Mengenal

1933 Kata
Jika manusia memiliki sebuah pertanyaan, apakah Tuhan akan menjawabnya? Dan jika Tuhan telah menjawabnya, apakah manusia akan menerimanya? Pertanyaan kecil ini terngiang-ngiang di otakku bagaikan alunan musik setiap harinya, semenjak kejadian beberapa tahun silam yang sempat membuat aku dan kehidupanku berantakan. Apa yang sedang aku lakukan sekarang bukanlah melakukan hal penting di pagi buta seperti orang pada umumnya. Aku hanya berbaring bodoh diatas kasur ukuran 120x100cm dengan seprei warna kuning, bantal dan 4 guling berwarna biru juga seekor beruang besar di samping kananku. Menonton film tentang percintaan 2 orang mahluk hidup yang sangat mempesona. Menyenangkan sekali, begitu indahnya sehingga hatiku penuh dengan bunga-bunga. Tubuhku sangat berat namun waktu mengharuskan aku bangkit dari tempat tidur. Meskipun dengan wajah lusuh; segera bersiap-siap karena aku harus berangkat kerja. Tanganku pun meraih handuk dan langsung pergi ke kamar mandi. Selesai mandi aku mengambil baju didalam lemari. Tanganku sibuk memilah satu sama lainnya hingga tanpa sengaja mukena usang yang bahkan karetnya sudah sedikit longgar terjatuh. Dengan cepat aku mengambil mukena itu dan kembali merapikannya kedalam lemari. Mengambil pakaianku aku bergegas menggunakannya. Tas kerja, dan juga hpku selalu saja ada di tempat yang sama. Ini adalah cara aku untuk mengingat semua benda yang ada di sekitarku agar aku tidak lupa dimana aku menaruhnya. Setelah selesai, kewajibanku untuk memnuhi kebutuhan hidupku memaksaku keluar dari zona nyaman. Penampilanku sudah sempurna sekarang saatnya cabut dengan ojol. Angkot, maupun ojek adalah transportasi yang biasa aku gunakan untuk berangkat ke tempat kerjaku di sebuah perusahaan yang cukup besar yang bernama “Hana Company” cabang Jakarta timur. Staff biasa, juga tidak ada menarik-menariknya. Berada disebuah gedung besar yang berisikan cewek-cewek cantik, juga cowok-cowok ganteng yang meraja lela mungkin membuat aku harus merasa terbiasa untuk tidak terlihat. Dudukku diantara sekat-sekat papan yang membatasi kami tidak menghentikan para wanita bergosip tentang Bos kami yang sangat tampan, baik hati dan sexy. Dia bahkan menjadi incaran hampir semua gadis disini. Bukannya aku tidak suka tapi, aku lebih sadar diri ketimbang mereka karena cowok tampan, putih, kaya, seperti dia akan memilih wanita yang sama juga sebagai pendampingnya.  Sibuk membolak-balikan file yang harus aku cek untuk diserahkan ke staff lain, ada juga yang harus aku berikan kepada Bos gantengku Julian Khana Hasim. Setelah melakukan semuanya, aku kembali menggerjakan tugas lainnya. Mengambil surat di lantai 3 seperti biasanya kemudian, kembali lagi ke lantai 11 untuk memberikan surat itu ke semua bos, dan juga staff di lantai 11. Karena aku tidak mau kerja dua kali jadi, aku biasa mengambil surat jam 10. biasanya surat baru sudah datang pada jam tersebut. Suara riuh terdengar setiap kali bos kami datang, wajah manisnya. Bibirnya yang sexy itu selalu menjadi gosip semua orang di kantor. Bagaimana seorang pria memiliki bibir semerah itu dengan kulit yang sangat putih terlihat sangat kontras. Alis yang tebal hitam, juga rambutnya yang stylish dengan gel menyibakkan matanya yang tajam. Orang bilang dia itu belum punya pacar tapi, aku pernah mendengar sekali ia berdebat dengan seseorang seperti pacarnya. Hanya saja, saat dia tau aku di sana ia langsung pergi meninggalkan aku begitu saja. Pacar rahasia itu adalah sebutan bagi pacar Bosku ini yang selalu ia tutup-tutupi. Dia sangat rapi suaranya juga sangat lembut. Namun, kalau sudah menyangkut perkerjaan dia menjadi sangat tegas. Jam 11 siang, Bosku datang ke mejaku untuk memintaku membuatkannya beberapa laporan tentang pendistribusian barang hari. Aku pun langsung menelpon orang gudang untuk mengirimkan laporannya sekarang juga. Ini bukanlah hal yang biasa untuknya mendatangiku seperti ini, terlebih lagi wajah masamnya yang terpasang. Tangannya sibuk memainkann hpnya dengan penuh emosi. Jari-jarinya sudah seperti robot berkecepatan tinggi menekan layar hpnya. Dia belum pernah terlihat se-emosi ini. Uratnya diwajahnya seperti akan terlepas dari tempatnya, wajahnya yang merah semakin memperburuk suasana saat ini. “Apa laporannya udah selesai?” ucapnya ketus. Matanya, jari-jarinya masih terus fokus bermain hp. “Belum” ucapku; mataku terus menatap komputer sambil terus mengececk laporan tersebut “Kalo bapak mau bapak bisa menunggu di ruangan bapak nanti saya akan membawakannya untuk Bapak” ucapku bersikeras mengusirnya dari sini. Mataku masih menatap komputerku sambil sesekali meliriknya, mengintip apakah dia ada keniatan pergi. “Hmm” jawaban singkat. Menunjukan betapa seriusnya dia dengan hpnya. Ia masih saja tidak bergeming dari tempatnya yang menambah gugup karena bagian gudang sangat sulit untuk dihubungi. “Hallo.. Dini saya Savi dari bagian administrasi Pak Khana memintaku untuk mengececk pengiriman hari ini apa bisa di email sekarang juga… hmmm… baik… baik… terima kasih” Seberapa banyak pun aku menelpon orang bagian gudang yang memang tidak satu gedung dengan perusahaan ini. Mereka hanya berkata akan mengirimkan filenya namun, tidak ada satu pun email yang hinggap di komputerku. Perasaan tidak nyaman ini terus saja menyelimutiku. Jelas gak nyaman di dekat Bos yang sedang memintaku untuk melakukan perkerjaanya dan gak selesai-selesai. Sepertinya dia juga tidak memiliki keniatan untuk meninggalkan tempat ini. Tanganku mengutak-utik hpku, mencoba sms temanku yang berkerja di bagian gudang untuk membantuku agar mereka mengerjakannya lebih cepat. Untungnya dia pun bersedia melakukannya untukku. Tak lama aku segera mendapatkan berkas itu. “Haaaah” akhirnya aku bisa bernafas lega. “Ini filenya Pak” ucapku penuh dengan senyuman lebar masih berharap ia meninggalkan tempat ini. “Hm” Jawaban singkat itu seperti dejavu. Tanganku yang terus diabaikan karena lelah terus mengulurkan file itu pada akhirnya harus menaruh file tersebut ke atas meja. Waktu terus berlalu, sudah hampir 1 jam sudah berlalu. Aku sudah bolak-balik beberapa kali saja, sekarang aku harus kembali duduk didepan komputerku untuk mengerjakan perkerjaanku yg lainnya. Pria berkulit putih, bibir merah dan tinggi ini masih saja sambil berdiri didekat mejaku sambil terus memainan tangannya. Semakin dia memperhatikan Hpnya semakin dia kesal. Aku menaruh hpku di atas meja. Jaga-jaga ada pesan penting. “Aplikasi kamu banyak banget?” ucapnya mengagetkan aku. Tanpa aku sadari ternyata ia sedang menatap hpku “Ah, ini aplikasi untuk menonton film-film luar negeri karena ada beberapa yang gak bisa di buka pake id indonesia, broser luar dan banyak lagi” ucapku santai. “Vi, apa kamu tau cara ngehack ke situs-situs yang diblock?” ia menatapku dengan sangat serius. Aku terdiam sejenak, menatapnya; wajah yang dari tadi sudah memerah penuh emosi itu saat ini terlihat sangat serius. “Apa maksudnya film p***o?” hanya itu yang terbersit dalam otakku. “Hmmmm… bisa” bibirku tersenyum canggung karena tidak tau apa yang ada di otaknya saat ini. Tiba-tiba ia terlihat kaget padahal dia sendiri yang bertanya, membuat aku semakin kebingungan. Kali pertama aku melihat wajah Pak Khana terlihat bergitu polos. “Kalo untuk melihat pesan dari orang lain?” wajahnya ia dekatkan padaku, matanya menatapku dengan tatapan yang sangat licik. Pemikiran songong, liar, penuh kecurigaan pun bermunculan di otakku. Ini terlihat tidak sopan tapi, cara memandangnya membuat tanganku meraih hpku yang tergeletak di meja berlahan. Menyimpannya di saku jasku sambil menelan ludah “bisaaa” ucapku tertunduk. Ia menyipitkan matanya padaku yang mencoba mengalihkan perhatiannya dari hpku “Kenapa kamu nyembunyiin hp kamu?” ucapnya kesal. Menelan ludah. “Gak papa pak. Aku cuma bingung aja. Bapak mau aplikasi apa?” ucapku mencoba mengalihkan perhatian. “Aku masih ingin berkerja disini” pikirku. “Bisa gak kamu instalin buat aku?” nada suaranya memang menurun namun, terdengar seperti memerintah dari pada meminta bantuan. Aku terdiam saat tangan putihnya mengulurkan hpnya padaku, menatap hpnya dengan perasaan yang campur aduk; seperti membantu pencuri yang kesusahan. “Kamu gak mau?” nadanya kembali meninggi. Ia melipat tangannya, mengerutkan dahinya seakan-akan aku akan mati kalau aku tidak melakukan perintahkannya saat ini. Tangan kiriku menggosok leher belakangku, kebingungan dengan permintaannya yang aneh. Tidak tau harus ngomong bagaimana, aku hanya menatap tangannya tanpa mengeluarkan kata sedikit pun. “Bilang donk kalo gak mau!” tangan besarnya memukul mejaku sebelum berbalik dan menjauh dariku. “Tunggu, Pak!” tidak ingin berhenti dari perkerjaan ini, tanganku meraih lengannya. Kha berhenti, berbalik menatapku dengan wajah super sadisnya; wajahnya mendekatiku dengan senyuman songongnya seperti ia baru saja meraih kemenangan. Menarik tanganku berlahan “bukannya seperti itu, Pak. Cuma… aku butuh hape orang yang mau bapak hack” bujukku agar dia tidak semakin kesal denganku. Dia terdiam, wajahnya menunjukan kalau dia sedang berfikir keras. Jantungku berdegup kencang menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya. “Aku tidak mau membuat masalah hanya karena hal bodoh ini” pikirku. Rasa kawatir sudah menelanku habis saat ini. Tanpa sebuah kata ia menaruh hpnya di mejaku, kemudian pergi meninggalkan aku begitu saja. “.…” Bola mataku hanya kekanan, kekiri kebingungan dengan kelakuannya anehnya. Batu yang telah menghimpit punggungku seperti menghilang begitu saja. tubuhku kembali bersandar pada sandaran kursi yang sangat empuk. Otakku benar-benar tidak bisa meraih apa yang tengah terjadi saat itu. Semakin aku pikirkan semakin aku menyia-nyiakan waktu untuk hal yang bodoh. Diujung pemikiran tanpa solusi. Otak dan mataku kembali fokus pada perkerjaanku walau pun, aku tidak bisa berhenti memikirkan kejadian barusan. Waktu terus berlalu, otakku mulai terbiasa melupakan permasalahan yang ada dan menganggapnya sebagai angin yang berlalu. Meski hp yang ada diatas meja itu selalu emnggoda ingatanku. Tanganku meraih hpnya dan memasukannya kedalam laci meja. Bukannya aku ingin mencurinya tapi, aku takut hpnya diambil orang lain terutama godaan hp ini begitu besar. Melihat Pak Khana sedang menelpon seseorang dengan Hpnya yg lain. Aku pikir dia akan kesini tapi, dia malah pergi tanpa memperdulikan hpnya. “Pasti dia lupa.” pikirku. Bibirku mulai senyam-senyum gak jelas. Mengingat ia belum mengambil file yang dia minta, aku mengantarkannya ke ruang Pak Khana. Tidak bertemu dengannya, semakinj ingin membuat aku tertawa memikirkan dia sedang kebingungan