena sentuhan tangan Edgar yang terkesan ketegasan dan seperti mengatakan sebuah janji. Janji bahwa dirinya akan melindungi Lollypop sekuat tenaga. Perlahan rona merah memenuhi wajahnya. Ia tak lagi fokus pada jalanan, matanya memandangi tangan besar Edgar yang membungkus seluruh tangannya erat dan hangat. Ini sangat menyenangkan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN