Kami berpelukan layaknya saudara seayah seibu. Tidak ada keraguan saat Nofel terus memelukku begitu juga sebaliknya. Kami memang sengaja tidak mengajak Anjar, karena tidak semua pengorbanan Ayah perlu dia tau, itu menurutku. "Janji ya, ini akan jadi akhir dimana kita semua mengenang Ayah dalam tangisan luka!" ujar Nofel mengambil alih keadaan bak pemimpin. "Kamu aja dulu yang cerita, Fel!" titah Serly yang tampaknya belum mampu banyak berkata. "Baiklah. Buat sekalian kita semua pung ledeng bocor ya (menangis untuk yang terakhir)," ujar Nofel tapi ia terdiam dan sama sekali tidak membuka mulutnya. "Bagaimana ini? Ternyata beta tidak bisa." "Dasar Nofel, tadi gayanya bukan main," ucapku kesal sambil mencubit kedua pipinya. "He he he he he he ... ." Nofel tertawa sambil menggaruk da