mencari hapenya yang hilang. -o0o- Waktu terus berlalu, langit mulai berubah warna keoren-orenan, riuh orang sibuk berkerja mulai berkurang. Bosan denganku yang sibuk dengan perkerjaan tak pernah selesai, akhirnya berakhir dipenghujung waktu. Bos idaman semua orang itu belum datang kesini semenjak kepergiannya. Tidak memperdulikan hapenya yang ada di tanganganku. Orang kaya, hilang 1 tumbuh 1000. Pak Khana muncul dengan wajah bingungnya seperti sedang mencari sesuatu. Sebenarnya aku melihat dia seperti itu dari jam 3 tadi dan sekarang sudah menunjukan pukul 4.45. Tertawaku puas melihatnya seperti itu. Menatap hpnya yang ada di laci meja kerjaku, bibirku tiudak bisa menahan senyuman. Bukan karena, aku ingin mengambil hpnya hanya saja mengerjai orang selalu menyenangkan bukan? Aku masih tidak bisa menahan rasa geli yang terus menggelitik. Hp Pak Khana berbunyi. Tertulis jelas nama disitu adalah “IANF” aku pernah mendengar beberapa orang memanggilnya Pak Ian beberapa lagi memanggilnya Khana. Aku gak tau kenapa ia menulis namanya dengan tambahan F dibelakangnya, mungkin ini dari Hp dia yang satunya. Dengan santai aku pun mengangkat telponnya karena aku pikir ini dari Pak Khana. “Hallo” ucapku santai. “Ini siapa?” ucap seseorang yang suaranya sangat jauh berbeda dengan Pak Khana. Suaranya terdengar lebih dominan, juga terdengar lebih manly dari pada bosku. Sebenarnya bosku adalah pria yg sangat manis menurutku, hampir mirip seperti gadis desa yang sangat manis saat dia tidak sedang marah. “Hmmmm… maaf aku sepertinya gak seharusnya ngangkat telpon ini” ucapku kaget karena orang ini benar-benar seperti dalam kondisi yang sangat buruk. Tanganku langsung mematikan hapenya namum, sepertinya aku mengambil langkah yang salah. Orang itu terus saja menelpon tanpa henti. Setress dengan semua teror ini akhirnya aku kembali mengangkat telp itu. “Mana Khana?” suara teriakannya terasa memekakan telingaku. Aku bisa merasakan emosinya yang sangat mengebu-gebu saat ini. Sehingga, aku kembali mematikan hpnya karena panik. Melihat Pak Khana muncul entah dari mana, aku pun berlari menghampirinya. Tubuhku membungkuk memegang lututku karena berlari menggunakan pantofel itu sangat terasa melelahkan. Apa lagi rok span yang ketat dan pendek lebih menyulitkanku untuk berlari. “Pak Khana” panggilku cepat-cepat sebelum dia kabur dari pandanganku. “Ada apa” ucapnya santai namun pandangan matanya sangat tajam terhadapku. Aku mengadahkan wajahku menatapnya yang sedang terlihat sangat serius. Uluran tanganku mengalihkan matanya “Ini hp bapak” ucapku sambil ngos-ngosan. Matanya menatapku tajam tapi, tangannya mengambil hp mahal itu dari tanganku “dari tadi ada yang telp karena namanya Ianf aku pikir itu bapak pas diangkat ternyata bukan jadi…” Belum selesai aku menjelaskan keadaan yang sebenarnya, hpnya sudah berbunyi lagi. Tanpa memperdulikanku pun ia langsung pergi meninggalkanku begitu saja. Aku hanya bisa mengelus d**a karena merasa lega dia tidak memarahiku. “Ah, bagaimana orang semanis dia memiliki sifat seaneh dia” gumamku sambil kembali ke meja kerjaku. Sebenarnya aku sangat bersyukur karena dia tidak mempermasalahkan hal ini padahal mood dia sedang sangat buruk, semakin buruk karena panggilan itu. Otot mukannya terlihat sangat jelas keluar saat meninggalkan aku tadi. Setelah mengambil tas aku pulang dan kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Kehidupan dimana hanya ada aku dan diriku yang menekmati kesendirianku tanpa beban.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN